Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Bukuku Menginspirasiku: Sebuah Catatan

pendidikan

Pengalaman masa kecil paling dini yang tersimpan di memori adalah ketika aku berusia dua setengah tahun. Kami berfoto di studio satu keluarga, bapak-ibu, beserta delapan bersaudara dengan aku sebagai sosok terkecil. Pada saatnya kami mendapat tiga adik, sehingga menjadi sebelas bersaudara. Kakak pertama dan kedua berpose mengenakan celana panjang sebagai santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

Kira-kira di usia dua setengah tahun itulah aku berinteraksi dengan buku bapak yang tertata rapi di almari. Aku suka memandangi buku-buku bapakku yang beraneka. Ada yang tebal dan ada pula yang tipis. Bersamaan dengan masa belajar mengaji, aku mengetahui bahwa sebagian dari buku-buku bapakku adalah berbahasa Arab. Kami menyebutnya kitab.

Aku terpesona dengan koleksi buku-buku dan berbagai kitab bapak di almari, dan terkesan dengan kebiasaan bapak kami membaca buku setiap pagi habis subuh dengan suara keras, seperti sedang berpidato, untuk membangunkan kami dan mungkin untuk menumbuhkan minat baca kepada kami.

Saat duduk di SD kami biasa diajak bapak ke Pasar Legi Kotagede pada hari libur sekolah, yakni Jumat. Bapak kami mengunjungi kelompok penjual burung. Beliau penggemar burung perkutut. Koleksinya mencapai 200 an ekor. Masing-masing ditempatkan dalam satu sangkar. Kadang kami membantu memberi makan otek campur ketan hitam dan air dari kendi, dan kadang kala membantu menurunkan burung dari kerekan bila turun hujan, sedangkan bapak masih berjualan di pasar Beringharjo. Sesekali waktu kami dikenalkan oleh bapak ciri-ciri perkutut yang berbakat memiliki suara merdu.

Jumat legi merupakan kesempatan yang selalu kami nanti-nanti untuk main ke pasar melihat ayam, merpati, dan mengunjungi penjaja buku, majalah, komik, dan bahan bacaan lainnya. Bila ada yang menarik kami segera menghampiri bapak untuk dibelikan buku atau majalah itu. Kami pun bergantian membacanya di rumah bersama adik dan kakak.

Usai mengikuti khitanan massal yang diselenggarakan oleh Pimpinan Muhammadiyah Cabang Kotagede, ketika duduk di kelas 3 SD, aku menghibur diri dengan membaca buku Kisah 25 Nabi dan Rasul. Pada kesempatan lain aku mengunjungi perpustakaan pengajian anak-anak Masjid Mataram Kotagede untuk membaca aneka buku cerita. Kadang kami mengunjungi penyewaan komik dan meminjam untuk beberapa hari. Komik favoritku adalah serial Petualangan Panji Tengkorak. Buku-buku dan komik itu mengajarkan tentang kekesatriaan: menolong yang lemah dan tertindas serta membela kebenaran.

Baca Juga  Meneladani Hari Santri: Menginspirasi Siswa Madrasah Ibtidaiyah Menuju Kematangan Beragama dan Ilmu

Kebiasaan berlama-lama membaca komik sangat membantuku ketika mengaji di pesantren. Ketika teman-teman bermain aku membaca pelajaran, baik di kamar, serambi masjid, maupun di atas batu di pinggir sungai Pabelan. Ustadz Subagyo berbaik hati meminjamkan buku non-pelajaran kelas untuk dibaca, antara lain tentang keimanan.

Kebiasaan membaca buku di Pesantren Pabelan berlanjut ketika aku pindah ke Gontor duduk di kelas tiga, setara dengan kelas tiga tsanawiyah. Selain membaca buku di perpustakaan pada hari Jumat, aku suka melihat-lihat dan membaca buku di toko koperasi pelajar. Karena tidak cukup punya uang untuk membeli.

Suatu kebanggaan tersendiri ketika tulisanku tentang nilai-nilai pendidikan dalam kepramukaan mendapat penghargaan sebagai juara pertama di kalangan santri Gontor pada Peringatan Setengah Abad Gontor 1978 dan memperoleh hadiah Al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI. Aku pun enggan melepas ketika salah seoerang kawan menawarkan untuk ditukar dengan dua buah Al-Quran dari Kementerian Agama.

Ketika mendapat kesempatan untuk praktik mengajar di Gontor, usai duduk di kelas enam, kami menempuh pendidikan di Insitut Pendidikan Darussalam. Kami harus lebih banyak membaca buku. Kami pun belajar menulis untuk majalah mahasiswa, Himmah, nama yang sama dengan majalah mahasiswa UII Yogyakarta tahun 1980 an. Kami membedah buku dan mendiskusikan tulisan-tulisan yang menarik, termasuk yang dimuat di majalah-majalah berbahasa Arab. Suatu kejutan ketika aku dibebaskan dari menempuh ujian salah satu mata kuliah. Karena membuat resume buku Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan.

Bersamaan dengan maraknya gairah Pengkajian Nilai-Nilai Dasar Islam (PNDI) dalam kelompok-kelompok usroh di kampus-kampus, aku mengkaji buku-buku Sayyid Quthb sebagai tokoh Ikhwanul Muslimin yang sangat militan. Kami pun berkelompok dengan beberapa mahasiswa-guru dengan komitmen tertentu. Pernah pula kami mengundang aktivis usroh jaringan perguruan tinggi untuk berbagi.  

Melanjutkan studi doktoral, lanjutan Sarjana Muda/BA, di UIN (dahulu IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta kami membaca buku-buku kecil terbitan Yayasan Nida Yogyakarta karya Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, MA., selaku pengampu mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama. Puncaknya kami mengaji sorogan buku Joachim Wach, The Comparative Study of Religions.

Setiap mahasiswa dalam satu kelas mendapat giliran untuk membaca satu alinea lalu menerjemahkan dan menyimpulkan isinya. Siapa yang gagal akan diganti. Bila semua anggota kelas tidak dapat melakukan, maka kuliah dihentikan, tidak peduli perkuliahan baru berlangsung berapa menit. Kami pun belajar berkelompok di luar kelas khusus untuk menghadapi perkuliahan Pak Mukti Ali. 

Baca Juga  Ramadhan Mau Pergi, Namun Pandemi Masih Di Sini

Membaca buku menjadi menu sehari-hari untuk menyusun makalah setiap mata kuliah, baik S1, S2, maupun S3. Untuk keperluan itu kami harus hunting buku di berbagai perpustakaan di Jogjakarta. Karena tidak semua yang diperlukan tersedia di perpustakaan kampus. Sebagian buku cukup dibaca dan dikutip saja lalu dikembalikan dan sebagian yang lain difotokopi. Kadang kami memfotokopi buku-buku baru yang dikenalkan oleh dosen-dosen menjadi koleksi pribadi.  

Gairah membaca terus terpelihara. Tiap minggu aku bisa membeli 20 an buku loak murahan. Tidak tentu semua buku terbaca dengan saksama. Tapi lumayan, menjadi koleksi yang bisa dibaca kapan-kapan, hingga tiba saatnya membaca buku untuk menulis buku. Selain buku, aku juga mengoleksi majalah Intisari, baik dari loakan maupun membeli terbitan terbaru. Bukuku Kearifan Semesta: Inspirasi untuk Kesuksesan dan Kebahagiaan (Jakarta: Gramedia, 2015) sebagian besar isinya adalah kutipan kata-kata mutiara dari majalah Intisari.

Bukuku yang pertama yang merupakan bahan ajar kuliah Konsep dan Hikmah Akidah Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997). Disusul hasil penelitian Jihad dalam Al-Quran (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), dan bukuku yang juga menjadi buku ajar Al-Quran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998). Berikutnya setiap tahun rata-rata terbit dua buah buku. Bukuku yang andalanku adalah trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramdedia, 2011, cetak ulang 2020).

Selain buku-buku Sayyid Quthb, bukuku yang sangat berpengaruh pada diriku adalah karya Syaikh Mahmud Syaltut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Min Taujihat al-Islam (Darul Qalam), Sayyid Sabiq, Aqidah Islam (Bandung: CV Diponegoro), dan Sumber Kekuatan Islam (Surabaya: Bina Ilmu). Di samping buku-buku tentang pemikiran, aku mengonsumsi buku-buku motivasi karya Dale Carnagie dan lain-lain.

Baca Juga  Jurnalisme Profetik: Dakwah bil Qalam Pada Era Digital

Bukuku yang terakhir yang kubaca adalah karya Brian Klemmer, Samurai Pengasih: Prinsip-Prinsip Samurai untuk Mencapai Kesuksesan di Masa Kini (Jakarta: Gemilang, 2017), dan karya Lola A. Akerstrom, LAGOM: Not too Little not too Much, Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia (Jakarta: PT Rene Turos, 2019).

Samurai Pengasih adalah individu yang tegas, terhormat, dan efektif. Ia membuat perubahan bagi orang lain juga dirinya sendiri. Ada dua jenis manusia. Pertama, mereka yang baik dan penuh perhatian, tapi tak mampu mewujudkan apa pun. Kedua, mereka yang dapat mewujudkan segala sesuatu – merekalah sang kreator, penggagas, dan pembangun yang agresif di masyarakat. Namun mereka acapkali egoistis, tamak, dan tak berperasaan. Samurai Pengasih adalah perpaduan kedua jenis manusia tersebut. Dialah sosok individu yang tegas, efektif, sekaligus terhormat, dan baik budi.

Pada bukuku yang kusebutkan sebelumnya, Samurai Pengasih mengatakan apa yang mereka maksudkan dan melakukkan apa yang mereka katakan. Mereka membuat janji yang berani dan menepati. Orang biasa melakukan apa yang mereka katakan sepanjang hal itu menyenangkan. Samurai Pengasih tidak mencari keuntungan pribadi. Dia yakin sepenuhnya pada sikap melayani sesama, bahkan jika itu harus mengorbankan dirinya sendiri. Kerelaan untuk memberi bukan berarti hidup dalam kerugian.

Brian mengemukakan sepuluh jalan hidup yang harus ditempuh untuk bisa meraih impian tanpa mencelakakan orang lain: komitmen, bertanggung jawab secara pribadi, kontribusi, fokus, kejujuran, kehormatan, kepercayaan, kelimpahan, keberanian, dan pengetahuan. Komitmen berarti, adalah mungkin bagi seseorang untuk mencurahkan pusat perhatiannya pada suatu tujuan atau maksud, sebuah gerakan atau cita-cita, yang barangkali jauh lebih penting baginya ketimbang hidup atau matinya. Brian menuntun pembaca menjadi pribadi yang sukses karir, banyak teman, dan memiliki hubungan sosial yang baik.     

Buku Lola A. Akerstrom memberikan wawasan tentang logum sebagai cara hidup bahagia yang menyenangkan, simpel dan pas. Inilah rahasia kenapa Swedia menjadi salah satu negara dengan penduduk paling bahagia di dunia. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa. Buku ini membantu pembaca untuk melakukan perubahan-perubahan kecil yang dapat menjadikan hidup lebih bahagia dan berkualitas lagi. Not too little not too much. Pas!

Penyunting: M. Bukhari Muslim

Muhammad Chirzin
Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta