Moderasi beragama merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam ajaran Agama Islam. Di dalam Al – Qur’an Moderasi disebut sebagai sikap Wasathiyyah. Menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam kitab al – Mu’jam al – Wasith yakni mengungkapan “Wasath” adalah sesuatu apa yang terdapat pada kedua ujungnya dan ia adalah bagian darinya, juga berarti pertengahan dari segala sesuatu. Kata wasath juga berarti adil dan baik. Hal ini disifati terhadap tunggal atau bukan tunggal. Ternyata praktik moderasi dalam beragama ini telah dipraktikkan Rasululllah pada Piagam Madinah dengan nilai-nilai perdamaian.
Moderasi dalam Al-Qur’an
Dalam Al – Qur’an, dan demikian kami jadikan kamu ummatan wasathan, dalam arti penyandang keadilan atau orang – orang baik.” Oleh karenanya orang yang wasath hendaknya tidak terlepas dari kedua sisinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa sikap moderasi adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran ekstremisme. Orang yang moderat selalu menghindari dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, serta berkencenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah.
Di dalam surat Al – Baqoroh ayat 143 dijelaskan bahwa :
“Demikian itulah kami telah menjadikan kamu ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi – saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul Muhammad menjadi saksi atas perbuatan kamu..
Berangkat dari ayat ini kita sebagai umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT menjadi umat yang wasath atau moderat. Yakni mampu untuk menjadi umat yang adil dalam keragaman dan kemajemukkan. Selain dari makna diatas, wasathiyyah atau moderasi dapat dimaknai jangan melampaui batas. Sebagaimana hal ini ditegaskan dalam Firman Allah SWT :
“Konsistenlah (Istiqomah)sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui dan Maha Melihat.” (QS. Hud : 112).
Dalam buku Wasathiyyah karya Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, dijelaskan bahwa banyak pakar yang menggaris bawahi bahwa istiqomah dalam ayat ini mengandung makna perintah untuk terus menerus memelihara moderasi. Begitu juga tetap berada di jalan pertengahan di antara dua ekstrem, yakni tidak melebihkan (melampaui batas) dan tidak juga mengurangi.
Nilai Moderasi dalam Piagam Madinah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, dalam peristiwa hijrahnya ke Madinah bersama Kaum Muhajirin dan disambut oleh Kaum Anshor, pada akhirnya melahirkan kesepakatan bersama penduduk Yatsrib atau Madinah melahirkan sebuah piagam yakni piagam Madinah. Di mana isi dari Piagam Madinah yang dinukil dari buku Nilai Toleransi Dalam Dakwah Nabi Muhammad SAW menyingkap pesan damai Piagam Madinah karya Jamal Ghofir, yang isinya di antaranya yakni :
“Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, tidak termasuk golongan lain. Golongan Muhajirin dan Quraisy tetap mengikuti adat kebiasaan baik yang berlaku dikalangan mereka, mereka bersama – sama menerima dan membayar tebusan darah mereka, dan menebus tawanan mereka dengan cara yang ma’ruf dan adil diantara orang – orang mukmin. Banu ‘Auf tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, mereka bersama – sama menerima atau membayar tebusan darah mereka seperti semula, dan setiap golongan menebus tawanan sendiri dengan cara yang ma’ruf dan adil di antara orang – orang mukmin. Banu Al- Harits bin Al – Khazraj tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, mereka bersama – sama menerima atau membayar tebusan darah mereka seperti semula, dan setiap golongan menebus tawanan sendiri dengan cara yang ma’ruf dan adil di antara orang – orang mukmin. Bani ‘Amr bin ‘Auf tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, mereka bersama – sama menerima atau membayar tebusan darah mereka seperti semula, dan setiap golongan menebus tawanan sendiri dengan cara yang ma’ruf dan adil di antara orang – orang mukmin. Banu Al – ‘Aus tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, mereka bersama – sama menerima atau membayar tebusan darah mereka seperti semula, dan setiap golongan menebus tawanan sendiri dengan cara yang ma’ruf dan adil di antara orang – orang mukmin…..”
Dari petikan Piagam Madinah di atas dapat kita pahami sebuah pelajaran moderat atau wasath. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam telah mengajarkan kepada umatnya untuk memiliki sikap persatuan dan saling memahami tidak berlebihan terhadap kabilahnya masing – masing. Sikap wasath inilah yang sudah semestinya menjadi contoh bagi kita dalam memandang sebuah keragaman dan kemajemukkan dalam kehidupan sehari – hari.
Jika kita melihat kehidupan di masa hijrah nabi dulu bisa saja kaum Anshor sebagai tuan rumah dan juga penduduk – penduduk Yatsrib menerapkan aturannya sendiri dan mengharuskan para muhajirin untuk tunduk pada aturannya. Namun karena semua taat dan mematuhi Rasululloh, dan keteladanan Rasululloh dalam mengelola umatnya dengan sangat baik serta tidak menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan umatnya kala itu. Maka Rasulullah memberikan rasa keadilan melalui kebijakan piagam tersebut.
Apa yang telah Rasululloh lakukan di Madinah tidak lain ialah untuk mendakwahkan Islam dengan cara – cara yang penuh dengan kema’rufan dan kelembutan. Jalan itu ditempuhnya dengan sikap yang sangat moderat, yang tentunya menjadi role model, bagi kehidupan kita. Rasululloh Shalallahu ‘alaihi was salam juga pernah bersabda :
“Sesungguhnya agama ini kukuh maka laksanakanlah tuntunannya dengan lemah lembut. Jangan mengundang kebencian ke dalam dirimu dalam beribadah kepada Allah. Siapa yang menciderai tunggangan/kendaraannya tidak akan diantar olehnya menuju tujuannya dan juga akan membinasakan kendaraannya.” (H.R. Al – Baihaqi dan Ahmad).
Dari hadits ini pula-lah kiranya kita mesti kembali melihat diri kita masing – masing apakah telah menempuh jalan yang baik untuk menggapai kebaikan? Apakah sudah melakukan sikap yang baik dalam menjalankan tuntunan agama yang terbaik ini? Apakah sudah bersikap moderat sebagaimana telah diteladankan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam? Sikap moderat harus diperjuangkan, harus dilatihkan dan harus dibiasakan dalam diri kita agar kiranya dalam menjadi cerminan implementasi beragama kita yang mana menyemaikan Rahmatan Lil’alamiin kasih dan sayang bagi alam semesta.
Mengapa Menjadi Moderat itu Penting?
Pertanyaan yang sering muncul dalam benak kita, terkait dengan sikap moderat ini ialah, mengapa kita harus wasathiyyah atau moderat? Tentu ketika kita renungkan bahwa Allah SWT menciptakan alam raya ini dengan penuh keseimbangan. Galaksi dan planet-planet berotasi dan berevolusi sesuai dengan porosnya. Siapakah yang mengatur sedemikian seimbang ini? Tentunya Allah SWT sang Maha Pencipta.
Ketika kita menilik dalam Firman-Nya Surat Al – Anbiya’ ayat 30 bahwa awalnya Allah SWT ciptakan alam raya ini menjadi satu gumpalan lalu terpecah menjadi planet dan galaksi yang demikian rapi keseimbangannya. Hal ini dapat kita temukan juga dalam Surat Al – Mulk ayat 3 bahwa : “yang telah menciptakan tujuh langit berlapis – lapis. Kamu sekali – kali tidak melihat penciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang – ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
Oleh karenanya mengapa kita harus wasathiyyah atau moderat? Tidak lain untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan kita. Menjaga keseimbangan dalam menjaga keutuhan keragaman dan perbedaan yang ada. Serta menjaga keseimbangan dengan alam semesta yang memilki beragam keragaman yang tentunya kita harus mampu menjaganya sebagai ungkapan syukur pada Allah Sang Pencipta. Wallahu’alam
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply