Duka mendalam masih menyelimuti kawasan Semeru. Bagaimana tidak, kepulan asap Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/11) meninggalkan duka mendalam bagi warga sekitar gunung tersebut. Namun begitulah musibah. Datang secara tiba-tiba, tetapi siapa sangka, duka mendalam tersebut, menyisakan sekelumit cerita yang dapat dipetik hikmahnya. Sebut saja Rumini (28) yang ditemukan meninggal dunia dalam keadaan berpelukan dengan sang ibunda, Salamah (70).
Ketika Erupsi menyapa, boleh saja seorang Rumini lari terbirit-birit sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, sanubari hatinya yang paling dalam mengantarkanya untuk menemani surganya. Yaitu untuk menemani sang ibunda yang sudah tua renta yang sudah tak mampu untuk menopang beban tubuhnya. Hingga akhirnya sang ibunda dan Rumini diketemukan meninggal dunia dalam keadaan berpelukan. Proses evakuasi menemukan hasil pada Minggu (5/2), kedua jenazah sudah diketemukan dikediamanya di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang Jawa Timur.(Bagus, 2021)
Melihat fenomena yang amat sangat haru di atas, mengingatkan diri penulis khususnya, akan wujud pengamalan sosok Rumini terhadap firman Allah SWT dalam kitab suci al-Qur’an surah al-Isra ayat 23-24, sebagai berikut:
وَقَضى رَبُّكَ اَلاَّ تَعْبُدُوْا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسنًا اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُ هُمَآ اَوْ كِلهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَلاَتَنْهَرْ هُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا
’Tuhanmu telah menetapkan supaya kamu jangan menyembah selain dia, dan supaya kamu berbuat ihsan kepada bapak-ibu. Jika salah seorang dari kedua bapak-ibu atau keduanya mencapai umur yang lanjut, sedangkan dia berada di sisimu, maka janganlah kamu mengatakan: ‘’cih’’. Jangan pula kamu membentuk mereka dan katakanlah kepada mereka dengan ucapan yang baik.’’ QS.Al-Isra [17]: 23.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّينِيْ صَغِيْرًا
“Rendahkan dirimu kepada kedua orang tua dengan penuh hormat, dan hendaklah mengatakan: ‘’Wahai Tuhanku, rahmatilah mereka, sebagaimana keduanya telah mendidik aku semasa kecil.’’ QS.Al-Isra [17]: 24
Dalam Tafsir Al-Azhar dijelaskan mengenai surah al-Isra ayat 23, yang mencakup bahasan terkait masalah peribadatan kepada Allah SWT, dan tutur HAMKA dalam tafsirnya, bahwa tidaklah dikatakan sempurna pengakuan Esanya Allah SWT, jikalau pengakuan tersebut tidak sembari dibarengi dengan wujud peribadatan sebagai pembuktian dari keimanan tersebut.
Ibadat sendiri, pungkas HAMKA merunut ke dalam bahasa Indonesia Melayu, yaitu memperhambakan diri, atau pembuktian dari ketundukan, mengerjakan yang baik dalam pandangan wahyu serta menjauhi berbagai keburukan yang telah dijelaskan buruk olehnya.
Fenomena Rumini ini merupakan wujud suci pengamalan penggalan lanjutan ayat ini, ‘’dan hendaklah kepada kedua ibu bapak, engkau berbuat baik’’. Yang mana amat jelas sekali tutur HAMKA, terkait pengkhidmatan kepada ibu bapak, yaitu dengan menghormati keduanya. Yang mana lanjut HAMKA, karena asbab keduanyalah kehidupan kita di dunia ini. Menariknya HAMKA memposisikan bentuk penghormatan kepada kedua orang tua berikut berkhidmat kepada keduanya, jatuh pada posisi kedua pasca beribadat kepada Allah SWT. (Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar, (Singapura; Pustaka Nasional PTE LTD, 2001, hlm. 4031)
Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, sebagaimana HAMKA kutip dalam tafsir al-Azhar,‘’berbahagialah seseorang yang dengan segeranya mengambil furshoh(kesempatan) untuk berkhidmat kepada ibu bapaknya, selagi keduanya masih hidup, sebelum hilangnya kesempatan untuk berbuat baik kepada keduanya. Maka, lantas datanglah penyesalan yang berlarut-larut, dikarenakan belum sempat membalas jasanya. Maka, sungguh nistalah, seseorang yang tidak memperdulikan serta bersifat acuh kepada kedua orang tuanya, lebih-lebih, jikalau seseorang telah mengetahui perintah ini’’.(Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar.(Singapura; Pustaka Nasional PTE LTD, 2001, hlm. 4033)
Menggaris bawahi kalimat‘’uff’, seorang Abu Raja’ al-Atharidi mengungkapkan‘’uff’’ yaitu kalimat yang mengandung unsur kejengkelan, kebosanan, dengan disertai nada yang tidak meninggi dalam ucapan. Namun teranglah tutur Hamka, hendaknya perasaan kecewa serta kejengkelan perlu dijauhi. Tak hanya itu, terkait lontaran ucapan ‘’uff’’ sendiri, tokoh Muhammadiyyah sekaligus Ketum MUI ini, mengutip sebuah hadis baginda Rasulallah SAW, yang dirawikan dari Ali bin Abi Thalib, sebagai berikut:
لَوْعَلِمَ اللهُ مِنَ العُقُوْقِ شَيْئًا أَرْدَأَ مِنْ اُفٍّ لَذَكَرَهْ فَلْيَعْمَلِ البَارُّ مَا شَاءَ أَنْ يَعْمَلَ فَلَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلْيَعْمَلِ العَاقُّ مَاشَاءَ اَنْ يَعْمَلَ فَلَنْ يَدْخُلَ الْجَنّةَ
’Jika Allah SWT mengetahui suatu perbuatan yang menjurus kepada kedurhakaan terhadap kedua orang tua, yaitu berupa perkataan yang lebih rendah dari ‘’uff’’ itu. Maka itulah yang akan disebutkanya. Olehkarenanya, berbuatlah bakti kepada kedua orang tuanya, berikut apa yang disukainya, namun dia tidak akan masuk neraka. Dan berbuatlah kedurhakaan orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, berikut apa-apa yang disukanya pula, namun dia tidaklah akan masuk ke dalam syurga. (Singapura; Pustaka Nasional PTE LTD, 2001, hlm. 4032).Wallahua’lam
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply