Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Cerdas dengan Tauhid

Tauhid
Sumber: islami.co

Sesungguhnya kemusyrikan mengindikasikan kebodohan dan keterbelakangan pelakunya. Demikian pula sebaliknya, tauhid mengindikasikan kecerdasan dan kemajuan pelakunya. Setiap orang musyrik pasti terbelakang cara berfikinya, sedangkan orang bertauhid pasti cerdas dan maju cara berpikirnya. Karena itu, sesungguhnya yang disebut sebagai ulul albab adalah orang orang yang bertauhid. Mengapa demikian?

Ketika seseorang mengetahui bahwa pencipta alam semesta, pemberi rizki, dan pengatur segala urusan hanyalah Allah saja, kemudian ia enggan beribadah kepada-Nya, bukankah ini merupakan bentuk kebodohan? Terlebih lagi jika seseorang kemudian menyejajarkan Allah pencipta alam semesta ini dengan makhluk ciptaan-Nya dalam hal kekuasaan dan dalam hal mendapatkan hak.

Mengapa Mereka Disebut Jahiliyah?

Bukankah kaum musyrikin Arab Quraisy pada zaman Nabi dahulu mendapat predikat sebagai orang-orang jahiliyah? Apakah karena mereka tidak memiliki kemampuan teknologi-misalnya-persenjataan, perniagaan atau komunikasi (tentu yang sesuai dengan ukuran zaman itu)? Jawabannya tentu bukan! Mereka mendapat gelar jahiliyah karena mereka adalah masyarakat yang memuja berhala, menjadikan makhluk sebagai tuhan, memohon keselamatan kepada benda mati dan sebagainya.

Padahal mereka mengerti bahkan berikrar bahwa Allah adalah satu satunya pencipta alam semesta, pemberi rizki bagi seru sekalian makhluk, pengatur segala urusan. Yang Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, dan penguasa bumi dan langit beserta segenap isinya.

Allah menceritakan ikrar mereka akan sistem tauhid ini, atau yang lumrah disebut tauhid rubūbiyah:

Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka?”, niscaya mereka menjawab, “Allah”. Jadi bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS. az-Zukhruf: 87)

Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”. Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” (QS. Luqman: 25)

Baca Juga  Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 5: Penciptaan Manusia

Demikian beberapa ayat yang menceritakan ikrar mereka akan kekuasaan Allah, bahwa Allah pencipta, pemberi rizki dan pengatur segala sesuatu. Namun demikian, tetap saja mereka disebut kaum musyrikin. Karena sikap yang memuja berhala dan menjadikan mahluk sebagai tuhan.

Wajarlah ketika mereka diingatkan supaya meninggalkan berhala-berhala sebagai sembahannya dan supaya mengikuti wahyu Allah & serta hanya beribadah kepada-Nya, mereka menolak seraya menjawab, “Kami hanya mengikuti tradisi yang dilakukan nenek moyang kami semenjak dahulu.”. Banyak ayat yang menceritakan sikap dan perilaku mereka ini, di antaranya firman Allah:

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. (Surat Al-Baqarah 170)

Larangan Taklid Buta

Ayat ini jelas menunjukkan kebiasaan taklid buta kaum musyrikin dan menunjukkan betapa tidak cerdasnya mereka. Oleh karena itu, selanjutnya Allah berfirman yang artinya:

 “Dan perumpamaan (orang yang memanggil) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, oleh sebab itu mereka tidak mengerti.” (Al-Baqarah (2): 171)

Di sisi lain, bisa diperhatikan pula argumen-argumen yang menunjukkan kelambanan cara berfikir mereka dalam memahami persoalan keyakinan. Yaitu ketika mereka melakukan peribadatan kepada berhala atau orang-orang agung yang telah meninggal dunia atau malaikat, mereka beranggapan bahwa itu merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah yang kemudian mereka sebut sebagai wasilah. Padahal sejatinya mereka telah memberikan hak doa atau peribadatan kepada selain Allah.

Allah menceritakan anggapan bodoh mereka dalam firman-Nya sebagai berikut:

Baca Juga  Tafsir Surat Lukman: Mendidik Anak ala Lukman Al-Hakim

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari syirik. Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung yang dipuja-pujanya (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. az-Zumar: 31)

Itulah penyebab mereka menyembah patung-patung yang mereka anggap sebagai perwujudan para malaikat; yaitu supaya para malaikat itu memberi syafa’at kepada mereka di sisi Allah dan supaya para malaikat itu menjadi wasilah untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sehingga mereka selalu ditolong, rizkinya lancar, dan kebutuhan duniawinya terpenuhi.

Inilah syubhat (kerancuan pemahaman) yang selalu menjadi sandaran kaum musyrikin semenjak zaman dahulu hingga sekarang. Para rasul Allah telah datang untuk membantah serta melarang syubhat mereka, dan mengajak mereka untuk hanya beribadah kepada Allah saja. Sesungguhnya tindakan kaum musyrikin (menjadikan berhala sebagai wasilah untuk menyembah Allah) hanyalah rekayasa mereka sendiri. Hal itu tidak pernah diizinkan Allah dan tidak pernah diridhai-Nya. Yang demikian bukanlah kelakuan orang yang cerdas.

Bertauhid Sebagai Ciri Orang Cerdas

Orang yang cerdas ketika memahami bahwa Allah adalah pencipta segenap makhluk, pemberi rizki, dan pengatur segala sesuatu, maka ia akan dengan penuh tanggung jawab memberikan seluruh peribadatan hanya ke pada-Nya saja serta menjalankan seluruh kewajibannya. Sebab, bagaimana mungkin ia menyembah sesuatu yang tidak menciptakan, tidak memiliki apa-apa, dan serba terbatas?

Orang yang demikian ini mengindikasikan kecerdasan dan kemajuan cara berpikirnya. Meskipun misalnya ia tidak pernah memakai sepatu, apalagi dasi. Karena pekerjaannya selalu berlumuran lumpur sawah atau bergumul dengan sapi/lembu. Pakaian bersihnya hanya dipakai ketika shalat berjamaah di masjid, atau ketika berkumpul dengan keluarganya di rumah, atau ketika mempunyai keperluan lain di tempat lain. Tetap saja ia disebut sebagai orang cerdas, orang yang faham dan berakal.

Baca Juga  Sujud: Antara Ketundukan dan Kesyirikan Terhadap Allah

Sebagai contoh, kisah seorang mu’min di suatu negeri pada zaman rasul-rasul terdahulu yang diabadikan di dalam al-Qur’an. Kisah tentang seseorang yang cerdas dengan sikap bertauhidnya dan keimanannya kepada Allah. Ayat yang mengisahkan hal ini antara lain dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai pembanding dari kebodohan orang musyrikin yang menjadikan selain Allah sebagai sembahan. (Majmü’ Fatăwa Syaikhi al- Islam Ibn Taimiyah (3: 105)

Kalau orang ingin meninggalkan keterbelakangan dan kebodohan maka harus meninggalkan kemusyrikan, sebab kemusyrikan adalah kebodohan. Sebaliknya, setiap orang yang cerdas pasti akan memilih hidup bertauhid, sebab pilihan hidup tauhid menunjukkan kefahaman pelakunya. Sedangkan kefahaman menunjukkan kecerdasan. Wallahu a’lam.

Editor: M. Bukhari Muslim