Sebetulnya sangat rumit untuk menjawab pertanyaan semacam judul d iatas. Menyanding-dudukkan Islam dan komunisme adalah masalah yang riskan, mulai dari dasar pandangannya hingga kepada aspek praksis, khususnya dalam memandang masyarakat. Lebih-lebih justifikasi negatif dan generalisas ikepada komunisme yang masih berkelindang ditengah lingkar berpikir masyarakat, khususnya di Indonesia.
Diskusi semacam ini menjadi tabu dan pada masa tertentu sering disangka berbahaya. Tak heran pembubaran kajian mengenai marxisme, komunisme, anarkisme dan lain sebagainya dibubarkan. Bukan saja itu, pembelajaran dan pembahasan mengenai ajaran ini kerap ditutup-tutupi dengan penyitaan buku. Hingga pada batas itu, komunisme sering sukar untuk diperbincangkan, lebih-lebih menghubungkannya dengan Islam.
Faktor Kebencian Terhadap Komunisme
Kebencian terhadap ajaran marxisme dan komunisme lebih-lebih ditanam dan tertanam pada masa Orde Baru. Ada beberapa hal yang menghambat kajian tentang Marx di era Orde Baru: pertama, secara historis kaum muslim Indonesia mempunyai pengalaman sejarah kelam yang memposisikan Islam dan marxisme secara berhadap-hadapan di tahun 1948 dan 1965.
Kedua, para intelektual Islam Indonesia yang mekar di era 1880-1990-an hidup dalam suasana pembangunanisme yang tengah dirancang Orde Baru sehingga intelektual memiliki kecenderungan untuk mencari kesesuaian antara developmentalisme dan Islam. Ketiga, politik anti-komunisme Orde Baru yang melarang marxisme-leninisme diajarkan. Warisan traumatik demikian nyatanya masih menjadi ketakutan masyarakat hingga saat ini, lebih-lebih oleh kaum agamawan.
Sampai pada batas bahasan ini perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pada dasarnya, komunisme tidak saja hadir sebagai dogma politik. Selepas kematian Karl Marx, komunisme berkembang menjadi sebuah pandangan dunia yang komprehensif, di samping juga sebagai sebuah doktrin politik. Maka ia tidak saja menjadi “tangan” untuk bergerak teknis, namun juga dengan mengembangkan “akal dan mata”nya, ia berkembang baik secara kualitas maupun kuantitas.
Lebih dalam dari itu, Njoto misalnya menjelaskan bahwa ajaran Karl Marx tidak saja tentang tata cara dan atau rancangan pemerintahan saja. Bukan saja pemecahan teknis dalam masalah perekonomian, bukan saja suatu pendirian yang bolak-balik atau suatu semboyan dalam pidato yang mengharukan. Komunisme adalah suatu tafsiran yang luas mengenai manusia, sejarah, serta alam dan Tuhan. Komunisme adalah sistem yang menyeluruh yang dibangun di atas tiga konsep utama yang terkait, yaitu ekonomi-politik, filsafat dan sejarah.
Komunisme adalah paham yang sosialistik yang memiliki dasar filosofinya sendiri yang berbeda dengan sosialisme yang lain, yaitu radikalisme politik, revolusi proletarat, revolusioner dalam social movement serta militan dalam perlawanan kepada kapitalisme. Sehingga dengannya, ia sering dibedakan dengan tipe sosialisme-demokrat yang memilih langkah-langkah kompromi. Di Indonesia, hal ini bisa dilihat dari perpecahan SI Merah dengan SI Putih dan kekuatan revolusioner di dalam SI yang dipimpin Tjokroaminoto dalam arus moderat.
Islam dan Komunisme
Gagasan untuk mengintegrasikan agama (Islam) dan sosialisme telah lama digaungkan oleh pemuka agama dan bangsa. Dalam dunia internasional dikenal Ali Syariati dan peran revolusionernya di Iran, sementara dalam konteks kebangsaan di Indonesia telah akrab di pikiran kita nama Tan Malaka, Soekarno, Haji Misbach dan sebelumnya ada Tjokroaminoto.
Tjokroaminoto berhasil menerangkan Islam dalam perspektif perjuangan umat Islam untuk menentang kapitalisme yang jahat. Sementara Haji Misbach menggunakan komunisme sebagai perspektif dan alat perjuangan ummat Islam. Haji Misbach membuktikan bahwa ajaran agama itu sendiri tidaklah tercerabut dari akar sosialnya dan bahwa ajaran agama dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang tengah dihadapi oleh masyarakat.
Dari banyak tokoh yang menarasikan integrasi sosialisme dan agama (Islam), sepertinya, Haji Misbach adalah yang paling terang, vokal dan kontroversil. Ia misalnya pernah dengan terang-terangan mengatakan:
“Kawan kita yang mengakui dirinya sebagai seorang komunis, akan tetapi masih suka mengeluarkan pikiran yang bermaksud akan melenyapkan agama Islam, itulah saya berani mengatakan bahwa mereka bukannya komunis yang sejati, atau mereka belum mengerti duduknya komunis. Pun sebaliknya, orang yang suka dirinya Islam tetapi tidak setuju dengan adanya Komunisme, saya berani mengatakan bahwa ia bukan Islam yang sejati, atau belum mengerti betul-betul tentang duduknya agama Islam”.
Pernyataan Haji Misbach tersebut menggambarkan pemikirannya yang radikal dan sinkretik. Ia mengintegrasikan komunisme yang sinis terhadap agama dan Islam yang sinis terhadap sekularisme. Namun perspektif Haji Misbach ini memerlukan kajian yang mendalam. Boleh jadi Haji Misbach dalam posisi tidak mengetahui gagasan komunisme yang sebenarnya. Atau bisa pula ia sengaja mengintegrasikan kedua paham ini dalam tarikan yang kuat, meski cenderung dipaksakan.
Benarkah Islam Bertentangan Dengan Komunisme?
Kita akan memulai jawaban ini dengan hati hati. Mula-mula yang mesti dipahami ialah bahwa membandingkan antara Islam dan komunisme kerap kali adalah perbandingan yang gegabah. Hal ini sebab Islam adalah adalah agama yang keberadaan ajarannya dapat diterima ataupun ditolak berdasarkan keimanan, sementara marxisme (komunisme) adalah teori ilmiah yang eksistensinya berdiri di atas penalaran objektif dan rasional.
Lebih-lebih kebenaran agama tidak terlepas dari sifatnya yang absolut, sementara teori ilmiah selalu bersifat relatif dan hipotetif. Dalam batas inilah Islam dan komunisme bertentangan. Namun menolak sepenuhnya ajaran marxisme (komunisme) juga sikap yang sia-sia. Maka mengenai hal ini, Islam dan komunisme tidak selalu bertentangan meski jua tidak selamanya bersama dan terintegrasi.
Dalam masalah epistemologis, materialisme dialektis dapat dipersenyawakan dengan materialisme histroris, ini bisa digunakan sebagai pisau analisis unutk mengamati proses sejarah yang konkret, dinamis, dan tidak terduga. Hal ini sangat membantu umat Islam untuk mengenali persoalan sosialnya. Dalam bahasan ontologis, Islam bertentangan dengan komunisme yang bertumpu kepada spirit logika sepenuhnya dan menegasikan agama yang bersifat transenden. Sebab hal ini merugikan agama yang memiliki kepercayaan imateril dan sesekali irasional.
Pada level aksiologis, Islam dan marxisme (komunisme) dapat saja sejalan, yakni pada narasi perlawanan terhadap ketidakadilan, ketimpangan, perjuangan atas kesetaraan dan narasi keadilan lainnya. Maka pertemuan Islam dan Komunisme sebetulnya bukan pertemuan dan integrasi ideologi, melainkan pertemuan semangat perlawanan atas kolonialisme dan penindasan. Dalam makna yang dalam, keduanya bukan kesatuan organik sehingga dapat saja terpisah sewaktu-waktu.
Marxisme dan komunisme sebagai metode berpikir juga dapat digunakan untuk menjelaskan perkembangan umat manusia dan muslim sehingga dengannya dapat dilihat cara apa yang dapat dilakukan untuk menjawab problem keummatan dan kemanusiaan, khususnya jerat kapitalisme yang tentu sangat jauh besar persoalannya jika dibandingkan dengan perjuangan Rasulullah yang cenderung masih nomaden. Menyamakan situasi dan masalah yang dihadapi oleh Rasulullah pada masa nomaden dahulu dengan masa modern yang berbasis industrualisasi adalah penyamaan yang gegabah.
Editor: M. Bukhari Muslim
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.