Di dalam al-Quran, Allah SWT menginformasikan dan memperingatkan mengenai anak. Telisiknya, ada empat klasifikasi anak yang tercantum dalam al-Qur’an. Yang menegaskan seorang anak bisa menjadi kebanggan atau perhiasan, penyejuk, tetapi di sisi lain juga dapat menjadi ujian, bahkan menjadi musuh bagi kedua orang tuanya. Lantas, seperti apa penjelasan Al-Quran bahwa seorang anak bisa menjadi penyejuk jiwa, perhiasan, fitnah atau ujian dan musuh bagi kedua orang tuanya?
Klasifikasi Anak dalam Al-Qur’an
Pertama, anak sebagai perhiasan dunia atau zinah. Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang menjelaskan terkait status seorang anak sebagai perhiasan bagi orang tuanya, yakni di QS al-Kahfi ayat ke 46,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta dan keturunan atau anak-anak adalah perhiasan dunia (Zinah). Sebagaimana sifat perhiasan, ia bernilah mahal, indah dan menawan. Maka tidak salah, perhiasan tersebut harus kita (orang tua) jaga, rawat dan simpan agar dapat memperindah dan memperbagus kedua orang tuanya.
Perhiasan ini juga akan menyilaukan orang lain, maka para orang tua hendaknya berhati-hati, agar tidak salah merawatnya dan mengambil pengsuh juga guru bagi anak, dan jangan pula dapat memalingkan pemiliknya. Untuk itu Allah memerintahkan kita untuk senantiasa mengingat Allah Swt dan tidak lalai sebab perhiasan dunia tersebut, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Hadid [57]:20,
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”
Tafsir al-Qurthubi menceritakan tentang ‘Uyainah Ibn Hisni yang terlena dengan kekayaan dan kemuliaan, maka Allah Swt. memberitahukannya dan berfirman bahwa perhiasan dunia hanyalah tipu daya yang bisa hilang begitu saja. Dalam sebuah keterangan juga mengatakan bahwa “janganlah kita terperdaya dengan harta karena ia tidak kekal, begitupula perihal istri, bisa jadi hari ini adalah milikmu dan bisa jadi esok ia milik orang lain, sama hal nya dengan jabatan”.
Kedua, anak sebagai ujian. Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa anak sebagai ujian atau fitnah, di antaranya adalah QS. al-Anfal [8]:28,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Setiap orang yang mengaku beriman pasti diuji (Al-Ankabut ayat 2) dan salah satu ujiannya yaitu anak. Ada dan tidak adanya keturunan merupakan ujian bagi pasangan suami istri. Jika belum dikaruniai keturunan dalam waktu yang lama, pasangan suami istri tentu akan resah dan gelisah. Akankah mereka tetap yakin dan beriman kepada Allah dan mampu melaluinya?
Sedang lahirnya buah hati juga tidak kalah berat ujiannya, terkadang keturunan dapat melalaikan kedua orang tuanya dari mengingat Allah Swt. Untuk itu para orang tua jangan sampai lengah. Tentu kita masih ingat dengan kisah para Nabi Allah yang diuji keimanannya oleh Allah melalui anak-anak mereka, seperti Nabi Nuh yang anaknya tidak mau beriman kepada Allah, Nabi Ibrahim yang diperintah untuk menyembelih ananya Ismail, Nabi Ya’kub dengan anak-anaknya yang iri dan dengki pada saudara mereka sendiri, dan seterunya. Kisah-kisah agung mereka menjadi teladan bagi kita semua, khsususnya untuk para orang tua.
Ketiga, anak sebagai musuh orang tua. Klasifikasi anak dalam Al-Quran yang ketiga ini agaknya terlihat janggal, karena tidak mungkin atau susah seorang anak akan menjadi musuh orang tuanya, namun hal ini perlu diperhatikan. Hal tersebut diungkap langsung oleh QS. al-Taghabun [64]: 14,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam Fath al-Qadir, mufasir menjelaskan bahwa seorang anak terkadang mampu menghalangi orang tuanya untuk melakukan kebaikan dan menghalang-halangi menuju jalan Allah Swt. Maka sikap orang tua semestinya berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam jurang keburukan karena perilaku dan sikap anak sendiri.
Keempat, anak sebagai penyejuk jiwa. Klasifikasi anak dalam Al-Quran yang satu ini terdapat ayat yang menjelaskan tipe anak sebagai penyejuk jiwa, yakni pada ayat ke 74 surah al-Furqan,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Yang perlu digaris bawahi adalah kata qurrata a’yun yang bermakna permata hati, penyejuk mata, penyejuk jiwa. Dalam beberapa penafsiran, misalnya; Tafsir at-Thabari, Tafsir Zad al-Masir dan tafsir mu’tabaryang lainnya menjelaskan bahwa seorang anak yang menjadi permata hati adalah mereka yang senantiasa taat kepada Allah Swt, berbakti kepada orang tua dan menyebarkan manfaat kepada sesama.
Tipe Anak yang Didambakan Al-Qur’an
Tentu tipe inilah yang menjadi dambaan setiap orang tua, memiliki keturunan yang senantiasa menjadi penyejuk jiwa. Anak yang seperti ini yang nantinya akan menjadi tabungan amal jariyah bagi kedua orang tuanya, yaitu anak yang saleh yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.
Mengingat bahwa klasifikasi anak dalam Al-Quran ini bermacam-macam, maka kedua orang tua khususnya, harus bekerja sama dan berkolaborasi sedari awal, karena didikan orang tua lah dan pondasi dari pembentukan kepribadian anaknya,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ البَهِيمَةِ تُنْتَجُ البَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ؟
Dari Abu Hurairah RA., Nabi Saw. Bersabda: setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi, sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya? (HR. Al-Bukhari) Semoga kita dikaruniai keturunan yang saleh, salehah yang senantiasa menjadi penentram hati dan penyejuk jiwa, nantinya menjadi keturunan yang mampu mengangkat derajat kedua orang tuanya di sisi Allah Swt. Wallahu a’lam.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply