Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Bu Tejo dan Tiga Tahapan Gibah yang Belum Banyak Diketahui

bu tejo
sumber: youtube

Judul film Tilik mengguncang jagad maya. Film pendek karya Ravacana film yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Jogjakarta (DIY) ini berdurasi sekitar 30 menit. Dalam bahasa Jawa, Tilik mempunyai arti menengok. Seperti dalam film ini, Bu Tejo dan rombongan desanya menengok atau menjenguk Ibu Kepada Desa yang tengah di rawat di rumah sakit.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Bu Tejo ini menggibahkan Dian (seorang kembang desa) yang sudah berumur tapi tak jua menikah. Dalam filmnya, Bu Tejo juga mengatakan kepada teman-teman rombongannya bahwa Dian adalah wanita nakal, perebut suami orang. Bu Tejo menggibahkan Dian bukan tanpa alasan. Alasannya karena Bu Tejo adalah orang yang melek informasi digital. Sehingga, dengan mudah Bu Tejo mendapatkan informasi perihal Dian.

Dari kasus di atas timbul sebuah pertanyaan. Apa yang dimaksud dengan gibah? Dan bagaimana pula al-Quran menjelaskan bahaya gibah?

Pengertian Gibah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali mendengar, “Hayooo… lagi gibahin siapa?” pertanyaan dan fenomena ini seolah tidak lagi tabu, melainkan menjadi kebiasaan lalu membudaya dikalangan masyarakat. Padahal, agama telah menerangkan akan bahaya yang ditimbulkan dari gibah ini. Bahkan, seseorang yang melakukan gibah diibaratkan sebagai seseorang yang memakan daging (bangkai) saudaranya yang telah mati! Lalu, apa arti gibah yang sebenarnya?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) gibah berarti menggunjing atau membicarakan keburukan orang lain. Gibah termasuk bahaya lisan yang harus dihindari karena dapat menghapus amal bagi siapa saja yang melakukannya.

Dengan demikian, gibah merupakan perkataan dan perbuatan yang bersifat mengolok-olok, mengungkapkan aib, dan menjelekkan orang lain. Untuk mendapatkan informasi mengenai gibah ini tentunya kita masuk pada penjelasan al-Qur’an terkait gibah.

Baca Juga  Membunuh Kematian: Sebuah Tantangan Kontekstualisasi Alquran

Menyelami Bahaya Gibah

Setelah mengetahui arti dari gibah. Mari kita menyelami bahaya gibah dengan membaca firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 12:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢

“Wahai orang-orang yang beriman! Juahilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan-lah ada diantara kamu yang mengunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.”

Tahap awal dari gibah adalah dzan yaitu prasangka. Ibn Katsir menjelaskan dalam kitabnya Tafsir al-Qur’an al-Adzim, bahwa Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia bercerita, Rasulullah bersabda, yang artinya:

 “Jauhilah prasangka. Karena prasangka adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian meneliti rahasia orang lain, mencuri dengar, bersaing yang tidak sehat, saling dengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba yang bersaudara.”

Apabila kita mencoba untuk mengamati firman Allah di atas. Tentunya gibah tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada tahap-tahap yang memicunya, sehinggga menimbulkan bahaya yang sangat besar. Apa saja tahap bahaya gibah itu?

Tahap Pertama:

Dalam firman Allah di atas, tahap pertama yang menjadi sorotan adalah kata zhan yang berarti prasangka. Sehingga, dari prasangka ini akan memunculkan sebuah pikiran dan hati untuk menduga-duga.

Tahap kedua:

 Setelah zhan maka selanjutnya adalah munculnya  tajassus yang berarti mencari-cari kesalahan orang lain atau mencari aib orang lain.  Nah, pada pencarian aib ini, secara otomatis manusia akan mengorek apa yang telah tertutup, menggali apa yang belum terbuka, dan menyingkap apa-apa yang yang masih samar.

Baca Juga  Tasawuf Cinta Layla Majnun Ala Syekh Nizami Ganjavi

Tahap ketiga:

Setelah dzan (prasangka)dan tajassus (mencari kesalahan), maka tahap selanjutnya adalah gibah. Telah kita ketahui bersama, gibah merupakan dosa dan menyebabkan pergunjingan. Akibatnya benih mengolok-olok satu dengan yang lain pun terjadi. Dengan mengolok-olok yang bernasab bisa tercerai-berai – yang bertetangga bisa tak lagi menyapa – yang bermasyarakat bisa hancur seketika – pun yang bernegara bisa bermusuhan memecah-belah.

Kasus Bu Tejo

Penjelasan di atas menginformasikan kepada kita semua. Begitu bahayanya gibah ini. Muhammad Ali Hasyimi dalam bukunya, Apakah Anda Berkepribadian Muslim?, menuliskan bahwa  begitu jijiknya orang yang orang yang suka menggunjing diibarakan memakan daging (bangkai) saudaranya.

Kasus Bu Tejo dalam film Tilik yang menggibahkan Dian dapat menjadi cerminan. Gibah memang adalah kebenaran yang dinyatakan dikhlayak ramai. Hingga, bermaksud menimbulkan pergunjingan dan perpecahan. Namun, setelah mengetahui mengenai gibah dan bahaya yang timbulkannya. Pelaku gibah mendapatkan angin segar untuk memperbaiki kesalahannya. Sebagaiman pada akhir ayat surah al-Hujurat ayat 12 tertulis, wattaqullah yaitu bertakwalah kepada Allah.

Ibn Katsir menerangkan maksudnya adalah jadikanlah perintah dan larangan Allah sebagai pengawas bagi kita, berharap, dan takut hanya kepada Allah. Allah Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. Taubat bagi orang yang melakukan gibah dengan cara menyesali perbutannya dan tidak mengulangi perbuatannya.

Editor: Ananul NH

Presidium 1 Fascho Learing Center (FLC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Ciputat tahun 2018-2019, alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Jurnalis Madrasahdigital.Co