Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Dua Macam Elit Agama Komunitas Kitab (Ahl al-Kitab)

ahlul kitab
Sumber: https://www.assunnah.id

Selain menggunakan istilah ahl al-kitab, al-Qur’an juga menggunakan istilah allazina atainahum al-kitab dan allazina utu al-kitab. Penggunaan 3 isitilah tersebut oleh Al-Quran untuk menunjuk baik komunitas Yahudi maupun Nasrani, terkadang menunjuk salah satu, terkadang keduanya.

Hanya saja Istilah allazina atainahum al-kitab dan allazina utu al-kitab menyasar pada kelompok elit keagamaan sebab oleh al-Qur’an dua istilah ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan mereka terhadap al-Kitab. Berbeda dengan istilah ahl al-kitab yang al-Qur’an gunakan untuk menunjuk komunitas Yahudi dan Nasrani lebih umum tanpa memandang status sosial dan keagamaannya, kaya atau miskin, memahami kitab suci dengan baik maupun awam.

Tulisan ini akan fokus pada perbedaan allazina atainahum al-kitab dan allazina utu al-kitab dari perspektif kebahasaan dan perspektif faktual-historis sebagaimana diberitakan oleh ayat-ayat Al-Qur’an.

Perbedaan dari Perspektif Kebahasaan

Al-Qur’an menyebut istilah allazina atainahum al-kitab 8 kali, yaitu QS. Al-Qashash [28]: 52; QS. Al-An’am [6]: 20, 89, 114; QS. Al-‘Ankabut [29]: 47; QS. Al-Ra’d [13]: 36; dan QS. Al-Baqarah [2]: 121 dan 146. Secara literal kita dapati artinya adalah orang-orang yang kami beri al-Kitab.

Adapun istilah allazina utu al-kitab Al-Qur’an sebut sebanyak 18 kali, yaitu QS. Al-Mudatstsir [74]: 31 (dua kali); QS. Al-Baqarah  [2]: 101, 144 dan 145; QS. Ali Imran [3]: 19, 20, 100, 186, dan 187; QS. An-Nisa [4]: 47 dan 131; QS. Al-Bayyinah [98]: 4; QS. Al-Maidah [5]: 5 (dua kali), dan 57; QS. Al-Hadid [57]: 16; dan QS. Al-Taubah [9]: 29. Istilah allazina utu al-kitab berarti orang-orang yang diberi al-Kitab.

Kita ketahui bahwa allazina atainahum al-kitab menggunakan bentuk fiil ma’lum (kata kerja aktif), sedangkan allazina utu al-kitab menggunakan bentuk fiil majhul (kata kerja pasif). Mengenai perbedaan bentuk kebahasaan ini ahli bahasa Arab besar, Imam Raghib al-Asfahani menyebutkan frasa atainahum al-kitab mengindikasikan adanya penerimaan objek yang diberi al-Kitab. Berbeda halnya dengan utu (أوتوا) yang dalam bentuk pasif menunjukkan potensi tidak ada unsur penerimaan dari objeknya.

Baca Juga  Dua Nasehat Diri Warisan Nabi SAW: Berbicara dan Diam

Dilihat dari segi kebahasaan kita bisa menangkap adanya perbedaan sikap Komunitas Kitab dari cara mereka memperlakukan kitab sucinya. Ketiadaan unsur penerimaan dari objek yang Allah turunkan kitab suci kepadanya di sini diartikan sebagai penolakan terhadap kebenaran yang terkandung di dalamnya. Secara lebih rinci kita bisa lihat dari sikap Komunitas Kitab yang al-Qur’an sebut sebagai allazina utu al-kitab dalam uraian dibawah ini.

Perbedaan dari Perspektif Faktual-Historis

Perspektif ini berangkat dari tesis Izzat Darwazah, seorang mufassir sekaligus ahli sejarah kelahiran Palestina. Kendati al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang berada di luar kendali Nabi Muhammad, ia memiliki kaitan yang logis dan faktual dengan masyarakat Arab pra-kenabian, kehidupan pribadi Nabi Muhammad dan masyarakat era kenabian.

Al-Quran adalah teks otentik yang merekam perjalanan sejarah kenabian, ia memuat informasi faktual relasi antara Nabi Muhammad dengan berbagai kalangan masyarakat Arab. Al-Qur’an menjadi teks terpercaya untuk kita ambil sebagai basis menafsirkan sejarah kenabian.

Sehingga tidak melenceng jika kita menggunakan ayat-ayat yang menyebutkan masing-masing istilah allazina atainahum al-kitab dan allazina utu al-kitab untuk menemukan perbedaan keduanya secara faktual-historis.

Istilah allazina atainahum al-kitab selalu al-Qur’an gunakan dalam konotasi positif, seperti dalam QS. Al-Qashash [28]: 52-53. Ayat tersebut menginformasikan bahwa orang-orang yang kami beri al-kitab beriman kepada al-Qur’an.

Bahkan saat mendengar lantunan ayat suci mereka berkata, “Kami beriman kepadanya, sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami. Sungguh, kami sebelumnya adalah orang muslim.”

Saat komunitas Kitab yang al-Qur’an sebut sebagai orang-orang yang kami beri al-kitab mengetahui datangnya risalah terakhir, yaitu kenabian Muhammad, mereka langsung mengakui dan mengenali layaknya mengetahui anak-anaknya sendiri. Informasi faktual-historis ini Al-Qur’an sebutkan dalam surat Al-An’am [6]: 20 dan Al-Baqarah [2]: 146. Bahkan al-Qur’an menginformasikan ekpresi kegembiraan mereka atas turunnya wahyu al-Qur’an kepada Nabi Muhammad (QS. Al-Ra’d [13]: 36).

Baca Juga  Pentingnya Belajar Akhlaq menurut Imam Al-Ghazali

Nuansa positif sebagaimana ayat-ayat yang menyebutkan istilah allazina atainahum al-kitab tidak akan kita temukan dalam ayat-ayat allazina utu al-kitab. Kita bisa menemukan perbedaan keduanya dengan mudah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 145-146.

“Dan walaupun engkau (Muhammad) memberikan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang yang diberi Kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan engkau pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya eng-kau termasuk orang-orang zalim” (145). “Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya)” (146).

Ayat pertama, menggunakan istilah allazina utu al-kitab sebab agamawan Komunitas Kitab yang dimaksud adalah para penentang syariat Islam, yaitu perubahan arah kiblat. Sekalipun seandainya mereka telah mendapatkan keterangan dan kejelasan tentang syariat tersebut, mereka tetap tidak akan mengikuti kiblat umat Islam.

Berbeda dengan allazina utu al-kitab, kalangan agamawan komunitas Kitab yang dalam ayat kedua al-Qur’an sebut dengan istilah allazina atainahum al-kitab. Mereka mengetahui kebenaran kenabian Muhammad beserta syariat yang dibawanya.

Al-Qur’an di lain tempat menginformasikan pengingkaran orang-orang yang diberi al-Kitab atas janji yang telah dibuat dengan Allah, bahwa mereka akan mengimani risalah terakhir (QS. Al-Baqarah [2]: 101). Selain berkhianat, mereka juga berusahan menutupi kebenaran akan datangnya khatamul anbiya’ (QS. Ali Imran [3]: 187).

Tidak hanya relasi kalangan elit Komunitas Kitab dengan umat Islam, al-Qur’an telah mengabarkan adanya keretakan dalam internal mereka sendiri. Perselisihan di antara mereka ditengarai oleh kebenaran kenabian Muhammad dan syariat Islam yang telah tercantum dalam kitab suci mereka (QS. Ali Imran [3]: 13; QS. Al-Bayyinah [98]: 4).

Baca Juga  Al-Ghazali: Dari Berkarya Hingga Mengkritik (1)

Kesimpulan

Kita bisa tarik kesimpulan bahwa sekalipun istilah allazina atainahum al-kitab dan allazina utu al-kitab sama-sama Al-Qur’an gunakan untuk menunjuk kalangan agamawan Komunitas Kitab tetapi keduanya digunakan untuk entitas yang berbeda.

Perbedaannya jika dilihat dari perspektif kebahasaan, yaitu penggunaan kata kerja aktif untuk konotasi positif sedangkan kata kerja pasif untuk konotasi negatif. Adapun perspektif faktual-historis, keduanya berbeda dalam merespon kehadiran risalah kenabian Muhammad. Orang-orang yang kami beri al-kitab adalah kalangan elit agama Komunitas Kitab yang menerima syariat Islam, sedangkan orang-orang yang diberi al-kitab adalah kalangan elit agama yang menolak Islam.

Editor: An-Najmi Fikri R