Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Berbohong Demi Kebaikan, Apakah Boleh?

berbohong
Sumber: https://www.freepik.com/

Sering mendengar kalimat “boleh berbohong demi kebaikan”? Tak heran banyak orang menganggap tidak apa-apa bila berbohong demi kepentingan dan kebaikan. Kata berbohong memang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Ya, perilaku berbohong memang sering dilakukan oleh kebanyakan orang. Bohong berarti mengetahui dan mengatakan sesuatu tetapi tidak sesuai dengan fakta.

Ketika mengatakan sesuatu dengan berbohong, apakah hati dan perasaan kita tenang dan bahagia? Orang yang pertama kali berbohong pasti hati dan perasaannya tidak akan tenang, selalu merasa risau dan gelisah. Tetapi ini yang paling berbahaya. Ketika pertama kali kita melakukan berbohong, kita merasa tidak apa-apa karena hanya sekali saja dan alhasil tidak ketahuan oleh orang lain bahwa kita sudah berbohong.

Pada akhirnya kita berpikir tidak apa-apa ketika melakukan kebohongan untuk kedua kali, ketiga kali bahkan tanpa sengaja menjadi terus menerus berbohong. Ibarat domino, ketika kita menggerakan atau menggeser satu saja domino, maka domino-domino lain akan ikut bergeser dan jatuh. Sama halnya ketika kita berbohong sekali, kemudian merasa tidak apa-apa. Maka untuk berbohong seterusnya pun merasa tidak apa-apa. Tanpa disadari, berbohong adalah hanya hal sepele, dosa sepele.

Berbohong Demi Kebaikan

Padahal dalam Islam berbohong merupakan pangkal dari dosa. Orang yang berbohong merupakan salah satu ciri orang munafik. Jelas Rasulullah SAW menegaskan tentang hal itu “Ciri-ciri orang munafik ada tiga: apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia ingkari, dan apabila dipercaya ia khianat” (H.R. Bukhari Muslim)

Berbohong tidak hanya dengan kata-kata saja, tetapi bisa dengan perbuatan. Orang yang berbohong akan mendapat hukuman diakhirat yaitu mulutnya akan disobek sampai ketelinga, karena mulut merupakan sebuah pangkal kemaksiatan. Awal dari suatu keburukan. Ini menurut Imam Bukhari.

Baca Juga  Kisah Kerinduan Nabi Ya'qub Kepada Nabi Yusuf

Lalu bagaimana jika kita berbohong demi kebaikan? apakah itu diperbolehkan? apakah tidak apa-apa? pernah mendengar kalimat “katakan sebenarnya walaupun pahit adanya”? ya, ini merupakan sebuah potongan hadis riwayat Ahmad. Kalimat sederhana tersebut dapat kita pahami bahwa sepahit-pahitnya kebenaran katakan saja, ungkapkan saja tidak perlu berbohong. Meskipun mungkin kebenaran itu memang benar adanya dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan.

Asal usul dari hadis ini yaitu pada saat dimana Rasulullah bertemu seorang pedagang buah. Beliau melihat sang pedagang sedang dalam kebingungan. Beliau pun menanyakan keadaannya, lalu si penjual menjawab bahwa biasanya ia memesan buah dari si fulan, akan tetapi kali ini ia kecewa karena buah yang biasa ia pesan itu tidak seperti biasanya, kualitasnya berbeda tidak bagus. Kemudian Rasulullah pun menjawab dengan kalimat “katakanlah kebenaran walaupun itu pahit”

Jadi maksud dari hadis ini yaitu bahwa sebaiknya si pedagang mengatakan dengan jujur bahwa buah dagangannya itu kualitasnya buruk. Tidak perlu berkata bohong dengan mengatakan bahwa kualitas buahnya bagus agar banyak pembeli. “Pahit” disini bukan buahnya yang pahit, maksudnya yaitu merupakan sebuah hal yang pahit yang tidak mengenakkan hati dan perasaan.

Menurut Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin, beliau mengutip sebuah hadis yang memperbolehkan untuk berkata bohong.

“Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkara: untuk kebaikan, dalam keadaan perang, dan suami membohongi istri dan istri membohongi suami demi menyenangkan pasangannya.”

Berdusta Tetap Saja Dilarang

Berbohong atau berdusta merupakan perbuatan yang dilarang Islam. Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berdusta. Hal sekecil apapun, apabila seseorang berdusta maka akan dicatat dosanya dan Allah akan membalas perbuatan itu. Maka hendaklah kita menghindari perbuatan berdusta karena akan merusak pikiran dan perasaan kita.

Baca Juga  Pengungkapan Manna dan Salwa: Analisis Q.S Al-Baqarah Ayat 57

Kalaupun ada suatu hal darurat yang membuat kita terpaksa untuk menutupi kebenaran karena suatu tertentu, mungkin kita bisa menutupinya dengan pernyataan yang bersifat ambigu. Misal ketika kita telat masuk kelas online karena ketiduran, yang dimana guru pasti bertanya kenapa telat masuk room zoom/meet?. Kalau kita menjawab alasannya karena ketiduran, itu pasti hal yang memalukan. Kita bisa menjawab dengan jawaban yang ambigu. Seperti maaf pak saya telat masuk karena ada halangan. Jawaban ambigu seperti itu bisa kita pakai agar menghindari ucapan bohong misal saya telat karena gangguan jaringan atau karena tadi harus membantu orang tua dulu. Kata “halangan” biarlah orang lain menafsirkan sendiri maksud dari “halangan” itu apa. Dengan begitu, apa yang kita sampaikan merupakan bukan kebohongan, melainkan perkataan jujur.

Mari kita berusaha, agar dapat menghilangkan pikiran untuk berbuat bohong sekecil apapun. Tanamkanlah kedalam diri kita untuk selalu bersikap jujur dalam segala perkataan dan perbuatan demi terciptanya kemaslahatan bersama. Sebab jujur merupakan perilaku baik yang dimana setetes kebaikan saja akan selalu bermakna bagi orang-orang terkhusus diri pribadi.

Editor: An-Najmi Fikri R