Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Generasi Sandwich vs Generasi Kebab

Asal Muasal

Asal muasal Sandwich dikaitkan dengan John Montagu, Earl of Sandwich IV, seorang pemimpin angkatan laut Inggris pada abad ke-18. Montagu adalah seorang penjudi yang hobi bermain kartu dan ingin menikmati makanan tanpa harus berhenti berjudi. Ia meminta juru masaknya untuk menyiapkan makanan yang bisa dimakan dengan satu tangan dan hemat waktu. Juru masak Montagu kemudian membuatkan roti lapis yang diisi daging sapi di antara dua potong roti.

Nama sandwich diambil dari nama Montagu. Sandwich kemudian menjadi makanan yang populer dan disajikan sebagai camilan atau makanan cepat saji di kedai kopi. Selain sandwich, ada juga roti lapis lain yang terkenal, yaitu sandwich Reuben. Sandwich Reuben diciptakan oleh Bernard Schimmel di Blackstone Hotel pada tahun 1925.

Adapun kebab merupakan istilah dari bahasa Aram (bahasa Suriah Kuno), “Kababu” yang berarti “terbakar”, “terpanggang” sehingga dimaknai sebagai “daging yang dipanggang di atas arang” dan diperkirakan berasal dari kawasan Aleppo, Suriah pada abad ke-14. Di beberapa negara, kebab juga disebut sebagai “al-Musyawa”. Kebab sendiri berkembang dengan berbagai tambahan ke berbagai negara Asia. Di Iran, Kebab atau Kabob dimasak dengan Za’faran sebelum dipanggang, di Turki, kebab memiliki banyak jenis di berbagai kota yang berbeda. Selain Iran dan Turki, kebab juga tersebar di berbagai negara seperti Mesir, Yunani, Yordania, Lebanon, Palestina, Afghanistan dan Iraq.

Sehingga makanan bernama “kebab” memiliki bentuk, jenis dan inovasi yang beragam. Mulai dari daging olahan yang sekedar ditusuk dengan besi lalu disajikan dengan roti tortilla (roti berbentuk elips seperti piring dari gandum), dan lain sebagainya. Lalu, apakah sate yang khas Nusantara itu juga memiliki hubungan nasab dengan kebab Suriah di abad ke-14 ? Sejarah kebab dan sate tampaknya perlu diteliti lebih jauh.

Baca Juga  Budaya Jawa dan Doa Nabi Isa as. di dalam Al-Qur'an

Generasi Sandwich dan Generasi Kebab

“Generasi Sandwich” adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sekelompok orang yang harus menanggung hidup tiga generasi, yaitu orang tua, diri sendiri, dan anak-anak. Istilah ini dianalogikan seperti sandwich, di mana sepotong daging terhimpit oleh dua roti. Istilah ini dimunculkan oleh Dorothy A. Miller, profesor dan direktur praktikum di University of Kentucky, dalam bukunya Social Work pada tahun 1981. Kemudian menjadi populer beberapa tahun terakhir di media sosial, lagu dan film.

Sehingga mereka yang disebut Gen Sandwich umumnya menanggung beban yang cukup berat, ditambah dengan tuntutan hidup yang kian lama kian banyak dan bertambah sulit. Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan munculnya Gen Sandwich adalah adanya pola pikir dari generasi sebelumnya bahwa beban hidup di hari tua mereka harus dilimpahkan kepada generasi penerus, dengan mengesampingkan keberadaan generasi ketiga yang juga menjadi tanggung jawab orang tuanya. Sehingga generasi pertama dari generasi sandwich ini merasa ringan ketika berperilaku konsumtif, tanpa adanya investasi dan persiapan hari tua.

Adapun “Generasi Kebab” memang tidak memiliki dasar ilmiah, tidak juga menjadi simbol “Arab vs Non-Arab”, melainkan sebagai perumpamaan kontradiktif dari Generasi Sandwich yang melambangkan penumpukan antar generasi dalam ketergantungan ekonomi.

Kebab, sebagaimana bentuknya yang populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah roti tortilla yang diisi dengan daging olahan, sebagian mengisinya dengan sosis. Karena tentu kebab di luar Indonesia, terkhusus di wilayah kelahiran dan sekitarnya memiliki rupa yang beragam. Sebagian mungkin akan mengira bahwa kebab dan sandwich tidak ada bedanya.

Maka dari kebab yang adaptif, dinamis dan fleksibel dalam menyesuaikan bentuknya, begitu halnya setiap generasi dalam memandang generasi keturunan setelahnya. Karena tantangan setiap generasi dan zaman berbeda, tentu pola pikir yang terbuka dan persiapan untuk menghadapi masa depan juga berbeda pula.

Baca Juga  Memaknai Hijrah sebagai Fenomena Sosial Menurut Quraish Shihab

Di sebagian tempat, kebab tidak dibungkus dengan roti tortilla, melainkan disajikan seperti halnya sate, dan rotinya seperti lontong, tidak membungkusnya tetapi berdampingan dengannya. Maka selayaknya setiap generasi perlu menyiapkan kemandirian ekonomi generasi setelahnya dengan melatihnya sejak awal, membinanya dengan baik, dan menghilangkan pola pikir ketergantungan satu sama lain, dan membebaskannya untuk berkembang dan beradaptasi dengan ruang dan waktu dimana dia hidup di masa dia dewasa.

Setiap ruang dan waktu memiliki tantangan dan kondisi yang tidak sama. Generasi kebab akan memahami dan menyadari itu, sehingga sadar kapan harus menjadi “roti tortilla” yang menyelimuti daging, dan kapan harus berpisah dengan daging.  

Pola pikir generasi kebab akan menjadikan beban ditanggung bersama, sekaligus menyiapkan generasi setelahnya untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa, berani, mandiri dan tidak bergantung pada setelahnya atau sesudahnya.

Jadi, mana yang lebih baik ? Konsumsi sandwich, kebab, atau sate ?

Muhammad Utama Al Faruqi
Seorang yang memiliki minat di bidang sejarah, dakwah dan pendidikan Islam. Memiliki keseharian sebagai peneliti dan penulis di ketiga bidang yang menjadi minatnya. Monggo, silaturrahmi di media sosialnya.