Pada hakikatnya al-Qur’an selalu mampu menjawab akselerasi setiap perubahan dari zaman ke zaman. Hanya saja persoalan yang membutuhkan jawaban pada saat ini yaitu kapasitas manusia yang seperti apa agar mampu memberikan respons intelektual terhadap teks-teks al-Qur’an. Dengan harapan tidak memahami al-Qur’an secara tekstual. Akan tetapi berdialog secara penuh secara kontekstual, responsif, dan rasional sesuai dengan tuntutan dan keadaan zaman.
Al-Qur’an sebagai kitab mulia sepanjang zaman memuat informasi-informasi yang menyeluruh dan selalu bersentuhan dari berbagai aspek kehidupan. Baik itu teologis, etika, hukum, politik, sosial, ekonomi, budaya, masyarakat, umat, alam fisik hingga alam metafisik.
Prinsip universal al-Qur’an merupakan suatu bukti akan keluasan dan kedalaman isi kandungannya. Maka tidak heran jika al-Qur’an selalu elastis terhadap tantangan zaman yang kian tidak terkendali dengan proses perubahan yang begitu cepat.
Termasuk di dalamnya perubahan bagi manusia. Perubahan yang terjadi pada manusia dalam suatu tempat akan terjadi apabila dipenuhi dua syarat pokok; pertama, adanya nilai/idea. Kedua, adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan kata lain, adanya nilai idea berarti adanya nilai-nilai yang datang dari Allah melalui petunjuk al-Qur’an serta penjelasan-penjelasan Rasulullah SAW. Dan pada syarat selanjutnya, berarti semua manusia yang hidup dalam suatu tempat dan terikat dengan hukum masyarakat yang ditetapkan bersama (Syihab, 2005, h. 83.).
Seperti contoh, masyarakat pertama yang bersentuhan dengan al-Qur’an ialah orang-orang Arab Jahiliah. Termasuk didalamnya sebagai masyarakat yang pertama pula dalam perubahan tingkah laku, pola pikir, kebiasaan sebagaimana yang dikehendaki oleh al-Qur’an.
Pada saat kondisi orang-orang Arab jahiliah sebelum Islam mereka memiliki pola pikir, tingkah laku, sifat dan kebiasaan yang terpuji dan juga tercela. Dan dalam kondisi tersebut Islam menerima dan melanjutkan hingga mengembangkan yang terpuji dan menolak serta meluruskan yang tercela secara langsung dan berangsur.
Dan al-Qur’an datang dengan konsep petunjuk yang mencerahkan bersamaan dengan kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW. Hingga pada hasilnya dapat merubah sisi-sisi negatif adat istiadat masyarakat jahiliah dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga orang arab yang awalnya jahiliah berubah menjadi khairu qarn, khaira ummah (sebaik-baik generasi; surah Ali-Imran ayat 110).
Maka berdasarkan masalah tersebut, penulis akan menguraikan terlebih dahulu mengenai ragam sifat manusia menurut perspektif al-Qur’an.
Tipe Sifat Manusia Menurut Perspektif Al-Qur’an
Sebenarnya ada beberapa kata di dalam al-Qur’an yang memberikan isyarat pada pengertian masyarakat. Yaitu ummah, qaum, syu’ub, dan qaba’il. Saya mengutip dari buku yang berjudul Metodologi Studi Islam , dalam buku tersebut juga mengambil kutipan dari Endang saifuddin Anshari, dalam Kuliah Islam, beliau mempergunakan paradigma al-Qur’an dengan mengelompokkan manusiat menjadi sepuluh macam (Mubarak, 2010, h. 219-220), yaitu:
- Manusia Muttaqun
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
Manusia seperti ini disebutkan didalam Q.S Al-Baqarah ayat 2. Pada orang seperti ini dikenal memiliki sifat takut, cinta dan hormat kepada Allah, melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mereka juga termasuk manusia yang begitu hati-hati dan waspada dalam menjaga diri dari segala perbuatan agar tidak terjerumus pada kenistaan.
- Manusia Mukmin
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman”.
Dalam Q.S Ali-Imran ayat 139 diatas menyebutkan bentuk sikap manusia yang mukmin. Yaitu merupakan orang yang beriman kepada Allah dengan meyakini semua ketentuan Allah yang dipercayai sepenuh hati, kemudian mengikrarkannya melalui lisan dan melakukannya dengan amal perbuatan
- Manusia Muslim
Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku? ”Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esadan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.
Manusia ini sungguh luarbiasa karena memiliki rasa tawakkal yang kuat disertai dengan usaha selagi dan menunggu ketentuan yang Allah berikan dengan penuh rasa keikhlasan dan kesabaran.
- Manusia Muhsin
Pada Q.S al-Baqarah ayat 112 menunjukkan mengenai manusia yang muhsin. Yaitu manusia yang senantiasa melakukan perbuatan yang baik dan beribadah kepada Allah. Manusia seperti ini selalu beribadah seakan-akan ia akan mati esok hari karena didalam hatinya tidak ada rasa takut kepada apapun kecuali terhadap kemurkaan Allah.
- Manusia Kafir
“Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar”
Pada surah al-Baqarah ayat 89 diatas merupakan pengambaran kepada manusia yang kafir. Ini tentu bertolak belakang dari empat tipe manusia diatas. Karena manusia yang seperti ini selalu mengingkari dan menolak kebenaran Allah SWT.
- Manusia Musyrik
Pada tipe manusia ini banyak digambarkan oleh al-Qur’an, salah satunya pada Q.S al-An’am ayat 14. Yang mana orang-orang Musyrik sudah terbiasa untuk menyekutukan Allah dan menganggap ada tuhan selain Allah, ada juga yang menganggap tuhan itu memiliki anak dan orangtua, dan mempercayai bahwa adanya kekuasaan yang bisa menandingi kekuasannya Allah.
- Manusia Munafik
Pada manusia munafik terpampang jelas pada Q.S an-Nisa ayat 142-143. Yang mana orang munafik itu mempunyai muka dua, sikap dusta, tidak menepati janji, suka berkhianat, dan riya yang sudah melekat pada dirinya.
- Manusia Fasik
Disini al-Qur’an menjelaskan melalui surah al-Hasyr ayat 19 bahwa Allah menerangkan bahwa manusia fasik biasanya menjadi orang yang lupa kepada Allah, kemudian berbuat kerusakan, dosa dan berakhir kepada melanggar batas-batas ketentuan Allah.
- Manusia Zalim.
Yaitu jenis manusia yang suka menganiaya diri sendiri bahkan orang lain. Orang-orang yang seperti ini biasanya selalu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya dan memiliki sikap yang tidak adil. Bahkan tidak segan-segan menyalahgunakan kekuasaan dan merekayasa hukum sesuai kemauannya yang mengakibatkan kehancuran bagi orang yang lain. Manusia dengan ragam seperti ini digambarkan al-Qur’an dalam Q.S al-Baqarah ayat 229.
- Manusia Mutraf
Yang terakhir ialah manusia yang memiliki sifat Mutraf, ia selalu kufur dan tidak mensyukuri nikmat dan anugerah yang diberikan oleh Allah. Selalu mengeluh seolah-olah tidak mendapatkana rezeki dari Allah, padahal sebaliknya. Hal tersebut juga dijelaskan Q.S al-Isra’ ayat 16.
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply