Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Bolehkah tertawa terbahak-bahak dalam Islam?

terbahak-bahak
Sumber: https://wiz.or.id

Tertawa terbahak-bahak adalah tertawa dengan suara keras dan besar. Tertawa semacam ini biasa dilakukan oleh seseorang untuk mengambil perhatian orang lain dan agar dirinya dikagumi orang lain. Selain itu tertawa semacam ini juga berpotensi mengganggu orang disekitarnya. Dalam Islam tertawa terbahak-bahak dihukumi makruh (dibenci).

Rasululallah SAW sendiri tidak pernah tertawa, hanya tersenyum dan menolehkan wajah dengan penuh. (Ja’far, Auf, Mas’ud, dari Auf Abdillah). Berdasarkan hadis di atas, Abu Laits As-samaraqandi mengatakan bahwa tertawa terbahak-bahak dihukumi makruh. Sedangkan tersenyum dihukumi sunnah, maka alangkah baiknya; orang yang berakal menjauhi tertawa terbahak-bahak. Karena hal tersebut meanadakan banyaknya tangis nanti di akhirat kelak, hal ini di perkuat dengan firman Allah. (At-Taubah ayat 82)

فَلْيَـضْحَكُوْا قَلِيْلًا وَّلْيَبْكُوْا كَثِيْرًا ۚ جَزَآءً بِۢمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Maka, biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat.”(QS. At-Taubah 9: Ayat 82)

***

Diceritakan dari al-Faqih Abu Laits As-Samaraqandi; bahwa suatu hari Rasulullah bertemu dengan para sahabat yang sedang berbicara sesuatu disertai dengan tawa-tawa kemudian Rasulullah SAW menasihatinya: “sebaiknya kalian mengingat sesuatu yang bisa melenyapkan kelezatan”, sahabat bertanya“ apa itu ya Rasulullah”. Rasulullah menjawab” yaitu dengan mengingat kematian”. Kemudian di suatu waktu Rasulullah melihat orang yang tertawa terbahak-bahak.

Kemudian Rasulullah berbsabda “ demi Allah jika kalian mengetahui sebagaimana yang aku ketahui nisacaya kalian akan sedikit tertawa dan banyakl menangis.” Di kesempatan yang lain Rasulullah SAW bertemu dengan kejadian serupa, Kemudian Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan Kembali asing, maka beruntunglah orang yang asing (bragama islam) kelak di hari kiamat.” mereka bertanya siapa mereka ya Rasulullah”, jawabnya “yaitu orang yang terus memperbaiki dirinya (akhlak manusia) di kala kebejatan moral melanda manusia”.

Bahkan, Ketika nabi musa berguru dengan nabi khidir, nasihat yang dia berikan salah satunya adalah larangan tertawa, nasihatnya adalah sebagai berikut:

Baca Juga  Pin Upward Casino Análisis, Bonos Y Depósito Mínimo 2024"</tg

قَالَ يَا مُوسَى إِيَّاكَ وَالدَّجَاجَةَ وَلَا تَكُنْ مَاشِيًا بِغَيْرِ حَاجَةٍ وَلَا تَضْحَكُ مِنْ غَيْرِ عَجَبٍ وَلَا تَعْجَبْ عَلَى الْخَاطِئِي بِخَطِيئَتِهِ (يَعْنِي) لَا تُعَيِّرَ الْخَاطِئِينَ بِخَطَايَاهُمْ وَأَبْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ يَا ابْنَ عِمْرَانَ

“Hai Musa janganlah terlalu banyak bicara dan jangan pergi tanpa perlu,dan jangan tertawa tanpa sebab, juga jangan menertawakan orang salah (menunding mukanya) dan dosa yang kau perbuat, hai putra Ali Imran,”

***

Seorang tabiin besar yang ahli dalam bidang fiqih dan tafsir yaitu Hasan Al-Basry (641 M- 728 M). Berkata sungguh aneh bagiku, orang yang diintai api neraka tapi masih sempat tertawa dan orang yang berda dalam bayang-bayang maut tapi masih sempat bersuaka ria.

Kemudian disuatu hari hasan al-Basry menemui seorang pemuda yang sedang tertawa terbahak-bahak, berkata “wahai pemuda (yang tertawa terbahak-bahak) apakah engkau yakin akan keselamatanmu melintasi shiratn jawabnya “belum”. apakah engkau juga sudah bisa memastikan bahwa dirimu masuk surga atau neraka, jawabnya “belum”. Lalu apa yang menyebabkanmu tertawa? Kemudian berhentilah pemuda itu dari tertawa yang tidak dibenarkan dan bertobat.

Abu Hurairah pernah menyesali dirinya ketika beliau tertawa satu kali saat berdebat dengan Amr Ubaid golngan Qadariyyah. Pada saat itu Abu Hurairah berhasil mendebat perkataan Amr. Dan beliau merasa sudah menang sampai beliau tertawa. Kemudian, dia berkata engkau membahas ilmu tapi dengan tertawa, sudah cukup bagiku untuk tidak berbicara denganmu selamanya; yang menjadi kekecewaan beliau adalah seandainya beliau tidak tertawa mungkin dia akan salut denganya dan menjadi kemaslahatan sebuah ilmu.

***

Ibnu Abbas berkata bahwa barangsiapa yang tertawa saat berbuat maksiat maka akan bercucuran air mata dineraka  artinya orang yang banyak tertawa di dunia maka akan banyak tangis baginya kelak di akhirat, sebaliknya orang yang banyak menangis di dunia maka akan banyak kebahagiaan yang dia peroleh di akhirat. menurut Yahya Mu’adz Razy ada 4 hal yang menjadi pengahpus kesenangan dan tertawa orang mukmin yaitu ingat akhirat, mencari nafkah untuk diri dan keluarganya, tertimpa musibah, dan kacaunya pikiran akibat dosa yang dia lakukan.

Baca Juga  Sebab Ramadan Menjadi Bulan Ampunan dan Keberkahan

Al-faqih Abu Laits As-Samaraqandi menambahkan di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin bawasanya seyogyanya orang beriman mau memikirkan 5 perkara yakni dosa-dosa yang pernah dia lakukan apakah dapat pengampunan dari Allah atau tidak, apakah diterima amal baiknya atau tidak, membaca riwayat hidupnya sediri secara jujur. Dan bagaimana hidupnya (cara dia memanfaatkan umur yang masih tersisa), kelak dimanakah dia nanti di akhirat akan ditempatkan surga atau neraka, dan apakah Allah ridha atau marah padanya

Maka sudah sepantasnya bagi umat islam untuk banyak memikirkan perkara-perkara di atas dan tidak tertawa terhadap sesuatu yang tidak jelas karena itu buka sifat sejati orang mukmin. Allah berfirman

اَفَمِنۡ هٰذَا الۡحَدِيۡثِ تَعۡجَبُوۡنَۙ‏ ٥٩ وَتَضۡحَكُوۡنَ وَلَا تَبۡكُوۡنَۙ‏ ٦٠ وَاَنۡتُمۡ سٰمِدُوۡنَ‏ ٦١

Artinya: Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? dan kamu tertawakan dan tidak menangis, sedang kamu lengah (darinya) (An-Najm 59-61).