Oposisi dalam negara demokrasi adalah suatu hal yang biasa. Bahkan menurut para ahli politik, dalam sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi, oposisi dianggap sesuatu yang sangat diperlukan. Sebab oposisi menjalankan suatu fungsi yang sangat vital dan penting yaitu check and balances, yaitu mengontrol pemerintah yang didukung mayoritas, menguji kebijakan pemerintah dengan menunjukkan titik-titik kelemahanya kemudian mengajukan alternatif.
Instrument terpenting dalam demokrasi adalah keterbukaan yang tercermin pada kritik, saran atau nasehat. Sebagaimana yang sering diutarakan oleh Rocky Gerung bahwa rakyat adalah tuan, istilah “pemerintah” adalah yang diperintah. Diperintah oleh siapa? Yaa rakyat untuk menjalankan konstitusi, mencapai tujuan dan harapan bersama.
Dalam sistem demokrasi rakyat diberi kebebasan untuk ikut andil dalam menyuarakan pendapat dan gagasan. Aspirasi tersebut tidak harus pro dengan pemerintah. Rakyat juga bisa menentang kebijakan pemerintah dengan cara mengkritisi, menyuarakan bersama-sama, memberi nasehat dan bahkan bisa mengkudeta jika pemerintah tidak pecus menjalankan konstitusi. Para ahli politik mengistilahkan “oposisi” untuk rakyat yang kontra dengan pemerintah.
Oposisi tidak hanya diartikan sebagai penantang kebijakan pemerintah, namun sebagai bagian dari sistem berdemokrasi untuk memberikan kritik, saran dan nasehat kepada pemerintah.
Pengertian Oposisi
Oposisi secara etimologi berasal dari bahasa latin opposition yang berarti menentang, menolak dan melawan. Dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan kata ” معارضة “ yang berarti bertentangan yang saling berhadap-hadapan. Adapun secara terminologi Ahmad Syalabiy memberikan pengertian dengan ketidaksetujuan atas suatu keputusan yang telah diambil atau menantang dalam pengambilan suatu Keputusan tertentu.
Oposisi lazim digunakan dalam dunia politik sebagai sikap partai atau kelompok dalam suatu Masyarakat/negara yang ada di parlemen sebagai sikap suka mengkritik, menentang dan melawan kebijakan pemerintah.
Bagaimana Islam Memandang Sikap Oposisi?
Fahmi Huwaidi dalam kitabnya al-Islam wa al-Dimoqrathiyah mengatakan bahwa oposisi yang benar menurut pandang Islam adalah oposisi yang loyal (loyal opposition), konstruktif dan reformatif. (al-Islam wa al-Dimoqrathiyah, hal. 86).
Jangan memandang bahwa oposisi adalah sikap yang tabu dan salah. Dalam wacana politik Islam, ditinjau dari doktrin kultural menekankan bahwa oposisi bukan sekedar hak asasi, melainkan juga suatu kewajiban syar’iyah dan tanggung jawab moral.
Islam memandang bahwa oposisi adalah sebuah pengontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah dan nasehat agar merubah kebijakan sesuai pandangan oposisi yang benar. Kontrol tersebut merupakan mandat rakyat dan hak rakyat untuk mengevaluasi, memberi solusi serta kontruksi keadilan. Namun disamping itu pemerintah juga bebas menegur rakyat apabila salah dan meluruskan apabila menyimpang.
Khulafaurrasyidin Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a ketika diberi mandat menjadi pemimpin umat Islam pada waktu itu berpidato kepada kaum muslimin agar menegurnya tatkalah melakukan kesalahan dan penyimpangan. Selain itu, anjuran taat kepada pemimpin selagi kebijakan tersebut tidak melanggar syariat Islam.
***
Secara tidak langsung kepemimpinan Abu Bakar dan Umar menganut sistem demokrasi. Adapun teguran dipandang sebagai oposisi. Para ulama berpendapat bahwa oposisi bagian dari amar ma;ruf nahi munkar sebagai pilar utama dari taklif syar’iy, dalilnya didalam Q.S Ali Imran ayat 104.
Oposisi dalam sistem kenegaraan masih berpijak pada konstitusi dan maslahah umat. Hanya kadang penolakan terjadi karena pertimbangan yang dilakukan oleh pihak yang berlawanan tidak sejalan dengan logika pemerintah. Sehingga kesan gerakanya adalah melawan. Padahal oposisi adalah bentuk bagian berdemokrasi.
Namun apabila ada kelompok yang melawan pemerintah tidak didasari pada konstitusi negara, maka oposisi tersebut dianggap sebagai pemberontak atau makar. Dalam istilah fikih disebut al-baghyu yaitu kelompok yang melawan pemerintah dengan kekuatan atau aktivitas melanggar hukum dan merebut kekuasaan.
Etika Oposisi Prespektif Al-Quran
Alquran tidak membicarakan oposisi secara spesifik. Kita tidak menemukan satu lafadz pun dalam Alquran yang menyebut soal ini. Namun kitab yang komprehensif ini membahas topik yang relevan dengan sikap oposisi. Tepatnya etika ketika kita berada dalam kondisi berlawanan. Lantas bagaiamana etika kita ketika berada dalam kondisi oposisi?
- Sampaikan kritik, saran dan nasehat dengan qawlan layyinan
Termaktub dalam Q.S Taha ayat 44 yang artinya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini perumpamaan yang agung. Sesungguhnya Fir’aun telah melampaui batas dan sombong, dan Musa pilihan Allah bersama Harun diperintah untuk menyampaikan kebenaran dengan kalimat yang lembut (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, hal. 294).
Fir’aun yang melampau batas saja, Allah masih menyuru Nabi Musa a.s dan Harun a.s untuk berkata lembut, apalagi penguasa sekarang yang kadang salah mengambil kebijakan. Maka jika kita berpihak pada oposisi, sampaikan kritik tajam dengan kalimat yang lembut.
- Mempunyai dasar jelas dalam menyampaikan kritik
Allah Swt. berfirman yang artinya: wahai orang yang beriman, jahuilah banyak prasangka. Sesungguhnya Sebagian prasangka itu dosa. Jangan mencari kesalahan orang lain dan janganlah ada diantara kamu yang mengunjing Sebagian yang lain……(Q.S Al-Hujurat: 12).
Ketika oposisi tidak berdasar dan tidak ada bukti yang kongkrit maka ditakutkan fitnah dan menimbulkan konflik ditengah masyarakat. Pihak yang bersebelahan harus menyampaikan aspirasi dengan data yang jelas. Ukuranya adalah penyimpangan, kemaksiatan dan ketidak adilan yang dilakukan pemerintah. Oposisi sangat dibutuhkan ketika kezaliman pemerintah terkuak.
***
- Tetap taat terhadap kebijakan pemerintah
Taat terhadap kebijakan pemerintah adalah perintah dari Allah Swt. yang termaktub pada surat Al-Nisa’ ayat 59 yang artinya: hai orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasulnya, dan ulil amri diantara kamu.
Ulama tafsir seperti al-Baihaqy menyebutkan bahwa yang dimaksud ulil amri adalah al-hukkam (pemerintah) dan ulama. (Tafsir al-Tahrir wa al Tanwir, Jilid 2, Juz 5, Hal. 98). Mereka punya hak untuk ditaati selama mereka mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.
Meskipun berada dalam kontra patuh terhadap keputusan akhir pemerintah adalah suatu keharusan. Oposisi hanya sebagai pengontrol segala kebijakan atau prilaku pemerintah apakah sesuai dengan Alquran dan sunnah Rasulullah Saw.
***
- Mengaksentuasikan kemaslahatan dan kerukunan
Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Mumtahanah ayat 8 yang artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Imam Jalaluddin As-Suyuti mengomentari bahwa yang dimaksud “orang yang tidak memerangimu” adalah orang kafir. Allah Swt. tidak melarang untuk berlaku adil terhadap orang tidak beriman kepada Allah.
Penekanan tersebut bentuk dari kemaslahatan bernegara, meskipun Islam sebagai agama mayoritas. Kerukunan antar umat adalah sesuatu yang harus tetap dijaga. Tidak bisa tergusur apalagi hanya dengan pihak berlawanan yang tugasnya sebagai pengontrol kebijakan pemerintah. Wallahuaalam.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply