Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Hukum Jual-Beli Saat Adzan Jum’at: Tafsir Q.S Al-Jumu’ah Ayat 10

jual beli
Sumber: https://www.freepik.com/

Jual-beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Dalam ajaran Islam kegiatan berbisnis  atau mencari nafkah lewat jual-beli sangat dianjurkan bagi pemeluknya. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan serta bekal dalam mengarungi bahtera hidup di dunia ini.

Perniagaan dalam Islam memiliki aturan serta larangan-larangan tertentu yang harus dipenuhi jika itu syarat dan dijahuhi jika itu larangan. Misalnya, seperti adanya laragan jual-beli saat adzan Jum’at dikumandangkan, sebagaimana bunyi firman-Nya:

يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواإِذَانُودِيَلِلصَّلَاةِمِنْيَوْمِالْجُمُعَةِفَاسْعَوْاإِلَىذِكْرِاللَّهِوَذَرُواالْبَيْعَذَلِكُمْخَيْرٌلَكُمْإِنْكُنْتُمْتَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Q.s al-Jumu’ah  62:10)

Penafsiran Ayat

Secara  tata bahasa, ayat di atas diinterpretasikan oleh Abu al- Baqa’ bahwa kata min pada penggalan ayat “min yaumil jumuati”  mempunyai arti fi yakni “fiyaumil jum’ah” (di hari Jum’at). Sedangkan penggalan kata “dzalikum” merupakan mubtada’ yang mengisyarahkan tentang perintah Allah untuk meninggalkan usaha, baik itu jual-beli maupun kesibukan lainya ketika masuk waktu shalat Jum’at. (Muhyiddin bin Ahmad Mustafa, ‘Irobu Al-Qur’an Wa bayanuhu, Jus 10 hal 93)

Al-Maraghi dalam tafsirnya memandang bahwa dilarangnya jual-beli pada saat dikumandangkannya adzan shalat Jum’at dikarenakan nilai jual-beli pada saat itu tidak sebanding dengan keagungan ibadah shalat Jum’at. Artinya, beribadah kepada Allah  adalah perniagaan yang  keuntungannya bersifat kekal abadi. (al-Maragi, Tafsir al-Maragi, hal.100)

Uraian tersebut juga diafirmasi oleh Muhammad Al-Amin bin Abdullah al-Hariri, secara tegas ia mengatakan bahwa ketika waktu shalat Jum’at  telah tiba, hendaknya umat muslim yang berkewajiban melakukan shalat Jum’at meningalkan perniagaan dunia, serta bergegas menuju ke perniagaan akhirat, yakni berdzikir kepada Allah. Sedangkan perniagaan dunia dalam pandangan al-Hariri sangat sedikit manfaat dan keuntungnya. (Muhammad al-Harari ,Tafsir Hadaiq Al-Ruh wa al-RaikhanFi Rawabi Ulum al-Qur’an  Jus 29 hal 301)

Baca Juga  Mengenal Fase Pengharaman Riba dalam Al-Quran

Alih-alih sebagian orang memandang bahwa jual-beli di waktu tersebut haram secara mutlak, padahal tidak demikian. Karena keharaman tersebut dalam pandangan Abi Hasan Ali bin Muhammad Al-Mawardi telah terjadi perbedaan pendapat. Golongan yang pertama mengatakan bahwa keharaman jual-beli di awal waktu shalat Jum’at sampai selesainya. Sedangkan kelompok yang kedua mengatakan bahwa keharaman jual-beli itu berlaku dari adzan khatbah sampai selesainya shalat. (Al-Mawardi,al-Nuktsu wa al-‘Uyun Tafsir Al-Mawardi, vol 6, hal 9)

Peryantaan tersebut diperjelas oleh Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatha Al-Dimyati, dalam ianatut thalibin ia memberikan penjelasan bahwa; tolak ukur tentang keharaman perniagaan pada waktu tersebut  ditujukan kepada seseorang yang mengerti tentang keharaman jual beli pada waktu itu. Jika tidak tahu maka tidak haram baginya walaupun telah lewat masa shalat Jum’at.

Al-Dimyati juga memberikan contoh, bahwa jikalau ada seseorang mendengar adzan shalat Jum’at kemudian bergegas untuk berangkat shalat Jum’at, dan pada waktu itu juga, seseorang tersebut menyambi berjualan dalam perjalanannya atau duduk di dalam masjid sambil berjualan, maka tidak haram baginya. Akan tetapi berjualan di dalam masjid itu hukumnya makruh.

Dan bagi orang amat membutuhkan, misalnya kafan guna untuk mengkafani mayit bila mana dikhawatirkan jika ditunda-tunda bisa berubah keadaan mayit tersebut, maka tidak diharamkan. Boleh jual-beli meskipun pada waku shalat Jum’at. (al-Dimyati, ‘Ianatu Al-Thalibin vol.2 hal 92)

Adzan Pertama Atau Kedua

Muhammad Ali al-Shabuni menjelaskan bahwa keharaman jual-beli pada hari Jum’at di waktu ditunaikannya shalat Jum’at telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Sebagaian mereka berpendapat bahwa keharaman jual-beli tersebut pada saat adzan pertama. Sebagian lagi berpendapat: di adzan yang ke-kedua yakni ketika khatib mau naik mimbar. (al-Shabuni, Rawa’iu Al-Bayan Fii Tafsir Ayat Al-Ahkam, vol 2, 539)

Baca Juga  Ketika Syekh Yusuf Qardhawi Bicara Seni

Adapun golongan yang pertama beralasan tentang kenapa keharaman jual-beli terletak pada saat adzan pertama, yaitu karena dalam sejarah Islam, adzan pertama merupakan pemberitahuan. Yang mana adzan tersebut adalah tambahan dari sayyidina Ustman bin Affan. Ia memandang pada masa itu banyak manusia yang tempat tinggal mereka jauh dari masjid, kemudian ia memerintahkan agar adzan di atas sebuah bangunan di pasar yang di sebut Zaura’. Hal itu dimaksudkan sebagai pemberitahuan untuk meninggalkan segala aktifitas muamalah dan bergegas bersiap-siap menjalankan shalat Jum’at.

Pendapat inilah yang kemudian hari dipegang oleh kalangan ulama Hanafiyyah. Sebagian dari ulama Hanafiyyah berkata: sejak adzan pertama wajib bagi seseorang yang berkewajiban menunaikan shalat Jum’at untuk segara menuju masjid dan meninggalkan jual beli karena itu merupakan perintah Allah. Pendapat ini dalam pandangan madzhab Hanafi adalah pendapat yang sharih. ( Al-Shabuni, Rawa’iu Al-Bayan Fii Tafsir Ayat Al-Ahkam  vol 2 hal 540)

Adapun golongan yang kedua, berpendapat bahwa keharaman jual-beli pada hari Jum’at itu di waktu adzan yang kedua, yakni ketika  khatib mau naik mimbar. Alasan golongan yang kedua mengatakan seperti itu karena adzan itulah yang dikumandangkan di zaman Nabi Muhammad saw, sedang Nabi Muhammad  adalah manusia yang paling berkeinginan agar kaum muslimin menunaikan kewajiban mereka tepat  pada waktunya.

Editor: An-Najmi Fikri R