Perkembangan teknologi menggerakkan manusia untuk senantiasa membiasakan berperilaku sesuai aturan dan norma dalam dunia maya. Dalam konteks modern, peraturan serta norma tersebut diistilahkan dengan cyber ethic. (SIBER MU:2022) Norma dan batasan tersebut adalah hal yang manusia perlukan. Sebab, berbagai bentuk penyimpangan seperti peretasan, pengiriman pesan sampah, penyalahgunaan data kartu kredit, perundungan siber, serta pemalsuan cek semakin tidak terkendali dan merajalela. Sehingga, manusia perlu mengatasi dan mengendalikan permasalahan tersebut. (PMM UMM: 2020)
Secara eksplisit, Al-Qur’an tidak membahas dan menyelesaikan persoalan di atas. Adapun ayat-ayat Al-Qur’an secara maudhu’i (tematik) menyinggung dan menuntaskan permasalahan serupa berdasarkan perkembangan zaman. Metode maudhu’i (tematik) terbentuk guna mencukupi kebutuhan berdasarkan pembahasan secara menyeluruh. Tujuannya, pesan dan isi Al-Qur’an dapat tertanam sekaligus mampu membimbing masyarakat serta menghindarkan dari kebiasaan buruk dalam penggunaan sosial media. (Al-Kumi: 1982, 17)
Sebagaimana tujuan Al-Qur’an sebagai pembimbing, beberapa ayat di dalamnya menyinggung dan menyelesaikan permasalahan berdasarkan sekian tema (maudhu’i) yang berkaitan erat dengan etika penggunaan sosial media, antara lain:
Verification Ethics (Etika Klarifikasi)
Dalam QS. Al-Hujurat [49]: 6 Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Al-Sa’di melalui tafsirnya menegaskan bahwa ayat tersebut tertuju kepada orang-orang berilmu. Maksudnya ialah hendaknya mereka memeriksa dan tidak menelaah mentah-mentah setiap informasi dan kabar yang mereka dengar. (Sa’di: 2019, 765)
Dalam konteks sosial media, informasi yang tersebar tidak terverifikasi dan cenderung tidak kredibel sumbernya. Sehingga, manusia perlu memverifikasi setiap informasi sebelum mereka sebarkan. Sebab itu, manusia perlu mengimplementasikan ayat di atas. Selain itu, ayat ini juga tepat menjadi pedoman dalam penggunaan sosial media.
Social Ethics (Etika Sosial)
Pada potongan Q. S Al-Hujurat [49]: 11 Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang direndahkan lebih baik dari mereka yang merendahkan…”.
Ibnu Katsir menegaskan, Allah Swt. secara langsung melarang manusia untuk mengolok-olok, mengejek, dan memandang rendah satu sama lain. Alasannya, sebagaimana tertera pada Shahih al-Bukhari, yaitu orang yang merendahkan dalam pandangan Allah Swt. belum tentu berada pada kedudukan yang lebih tinggi. Sebaliknya, orang yang direndahkan dalam pandangan-Nya bisa jadi memiliki kedudukan yang lebih tinggi. (Katsir: 2015, 587)
Dalam bersosial media, kebiasaan cyberbullying dan lontaran kebencian yang provokatif tidak lain adalah wujud kebiasaan mengolok-olok dalam keseharian. Berbekal ayat di atas, kebiasaan buruk demikian lazim untuk manusia hindari hingga bahkan menghilangkannya. Sehingga, implementasi ayat di atas berhasil sebagaimana tujuan Al-Qur’an berperan sebagai petunjuk dan pembimbing.
Privacy Ethics (Etika Perlindungan Privasi)
Dalam potongan Q. S An-Nur [24]: 27 Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya…”.
Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan tentang hukum tata cara sekaligus adab atau norma meminta izin. Maksudnya, meminta izin sebelum memasuki rumah seseorang adalah wajib. (‘Asyur: 2017, 146) Demikian dengan sosial media, manusia sepatutnya tidak mengakses berbagai data bersifat pribadi tanpa izin orang yang bersangkutan. Lebih penting, pengguna sosial media berdasarkan ayat tersebut selazimnya menjadi semakin disiplin menjaga dan melindungi datanya agar tidak menjadi konsumsi publik.
Communication Ethics (Etika Komunikasi)
Dalam QS. Qaf [50]: 18 disebutkan, “Tiada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)”.
Abu Bakar al-Jaza’iri menguraikan ayat tersebut berkenaan dengan setiap apa yang manusia ucapkan ialah senantiasa berada di bawah pengawasan malaikat Raqib dan senantiasa menjadi catatan bagi malaikat ‘Atid. (al-Jaza’iri: 1990, 143) Zaman yang berkembang dengan pesat menjadikan masyarakat cenderung mengunggah berbagai kegiatan pribadi ke publik. Padahal, berbagai macam informasi pribadi yang seharusnya tidak layak untuk dikonsumsi publik menjadi ajang perlombaan untuk diobral dengan bebas di sosial media. Berbekal ayat di atas, selazimnya kita memeriksa ulang setiap apa yang hendak kita posting agar layak menjadi konsumsi publik.
Etika Berdakwah
Pada QS. Al-Nahl [16]: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Jalaludin al-Suyuthi secara eksplisit menjelaskan bahwa ayat tersebut mengingatkan agar manusia mengajak atau menyeru dengan perkataan yang lembut sekaligus mendoakan agar dengan senang hati berkehendak mengikuti ajakan tersebut. (Suyuthi: 2010, 255)
Dalam konteks modern, strategi berdakwah selayaknya terkemas dalam desain nan menarik dan tidak terkesan memaksa kepada kelompok yang menjadi objek dakwah. Seperti halnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., metode atau strategi yang Allah Swt. ajarkan ialah berkata dengan sopan dan lembut. Tujuannya agar umat mereka dapat menerima dengan senang hati.
Penutup
Secara langsung, beberapa etika yang digaungkan al-Qur’an di atas sangat cocok dan relevan dengan zaman modern. Hal tersebut semakin mendukung bahwa kitab suci tersebut bersifat saalihun likulli zaman wa makan (relevan untuk setiap tempat dan waktu). Sehingga, nasihat-nasihat dan peringatan al-Qur’an memang selayaknya terus diinterpretasi makna dan maksudnya agar manusia dapat hidup dengan pedoman yang tepat. Adapun dengan metode maudhu’i, ayat-ayat al-Qur’an dapat digali dan dipahami lebih dalam sebagaimana tantangan zaman yang selalu menuntut kebutuhannya.
Referensi
49 UMM, PMM Kelompok. “Cyber Ethics Dalam Sisi Negatif Dan Positif Perkembangan Teknologi Informasi.” Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, November 29, 2020. https://kumparan.com/m-randy-anugerah/cyber-ethics-dalam-sisi-negatif-dan-positif-perkembangan-teknologi-informasi-1ugVV927lC2/1.
’Asyur, Muḥammad al-Ṭāhir bin. Al-Tahrir Wa al-Tanwir. 8 vols. Beirut: Da>r Ibn H{azm, 2021.
Al-Sa’di, Abdurrhman bin Nasir. Taysir Al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan. 1 vol. Beirut: Da>r Ibn H{azm, 2019.
Dimasyqi, Ismā‘īl bin ‘Umar bin Katsīr al-Qurasyī al-Buṣrī ad-. Tafsir Al-Qur’an al-’Adhim. 5 vols. Beirut: Da>r al-Kutub al’Araby, 2011.
Al-Jaza’iri, Abū Bakr Jābir bin Mūsā bin ‘Abd al-Qādir bin Jābir. Aysar Al-Tafasir Likalam al-’Aliy al-Kabir. 5 vols. Jeddah: Rasim Liddi’ayat wa al-I’lan, 1990.
Al-Kumi, ‘Abd al-Raḥmān Ḥabīb Allāh. Al-Tafsīr al-Mawḍū‘ī Li al-Qur’Ān al-Karīm: Ta’rīfuhu, Ḍawābiṭuhu, Maṣādiruhu, Maṭālibuhu. Kairo: Universitas Al-Azhar Mesir, 1982.
Suyuthi, Abd al-Raḥmān bin Abī Bakr bin Muḥammad bin Sābiq al-Dīn al-Khuḍayrī al-. Tafsir Jalalayn. 2 vols. Pakistan: Makatabah al-Busyra, 2010.
Tanjung, Afriansyah. “Cyber Ethics: Perlunya Penerapan Etika Dalam Berwahana Di Dunia Siber.” SIBERMU: Universitas Siber Muhammadiyah, July 11, 2022. https://sibermu.ac.id/artikel/lintas-sibermu-8-cyber-ethics-perlunya-penerapan-etika-dalam-berwahana-di-dunia-siber/.
Editor: Dzaki Kusumaning SM

























Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.