Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Bergeser Pada Teologi dan Ideologi Islam Humanis

Ideologi
Sumber: tongkronganislami.net

Menjadi masalah yang begitu besar di era disrupsi, kebenaran bukan lagi menjadi hal yang mutlak. Bahkan kebenaran tidak lagi bersumber dari yang terpercaya. Era teknologi juga mempengaruhi cara pikir serta pemahaman keagamaan yang dijadikan landasan. Masalah ini bukan lagi menjadi hal yang tabu. Banyak realitas yang terjadi pemahaman agama yang kurang dan hanya modal nonton Youtube sudah mampu menjustifikasi seseorang bahkan memberikan label yang keras.

Bergesernya pemahaman agama, khususnya ajaran Islam membuat perpecahan di antara kaum muslimin. Islam hadir, selain menyempurnakan ahklak umat manusia, juga untuk mengubah seluruh tatanan sosial masyarakat waktu itu. Bagaimana Nabi menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin, yang selalu bertikai hanya persoalan kedudukan sosial dari kelompok keduanya. Bagaimana Nabi mengajarkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia bahkan alam. Sebagaimana dalam firman Allah Tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi sekalian alam” (Q.S. Al-Anbiyaa:107).

Fenomena yang terjadi hari ini, seharusnya menjadi pukulan telak bagi umat Islam. Walaupun apa yang terjadi di tengah umat muslim hari ini, tidak bisa kita kaitkan dengan Islam. Namun perlu kita sadari selama ini Islam selalu menjadi agama yang tertuju, walaupun tidak ada pernyataan bahwa Islam memang sebagai otak dari permasalahan ini.

Sadar atau tidak, hari ini kita selalu berdebat persoalan teologi, namun tidak ada realisasi dari persoalan sosial seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad akan cinta kasih sayang sesama umat manusia. Seperti yang dikatakan oleh Budhy Munawar Rachman dalam sebuah catatan review buku dari Mohd Syazreen Abdullah yang berjudul Syahada Kedua. Ia menagatakan menjadi seorang muslim bukan hanya sekadar mengucapkan la illaha illaula kemudian melupakan hubungan dengan manusia dan alam.

Baca Juga  Tawassul Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis

Pergeseran pemahaman ini, yang terlalu keras membuat sebagian kelompok hanya memperbaiki hubungan dengan Tuhan namun dengan manusia tidak. Kalau kita memahami Rasulullah dijadikan sebagai suri tauladan bukan hanya hubungannya dengan Allah Swt, melainkan hubungannya dengan manusia lainnya, tanpa terkecuali.

Teologi Humanis

Jika membaca banyak referensi bahkan mengikuti kajian-kajian para ulama terkemuka, ajaran tentang teologi sangat mereka perhatikan. Begitupun dengan hubungan sosialnya. Sejak dulu Islam sudah menjadi agama yang humanis. Saat Rasul berperang ia mengatakan kepada para sahabat untuk tidak membunuh orang tua yang tidak berdaya. Jangan membunuh orang yang tidak berdosa, mengayomi perempuan dan sebagainya.

Ajaraan ini pula yang harus di contoh oleh umat Islam. Bukan saling mengkafirkan bahkan membunuh manusia lainnya dengan alasan jihad di jalan Allah. Pemahaman yang seperti ini, jika meminjam bahasa Budhy Munawar Rachman, kalimat syahadatnya hanya sampai mempraktikan percaya hanya kepada Allah, belum sampai menjadikan Rasul sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun sebenarnya di dalam al-Quran tidak ada ayat satupun yang menyuruh untuk saling bunuh membunuh sesama manusia.

Sebagaimana pula yang dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan, ajaran Islam itu humanis, tanpa ada bayang-bayang menakutkan. Bagaimana dulu Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta menjadikan teologi Al-Maun menjadi gerakan sosial masyarakat, mengayomi masyarakat bahkan yang non-muslim sekalipun.

Hasyim Asy’ari pendiri NU yang kemudian mengajarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, penyatuan umat muslim tanpa adanya perpecahan. Hal ini merupakan ajaran yang seharusnya dijaga dan di rawat agar tidak mudah dimasuki dengan paham yang ekstrim akibat mengikuti kelompok kajian yang dilarang dan arena ngajinya hanya sebatas Youtube saja. Hal ini tidak bisa di pungkiri, bergesernya cara pandang umat Islam yang terlalu skeptis dan dipenuhi dengan dogma yang di luar dari ajaran Islam.

Baca Juga  Penafsiran Tokoh Tafsir Kontemporer tentang Hukum Poligami

Ideologis dan Teologi

Persoalan yang sedang dilanda bangsa ini ialah perdebatan soal ideologi dan teologi. Hal ini merupakan persolan yang sudah lama bergelumut dalam bangsa ini. Ada kelompok-kelompok yang menginginkan agar ideologi bangsa ini berdasarkan teologi hukum Islam. Adapula yang tetap mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga pemahaman yang tercipta di kalangan ekstrim ini, menghalalkan jihad di negara yang aman, damai dan tentram guna menjadikan ajaran teologi Islam sebagai sumber dasar Negara. Penulis anggap terjadinya Bom di Gereja Katedral Makassar hanya persoalan kurang paham akan ajaran teologi Islam. Pemahaman yang kurang membuat gelap mata. Apalagi kitab-kitab yang dibaca maupun yang dikaji itu-itu saja.

Seharusnya ajaran teologi harus mampu masuk ke rana ideologis agar menjadi dinamisator dan pembatas atas segala tindakan dan perilaku umat manusia. Bukan dengan membasmi manusia yang dianggap tidak teologis. Seandainya negara ini dan ideologi yang digunakan tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, mungkin para kiyai, ulama serta ustaz, sudah dari dulu mengajak umat muslim yang kurang lebih 80 % mendiami wilayah Indonesia untuk melakukan jihad fi sabilillah.

Sehingga jika ingin merubah tatanan masyarakat jangan basmi manusianya, melainkan merubah pola pemikiran beragama saat ini yang sudah melenceng dari ajaran Islam yang mencita-citakan kedamaian. Bukan sebaliknya. Ataukah kita perlu kembali menelisik makna dari sumpah kita kepada Allah Swt saat akan dilahirkan dimuka bumi ini (dua kalimat syahdat). Apakah kita sudah mengerjakan kedua-duanya atauakah kita hanya mengerjakan satu kalimat?

Penyunting: M. Bukhari Muslim