Apa Itu Fresh Ijtihad?
Fresh ijtihad merupakan sebuah gagasan yang menjadi viral dan banyak dibahas dalam khazanah keilmuan ketika dibawakan oleh Profesor Amin Abdullah dengan menggabungkan pemahaman klasik (turots) dan pemahaman-pemahaman kontemporer seperti sains, teknologi dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar cara pandang dalam beragama tidak lagi kaku dan parsial.
Dalam pandangannya Amin Abdullah menganggap bahwa dalam permasalahan-permasalahan kontemporer haruslah ditemukan sebuah hukum yang bersifat kontemporer juga. Hal ini jelas untuk menghindari kekakuan fundamental yang tidak ditemukan pada khazanah klasik.
Fresh ijtihad dapat menjadi alternatif dalam wacana landasan filosofis Islam Berkemajuan. Menurut Amin Abdullah, Islam Berkemajuan memiliki karakteristik serupa dengan muslim progresif yang dikemukakan oleh Abdullah Saeed.
Abdullah Saeed mengemukakan bahwa kategori progressive ijtihadis merupakan para pemikir Muslim kontemporer yang menguasai khazanah keilmuan klasik dan mampu mengkontekstualisasikan serta menafsirkan ulang pemikirannya di era kontemporer. Di antaranya dengan menggabungkan beberapa metodologi keilmuan modern seperti sains, sosial, dan humaniora.
Kata fresh berarti sesuatu yang baru atau segar. Sedangkan ijtihad merupakan sebuah kegiatan pemikiran yang melibatkan pemahaman keagamaan dengan tujuan untuk menemukan solusi dari sebuah permasalahan. Ijtihad seringkali dipakai ketika terdapat sebuah persoalan agama yang menuntut sebuah hukum di dalamnya.
Pada periode klasik para ulama klasik menggunakan pemahaman berdasarkan dalil-dalil baik al-Qur’an, hadis ataupun kitab-kitab klasik karya para ulama. Khususnya untuk menentukan sebuah hukum atas sesuatu.
Namun di era kontemporer seperti ini, para pemikir modern merasa perlu untuk menentukan alternatif terbaru untuk memecahkan persoalan-persoalan kontemporer. Sebab banyak persoalan kontemporer yang tidak bisa dijelaskan oleh paradigma klasik, sehingga perlu adanya ijtihad baru.
Pandangan-pandang inilah yang kemudian melahirkan sebuah metodologi-metodologi yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam memecahkan persoalan kontemporer. Seperti multidisplin approach yang digaungkan oleh Amin Abdullah atau bayani burhani dan irfani yang dibawakan oleh Abid al-Jabiri. Pandangan-pandangan seperti inilah yang dimaksud dengan fresh ijtihad.
Konsep Multidisiplin Approach sebagai Metodologi yang Fresh
Multidisiplin, Interdisiplin dan Transdisiplin (MIT) merupakan sebuah wacana yang digaungkan oleh Amin Abdullah. Dengan menggabungkan berbagai disiplin keilmuan untuk menemukan sebuah solusi dalam persoalan kontemporer yang kemudian melahirkan teori jaring laba-laba (spider web). Konsep ini tercatat dalam bukunya “Multidisiplin Interdisiplin dan Transdisiplin: Metode Studi Islam di Era Kontemporer”.
Teori jaring laba-laba (spider web) yang digagas oleh Amin Abdullah bukan saja dipandang sebagai teori yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu tanpa ada korelasi di dalamnya. Lebih jauh teori yang digagas oleh Amin Abdullah ini berkaitan dengan horison keilmuan Islam dan mengintegrasikannya dengan pemikiran yang bersifat empiris-rasional.
Pada aspek ini nampak begitu menarik apa yang digagas oleh Amin Abdullah. Sehingga penulis menilai dengan teori ini ia akan mampu merumuskan epistemologi keilmuan yang dapat meramu beragam keilmuan. Serta dapat menjadi jelas esensi dari masing-masing disiplin ilmu itu.
Gagasan paradigma integrasi-interkoneksi ini mendapatkan banyak sekali sambutan hangat di kalangan akademisi. Robby Habiba Abror pernah menuliskan dalam essainya “Reformasi Studi Agama untuk Hegemoni Kemanusiaan” yang diterbitkan Kedaulatan Rakyat pada tanggal 31 Juli 2010.
Amin Abdullah telah berhasil membawa studi agama-agama yang selama ini dianggap “marjinal” menjadi lebih “berwibawa.” Dengan model integrasi-interkoneksinya, ia telah mampu menunjukan bahwa ilmu-ilmu agama dapat saling menyapa dengan ilmu-ilmu umum lainnya. Karena pada hakikatnya adalah satu. Bahwa ilmu itu dapat menjadi kemaslahatan bagi kemanusiaan.
Dalam kaidah filsafat ilmu, teori-teori dipandang sebagai wujud ekspresi intelektual yang seharusnya tidak boleh disakralkan dan dogmatik. Dari pandangan demikian akan ditemukan sudut pandang berbeda dalam menjelaskan Islam itu sendiri.
Ketika Islam didefinisikan secara normatif maka akan dapat ditemukan pandangan bahwa Islam merupakan sebuah ajaran yang berisi ketuhanan dan jelas akan berkaitan dengan akidah dan muamalah. Sedangkan ketika Islam didefinisikan dalam pandangan historis atau sebagaimana yang nampak di alam masyarakat, akan ditemukan bahwa Islam merupakan sebuah disiplin ilmu atau ilmu keislaman.
***
Pandangan yang kedua agaknya tidaklah terlalu berlebihan untuk diimplementasikan menjadi sebuah pendekatan. Mengingat pluralitas agama yang hidup di Indonesia, termasuk juga keanekaragaman yang ada di dalamnya.
Karena bagaimanapun juga pluralitas agama di Indonesia membutuhkan masukan-masukan dari kajian-kajian keagamaan yang segar dan tidak lagi bersifat teologis-normatif. Namun juga membutuhkan masukan-masukan dari kajian agama yang sifatnya historis-empiris-kritis.
Dengan demikian diperlukan sebuah pendekatan agama yang bersifat ganda. Yakni pendekatan yang bersifat teologis-normatif sekaligus historis-kritis. Dalam mengupayakan hal ini beberapa penelitian menempatkan mata uang logam sebagai analoginya. Di mana antara kedua permukaanya menyatu dalam satu kesatuan, namun juga dapat dibedakan antara keduanya.
Tetapi dalam praksisnya sering menimbulkan sebuah ketegangan (pro-kontra). Hanya saja tinggal bagaimana ketegangan itu menjadi sesuatu yang bersifat kreatif bukan destruktif. Sebab ketegangan kreatif selamanya akan mewarnai keberagaman masyarakat pluralis di Indonesia.
Hasil Pemikiran
Seperti yang telah disampaikan di atas, fresh ijtihad bukan berarti mengubah dasar penentuan hukum. Hanya saja penafsiran terhadap dasar hukum itulah yang perlu untuk dirubah. Dalam artian dasar penentuan hukum tetaplah Al-Qur’an dan sunnah. Namun kontekstualisasi terhadap penafsiran itu perlu dilakukan di era ini.
Mengingat Islam digambarkan sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga dalam tindakannya seorang muslim haruslah menegasikan hal tersebut.
Gagasan yang dibawa oleh Amin Abdullah merupakan salah satu contoh yang bisa digunakan sebagai paradigma modern. Banyak hal yang tidak bisa dijelaskan secara tekstual oleh teks suci, sehingga penting untuk dipahami bahwa kehidupan terus berjalan maju dan menuntut hal yang selaras dengan kemajuan itu.
Oleh sebab itu pandangan agama pun haruslah ikut bergerak maju. Perdebatan agama pun harus lebih maju, bukan hanya berkutat dalam perdebatan teologis. Lebih dari itu perdebatan haruslah lebih mementingkan sisi sosio-ekonomi dalam artian mengutamakan sisi kemanusianya.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply