Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Berdamai Dengan Non-Muslim: Reinterpretasi QS. Al-Kafirun Menurut Haji Rasul

haji rasul
Sumber: https://www.familylife.tv/

Agama Islam intoleran dan disebarkan dengan pedang merupakan opini yang tersebar kuat di media sosial dan dunia nyata. Mungkin, bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang mayoritas Muslim tidak begitu merasakan dampak opini tersebut. Namun, bagi mereka yang tinggal sebagai minoritas paham betul efeknya; seperti mendapatkan diskriminasi hingga kekerasan atau kita mengenalnya dengan sebutan Islamphobia.(Kiki Sakinah 2020)

Tidak perlu jauh-jauh ke negara-negara luar seperti Prancis, Thailand, Amerika atau negara-negara yang mendiskriminasi Muslim karena minoritas. Saya ingin mengajak untuk melihat-lihat Indonesia yang masyarakat dunia mengenalnya dengan murah senyum. Namun, yang disayangkan sikap intoleransinya yang masih begitu tinggi. Mengutip dari sepanjang tahun 2019 saja setidaknya ada 31 kasus intoleransi di Indonesia.(Matius Alfons 2019)

Konsep Perdamaian Haji Rasul

Para ulama nusantara begitu menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian agar persatuan Indonesia tidak terpecah belah. Salah satunya ialah Abdul Karim Amrullah yang akrab disapa dengan panggilan Haji Rasul. Ulama pejuang kemerdekaan asal Sungai Batang, Sumatera Barat memiliki pemikiran yang begitu visioner; di tengah huru-hara perjuangan pada masa penjajahan Belanda dengan menuliskan sebuah Kitab Tafsir dengan nama Al-Burhan.(Hamka 1958)

Menariknya, Haji Rasul dalam Tafsirnya Al-Burhan yang menghimpun 22 surat Al-Qu’an begitu menekankan makna perdamaian; berbuat baik dan santun dalam membangun hubungan sosial antar umat beragama yang tertuang dalam tafsirnya QS. Al-Kafirun: 4 walaupun pada masa kolonialisme yang begitu kelam.(Amrullah 1927)

Allah berfiman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Artinya: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (Al-Kafirun (104): 6)

Sebelum masuk ke dalam penafsiran, Haji Rasul terlebih dahulu menjelaskan asbab an-nuzul, kategorisasi surat, jumlah ayat dan katadalam satu surat yang akan ditafsirkan. Tujuan dari penulisan tersebut ialah mengajak para pembaca tafsirnya untuk memahami terlebih dahulu latar belakang serta turunnya surat tersebut hingga para pembaca tafsirnya dapat memahami secara utuh kejadian yang melatarbelakangi turunnya sebuah surat (Amrullah 1927).

Baca Juga  Sholawat dan Pembedaan identitas

Konteks Ayat

Ihwal Q.S Al-Kafirun: 4, Haji Rasul menyebutkan ada dua riwayat yang mendiskusikan tempat turunnya surat ini, Ibnu mas’ud, al-Hasan, dan Ikrimah mengatakan surat ini diturunkan di Mekkah namun pendapat lain dari Ibnu Abbas dan Qatadah surat ini di turunkan di Madinah. Ketika itu beberapa orang Non-Muslim memiliki niat untuk berjumpa baginda Nabi saw, untuk mengajukan tawaran terkait keimanan agar saling menguntungkan satu sama lainnya.

Para kaum Quraisy dari Mekkah tersebut mengatakan: “Wahai Muhammad alangkah baiknya kita berdamai satu sama lain dengan cara engkau mengikuti agama kami dan kami akan mengikuti agamamu. Lalu sembahlah Tuhan kami selama satu tahun dan kamu pula akan menyembah tuhanmu selama satu tahun pula.” Karena peristiwa tersebut, Allah swt menurunkan surat al-Kafirun ini.(Amrullah 1927)

Selanjutnya, Haji Rasul mengutip pandangan ahli tafsir al-Qurthubi dalam tafsirnya terkait hal ini terkait ayat keenam dari surat al-Kafirun ini. Menurut al-Qurthubi ayat ini telah dihapuskan dengan ayat-ayat yang menyerukan agar memerangi non-muslim. Namun dalam tafsir al-Qurthubi pula tidak menghapuskan satu ayatpun dalam surat ini (Amrullah 1927).

Dalam hal ini menurut Haji Rasul signifikansi dari kata “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” ialah kamu akan mendapatkan balasan atas apa yang kamu percayai dan kami (umat Islam) akan mendapatkan balasan dari Tuhan kami atas apa yang kami percayai. Di sini Haji Rasul memiliki penafsiran pribadi yakni kata “din” artinya sebagai alasan (Amrullah 1927).

***

Terkait regulasi kebolehan memerangi non-muslim, Haji Rasul memiliki pandangan tersendiri terkait hal ini yaitu seruan untuk memerangi non-muslim harus dibaca dengan tepat dan cermat karena perintah berperang tidak semata-mata dapat dilakukan begitu saja tanpa tahu sebab musababnya. Karena  Islam lebih menekankan ajaran perdamaian dan persatuan baik kepada sesama maupun dengan pemeluk agama yang berbeda (Amrullah 1927).

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 47-48: Kemuliaan Bani Israil

Haji Rasul menggaris bawahi bahwa ayat ajakan untuk berperang melawan  non-Muslim harus memahami konteks dari situasi pada masa ayat tersebut turun. Dalam penuturannya berperang melawan non-muslim dapat berlaku jika umat Islam mendapat hinaan, ancaman ataupun non-muslim melakukan persekusi terhadap umat Islam karena situasi dan kondisi seperti inilah boleh memerangi non-muslim. Bahkan dalam kondisi seperti ini umat Islam harus mengorbankan jiwa dan harta bendanya.(Amrullah 1927)

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. At-Taubah(9): 7 berikut,

فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ    (7)

Artinya: “Maka selama mereka berlaku jujur terhadapmu, hendaklah kamu berlaku jujur (pula) terhadap mereka, Allah menyukai orang-orang bertakwa.” (Q.S. At-Taubah:7)

Menurut Haji rasul, Ayat ini sudah cukup kuat sebagai sebuah landasan bagaimana seharusnya umat Islam membangun sebuah hubungan damai dengan non-Muslim. Umat Islam harus berlaku jujur dan baik kepada non-Muslim selagi tidak saling mengganggu satu sama lain (Amrullah 1927).

***

Allah juga berfirman dalam Q.S Al-Baqarah(2): 194 yang berbunyi,

فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (194)

Artinya: “Barangsiap menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserata orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 194)

Maka dari dua penjelasan ayat di atas, Haji Rasul menegaskan kedua ayat tersebut sudah cukup menjadi bukti bahwasanya Islam begitu memperhatikan nilai-nilai keberagamaan. Adanya perbedaan dalam kepercayaan bukan pula menjadi tujuan untuk berperang melainkan dapat mempercayai satu sama lainnya. Maka dari itu berdamai dan saling berkasih sayang dengan non-Muslim merupakan ajaran sejati yang Al-Qur’an ajarkan kepada umat Islam.

Baca Juga  Memasuki Era Matinya Kepakaran, IAIN Gorontalo & Akurat.co Gelar Webinar

Pesan Utama Penafsiran Haji Rasul

Jika melihat zaman, waktu serta kondisi semasa hidupnya pandangan yang dikemukakan oleh Haji Rasul adalah pandangan yang relevan dan representatif karena pada masa penjajahan butuhnya persatuan dan kesatuan setiap masyarakat Indonesia untuk melawan serta mengusir penjajah dari Indonesia. Jika tidak melalui persatuan antar umat beragama kemerdekaan mustahil dapat dicapai karena Indonesia sejak awal berisikan ragam suku dan agama.

Tetapi masa kini, jika memakai batasan bahwa kebolehan berperang ataupun mengangkat pedang jika ada yang menjelekkan ataupun menghina umat Islam tentu ini tidaklah relevan. Karena, masa kini menurut hemat penulis berperang dengan mengangkat pedang tentu tidak cocok sama sekali dengan akses internet dan sosial media yang begitu pesat.

Jihad melalui sosial media merupakan cara yang tepat untuk era media sosial dengan tulisan-tulisan, konten-konten yang menjelaskan keindahan dan kebaikan Islam yang seharusnya menjadi wajah Islam yang sebenarnya. Sebagaimana yang penulis kutip dari KH. Maimoen Zubair dalam berdakwah haruslah dinamis menyesuaikan dengan kemajuan peradaban hingga ajaran Islam dapat diterima dengan tulus dan damai (Zubair 2021).