Mengimani al-Qur’an bukan hanya meyakini al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada baginda Rasulullah SAW. Al-Qur’an sebagai pilar-pilar kehidupan, mengandung segala dimensi dan aspek dalam kehidupan kita. Allah SWT berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: “Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)”. (Q.S an-Nahl: 89)
Al-Qur’an yang Allah tegaskan sebagai petunjuk untuk menjelaskan segala sesuatu, akan tetapi diabaikan sendiri oleh umatnya. Inilah yang Rasulullah gelisahkan yang kegelisahannya diabadikan dalam al-Qur’an surah al-Furqan ayat 30:
وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا
Artinya: Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.”
Jika al-Qur’an mengatakan sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan sebagai petunjuk manusia untuk jalan kehidupan yang lurus, bukan hanya memberikan relasi antara manusia dan Tuhan-Nya secara vertikal, namun juga memberikan relasi secara horizontal dalam kehidupan. Ceramah ini disampaikan oleh Ustad Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.i dalam pengajian Kamis Pagi Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, tentang Pilar-Pilar Kehidupan dalam Al-Qur’an (4/2/2021).
Relasi Hubungan Manusia dan Dunia
Ustad Fathurrahman menyampaikan, bahwa dunia ini merupakan sebagai mazra’ah (tempat bercocok tanam) sebagai bekal di akhirat. Bahwasanya dunia yang telah ditundukan oleh Allah, sebagai tempat manusia mencari kehidupannya di dunia. Namun kehidupan dunia bagi manusia kata Allah, bukan satu-satunya orientasi kehidupan kita. Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S al-Qashas: 77)
“Jadi orientasi hidup terjauh kita adalah dalam mencari kehidupan akhirat, dengan tidak mengabaikan dunia. Ketika kita tidak melupakan nasib dan penghidupan kita di dunia, Allah perintahkan untuk berbuat ihsan sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepada kita, agar tidak membuat kerusakan di dunia”, tuturnya.
Visi orang mukmin yang menyadari hidupnya di dunia ini menurut ustad Fathurrahman ada dua: Pertama, bagaimana mewujudkan ihsan dalam kehidupan dunia dan kedua adalah jangan sampai melakukan kerusakan (fasad) dalam bentuk apapun kerusakannya. Baik itu kerusakan alam, ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya.
Ini merupakan sebuah kritik keras bagi orang yang mengatakan, kehidupan ini hanyalah kehidupan di dunia. Mereka meyakini bahwasanya tidak ada kehidupan setelah kehidupan di dunia. Dan ini merupakan pandangan yang disorientasi dalam kehidupan.
“Bagaimana kehidupan manusia yang disorientasi yang pada akhirnya terkonsep, dan pandangan tentang kehidupan ini keliru, itu biasanya diikuti dengan berbagai macam ketimpangan-ketimpangan di dalam ideologi bahkan di dalam perilaku kehidupan umat manusia, apakah itu kehidupan keagamaan, sosial, politik dan lain-lain”, imbuhnya
Reporter: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply