Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Hanya Umat Terbelakang yang Membelenggu Perempuan

Wanita
https://pixabay.com/

Kemunduran umat Islam salah satunya dipengaruhi oleh ketidak ikut sertaan peran prempuan dalam membangun umat. Perempuan sebelum datangnya Islam sangat terpojokkan. Hak-hak perempuan dirampas dan kebebasannya dibelenggu.

Fenomena yang terjadi pada umat Islam kepada prempuan semakin merosot. Malah fenomena ini umat Islam sendiri yang memojokkan saudari prempuannya sendiri. Perempuan dilarang keluar rumah seakan rumahnya menjadi penjara. Perempuan diharamkan ke masjid padahal masjid merupakan tempat ibadah bagi kaum muslimin dan muslimat. Bahkan, ada yang membatasi peran perempuan dalam lingkup bersosial di masyarakat.

Apa yang telah dirubah Islam melalui al-Qur’an dan Sunnah sebenarnya sangat menjunjung kesetaraan peran antara perempuan dan laki-laki. Perempuan diperlakukan secara adil memiliki peran di masyarakat terutama dalam amar ma’ruf dan nahi munkar (at-Taubah: 7). Karena peran ini Al-Qur’an juga tegaskan bukan hanya untuk kaum Adam saja, tetapi kaum Hawa juga mempunyai space untuk turut andil melakukan perannya.

Dogma-dogma agama (sunnah) yang salah mereka tafsirkan, mengkonstruk budaya muslimah masa kini menjadi takut untuk maju ke depan di muka umum. Bagi mereka tugas mereka hanyalah mengurusi hal dapur dan domestik. Pemikiran hal seperti ini yang masih dimiliki umat Islam dan dirasakan pula oleh cendekiawan Islam; yaitu Muhammad Al-Ghazali.

Kebebasan Dari Belenggu Tradisi yang Stagnan

Muhammad Al-Ghazali (1917), salah seorang cendekiawan Muslim dari Mesir yang banyak menggugah dari kejumudan dan keterbelakangan umat Islam. Pemikiran-pemikiran beliau yang telah dituangkan kedalam 54 bukunya, banyak memperbaharui dan mereformasi kemajuan umat Islam. Terkhusus dalam upaya membebaskan prempuan dari belenggu nafsu lelaki yang telah rusak oleh zaman yang panjang.

Beliau menginginkan supaya kaum prempuan (muslimat) terbebas dari belenggu tradisi susupan yang mewarisi dari masa-masa peradaban Islam. Menurut Muhammad Al-Ghazali, banyak dikeseharian umat Islam terdapat warisan-warisan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya. Muhammad Al-Ghazali mendapati, fenomena seperti ini tidak mendapatkan legitimasi hukum oleh ahli fiqih dalam mengambil hakikat Islam.

Baca Juga  Bolehkah Perempuan Memimpin Kaum Laki-laki?

Apa yang beliau lakukan adalah menolak Sunnah-sunnah yang dinilainya bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Penolakannya menimbulkan pro kontra, bahkan ada yang menuduhnya sebagai salah seorang ingkaru sunnah. Tapi Muhammad Al-Ghazali sendiri beranggapan bahwa apa yang telah dia lakukan adalah bentuk terhadap Sunnah Nabi Saw.

Membebaskan Perempuan Dari Dogma yang Membelenggu

Hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Fatimah r.a bahwa wanita tidak boleh melihat lelaki dan sebaliknya. Banyak kaum muslimah yang memahami hadist ini sedemikian apa adanya. Bahwa hal tersebut merupakan ajaran Islam yang tidak boleh dibantahkan. Dogma seperti ini yang membuat perempuan wajib membatasi kontaknya dengan laki-laki.

Muhammad Al-Ghazali menilai dogma tersebut sangat tidak sesuai dengan tujuan hadirnya Islam. Karena menurut Muhammad Al-Ghazali, penglihatan biasa sebenarnya tidak mengapa untuk bersosial. Namun yang terlarang adalah penglihatan yang tidak senonoh dan mencari-cari aib.

Padahal, menurut Muhammad Al-Ghazali juga, interaksi dua lawan jenis ini dapat diatur oleh adab menundukkan pandangan (ghadhul bashar). Tanpa bertingkah yang bukan-bukan, menundukkan pandangan dan tetap komitmen terhadap kemuliaan kehormatan serta keduanya bergerak dengan tujuan-tujuan yang legal dan benar. Maka sebab itu, Islam mengajarkan laki-laki dan perempuan untuk menundukan pandangannya.

Hadist yang melarang melihat perempuan atau sebaliknya, itupun sebenarnya secara lahiriyah bertolak belakang dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang riwayatnya kurang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Inilah yang telah membuat pemikiran-pemikiran umat Islam semakin terbelakang. Yakni kurangnya mempererat kaitan antara hadis dengan pentunjuk-pentujuk yang dapat disimpulkan dari Al-Qur’an.

Islam Tidak Menghambat Umat Perempuan

Pengalaman ini yang juga membuat saya geram ketika mengadakan rapat disuatu organisasi. Rapat ini gabungan diikuti bersama ikhwan (Laki-laki) dan akhwat (perempuan). Ada yang berbeda ketika saya mengikuti rapat-rapat di organisasi biasa yang saya ikuti. Yaitu ada “hijab” , semacam papan tinggi yang membatasi penglihatan antara laki-laki dan perempuan. Karena terhalang papan, komunikasi suara yang disampaikan tidak saling terdengar. Akhirnya rapat tidak berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya.

Baca Juga  Seni Saling Memaafkan dalam Islam

Jangankan ketika dari laki-laki yang dominan mempunyai suara besar, apalagi prempuan yang ibarat “malu-malu kucing” berbicara dengan suara pelan. Dan yang paling meherankan, mereka yang membiarkan rapat menggunakan pembatas “hijab” tersebut, mengatas namakan karena ittiba’ dengan sunnah Rasulullah Saw.

Sedemikian rumitkah sunnah Nabi, sampai-sampai untuk rapat saja yang mana perlunya komunikasi antar sesama terhamhabat oleh papan pembatas. Yang katanya “hijab” ini menjaga nafsu agar tidak saling memandang lawan jenisnya. Kita pun sebenarnya sama-sama mengetahui tujuan rapat untuk saling kordinasi. Kecuali niatnya hadir di rapat sudah berbeda, misal untuk menarik perhatian lawan jenis. Lalu kalau sudah seperti itu, yang patut disalahkan sunnahnya atau akalnya?.

Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa sekarang kita hidup dalam zaman perempuan bersama saudara laki-lakinya, berpatisipasi bersama dalam penjelajahan luar angkasa.

Allah swt. menyebut sangat jelas tentang pilar-pilar hubungan antara laki-laki dan perempuan: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan; (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain”.

Sehingga Muhammad Al-Ghazali menyerukan untuk memperbaiki citra muslimah dan memberinya peran kembali seperti yang pernah dicontohkan pendahulunya dalam partisipasi dakwah Islam. Karena selama ini kita dapat menduga, bahwa yang membelenggu kaum perempuan adalah akibat pemikiran terbelakang dari umatnya sendiri