Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Etika Berkomunikasi Menurut Konsep Al-Bayan dalam Surah al-Rahman

Sumber: istockphoto.com

Sudah merupakan niscaya dan tabiat murni manusia yang tidak bisa hidup kecuali dengan interaksi yang terbangun pada sesamanya. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial, manusia memang diciptakan oleh Allah dengan anugerah kemampuan bahasa untuk saling memahamkan. Dewasa ini, penggunaan bahasa dalam komunikasi tidak hanya terjadi pada dunia nyata. Terlebih dunia maya turut memiliki andil yang sangat besar di dalam pola, model dan cara berkomunikasi.

Bagaimana tidak, bahasa yang sering digunakan dalam dunia nyata pun bermula dari gaya bahasa yang viral di dunia maya. Bahasa ini memang sebuah niscaya dalam diri manusia. Munculnya bahasa-bahasa baru dalam komunikasi adalah bukti bahwa anugerah Allah atas kemampuan komunikasi manusia memanglah nyata.

Sebagaimana Firman Allah pada Surah al-Rahman [33]: 4

اَلرَّحْمٰنُۙ ١ عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ ٢ خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ ٣ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ ٤ ( الرحمن/55: 1-4)

“ (Allah) Yang Maha Pengasih. Telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Dia mengajarinya pandai menjelaskan.” (Ar-Rahman/55:1-4) Terjemah Kemenag 2019

Pada konteks ayat ini, yang dimaksudkan adalah kemampuan berbicara dan berkomunikasi. al-Bayan yang dimaksudkan adalah kemampuan yang Allah ciptakan dalam berbahasa, berkomunikasi, bercakap-cakap dengan tujuan menyampaikan suatu kebenaran (meliputi pesan) yang bermanfaat untuk oranglain guna dipahami dan ditindaklanjuti.

Penafsiran Kata Al-Bayan

Ahmad Mustafa al-Maraghi di dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa ayat ini turun sebagai jawaban masyarakat Makkah yang menuduh al-Qur’an adalah pengajaran dari seorang manusia pada Rasulullah, innama yu’allimuhu bashar  (al-Nahl [16]: 103). Melalui jawaban masyarakat Makkah ini, dapat dipahami bahwa manusia sendiri juga menyadari bahwa mereka memiliki kemampuan berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Meskipun pada konteks ini, jawaban dan keyakinan masyarakat Makkah yang menjadi asbabunuzul turunnya ayat ini tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga  Kerinduan Taman Surga dan Aplikasi Eatmarna

Pada konteks yang lain, Imam Hasan al-Basri menafsirkan al-bayan dengan percakapan. Begitu juga dengan Ibn Kathir di dalam tafsirnya (Tafsir Ibn Kathir, Jilid 7, Hal 452-453). Pada pembahasan yang lebih jauh, al-Maraghi mengulas pembahasan tentang al-bayan yakni kemampuan manusia untuk mengutarakan sesuatu di dalam hatinya dan menyampaikannya pada orang lain. Hal ini tentu tidak dapat terjadi dengan tanpa adanya jiwa dan akal. Sedangkan sesuatu di dalam keduanya adalah atas kuasa-Nya. Dengan kata lain, Allah-lah yang menghadirkan apa yang terlintas di dalam hati dan sanubari manusia. Sekiranya tidak sebab demikian, maka Rasul pun tidak akan mampu mengajarkan al-Qur’an pada umatnya (Tafsir al-Maraghi, Juz 27, Hal 106).

Etika Komunikasi Berdasarkan Konsep Al-Bayan

Dengan demikian, merupakan sebuah keniscayaan bahwa manusia memerlukan kemampuan berbahasa guna mentransfer pemahaman baik secara lisan atau tulisan. Berkaitan dengan konsep al-bayan ini, model dan bentuk penyampaian risalah para nabi merupakan implementasi nyata. Bahkan Nabi Musa pun perlu berdoa dan memohon kelancaran berkomunikasi dalam urusan dakwahnya (Surah Taha [20]: 25-28). Dalam peristiwa yang lain juga, diceritakan oleh sahabat anas dalam riwayat Abu Dawud bahwa saat seorang lelaki berbisik dan mencondongkan kepala pada Rasulullah, beliau tidak menarik kepalanya sebelum orang itu melakukan hal yang sama terlebih dahulu. Begitupun saat beliau berjabat tangan, sahabat Anas tidak pernah memandang Rasulullah melepaskan tangannya kecuali setelah dilapaskan terlebih dahulu.

Beberapa peristiwa ini menunjukkan bahwa hal utama dan merupakan etika dalam penyampaian maksud yakni meliputi mimik muka, sikap, perilaku dan konten atau materi yang disampaikan. Bahkan seorang pakar psikologi Albert Mehrabian mengatakan bahwa pada kesan yang disalurkan dan diterima dalam komunikasi 7% terletak pada kalimat atau diksi yang digunakan, 38% nya adalah nada suara, sedangkan 55% berasal dari mimik muka dan sikap. Sehingga, jika seseorang dapat berpikir dengan jernih mengenai banyak cara yang diajarkan Rasulullah untuk mengimplementasikan al-baya>n maka akan ditemukan kesuksesan dan keberhasilan dalam menyampaikan maksud tersirat dalam diri manusia.

Baca Juga  Mengenal Teori Hermeneutika Paul Riceour

Oleh karenanya, melalui berbagai sirah kenabian yang dapat dijadikan Ibrah atas keberhasilan Rasulullah berkomunikasi dengan para istri, putra-putri dan keluarga, umat, komunitas, bahkan dalam berbangsa dan bernegara, terdapat beberapa etika yang penting kita jadikan pedoman di dalam ber-baya>n, diantaranya: pertama, senantiasa berbicara suatu kebenaran. Sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Ahzab [33]: 70 yakni perintah mengatakan kebenaran wa qulu qaulan sadidan. Serta merujuk pada hadis Nabi mengenai bahaya dan ciri orang munafik dalam Kitab Riyadh al-Salihin jilid 2.

***

Kedua, menjauhi tutur kata yang dilarang seperti hal-hal yang mengarah pada mencaci, mengumpat, mengadu donmba, menebar fitnah dan kebencian serta lainnya. Hal tersebut mengacu pada firman Allah dalam Surah al-Hujurat [49]: 17. Ketiga, melakukan yang dikatakan. Inilah yang sering terlupa oleh manusia. Mudah di dalam pengucap tetapi tidak nyata di dalam sikap. Maka oleh Allah hal ini dikecam sebagai Kaburo maqtan ‘indallah an taqulu mala taf ‘alun (dosa besar di sisi-Nya orang yang tidak melakukan apa yang ia katakan) dalam Surah Saf [61]: 2-3. Dalam riwayat al-Baihaqi juga disebutkan tentang kisah diperlihatkannya orang yang memotong lidahnya dengan gunting dari api saat Rasul menjalani isra’ mi‘raj .

Rasul menjelaskan bahwa orang-orang tersebut adalah mereka yang ahli berpidato namun tidak melaksanakan apa yang mereka sampaikan meskipun mereka juga membaca kitab Allah. Keempat, menjadikan media komunikasi sebagai media untuk mengajak manusia pada kebenaran. Dengan ini, Allah mengajak dengan diksi indah berupa pertanyaan wa man ah}sanu qawla yakni dalam Surah Fussilat [41]: 33. Namun sayangnya, fakta dan realita di lapangan sangat jauh dari etika komunikasi implementasi pemaknaan al-bayan dalam surah al-Rahman.

Banyak dari manusia dewasa ini yang berarih dari keempat etika diatas. Padahal jika salah satunya telah dikesampingkan maka yang lainnya akan dengan sangat mudah ditinggalkan. Maka, segala akibat yang timbul dari maraknya hoax, berkembangnya caci maki dan fitnah, klaim kebenaran dan ujaran kebencian serta permusuhan sampai tak jarang pada cyberbullying dan cybercrime harusnya telah sampai pada masa limit dan akan punah seiring pemahaman yang baik atas makna al-bayan dan seiring berpegang teguhnya pada ibrah atas pemahaman makna tersebut. Sehingga, pernyataan Paul Watzlawick yakni we can’t not communicate akan berujung pada harmonisnya kehidupan dan indahnya interaksi kemanusiaan. Wallahu a’lam.

Editor: An-Najmi

Baca Juga  Al-I’jaz Al-Bayani Sebagai Mukjizat Terbesar Al-Qur’an Perspektif Al-Rumani