Selain masyhur sebagai seorang filsuf, Syed Muhammad Naquib al-Attas ternyata juga masyhur sebagai seorang sastrawan. Uniknya, penulis mendapati kepiawaian al-Attas dalam sastra muncul karena hasil tadabburnya terhadap Al-Qur’an. Melalui tadabburnya terhadap QS Al-Zumar [39]: 28 dan Fusilat [41]: 3, beliau menyimpulkan bahwa bahasa Arab Al-Qur’an adalah bahasa nan ilmiah. Al-Attas menyatakan bahwa medan semantik bahasa Arab Al-Qur’an nan kokoh senantiasa menjaga kebenarannya dari segala penyelewengan kebahasaan.
Hasil tadabbur al-Attas memantik saya untuk mendalami urgensi bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an. Lebih-lebih, Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa Al-Qur’an menjadi argumentasi nan jelas bagi siapapun yang berniat memahami dan mendedahnya. Oleh karenanya, saya hendak mengulik pemikiran mufasir terkait kebahasaan Al-Qur’an. Pembahasan ini berfokus mengulik tafsir terhadap QS Al-Zumar: 28 dan Fusilat: 3 yang fokus membahas bahasa Arab Al-Qur’an.
Bahasa Arab dan Tafsir QS Al-Zumar Ayat 28
QS Al-Zumar [39]: 28 dan QS Fusilat [41]: 3 adalah dua ayat yang membahas bahasa Arab Al-Qur’an. Kedua ayat tersebut sama-sama menggunakan diksi qur’anan ‘arabiyyan yang mengisyaratkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an. Namun, yang membedakan keduanya adalah komponen yang melengkapi diksi tersebut.
Pada QS Al-Zumar ayat 28, diksi ghairi dzi ‘iwajin (yang tidak ada kebengkokan) melengkapi diksi qur’anan ‘arabiyyan menjadi komponen ayat nan padu. Imam Al-Thabari dan Ibn Katsir menjelaskan bahwa komponen tersebut mengisyaratkan tiga hal. Pertama, mengisyaratkan bahwa bahasa Arab pada Al-Qur’an adalah bahasa yang tidak bercampur (laisa fihi labsun). Dalam kamus yang berjudul, al-Qamus al-Muhith, diksi labsun bermakna ‘bercampur dengan hal lain sehingga esensinya hilang’.
Kedua, komponen tersebut juga mengisyaratkan bahasa Arab pada Al-Qur’an tidak akan berubah-ubah (laisa fihi inhirafun). Dan terakhir, kedua imam tersebut juga menjelaskan bahwa bahasa ini pada Al-Qur’an adalah bahasa yang jelas (wudhuh) dan pasti (burhan).
Lebih lanjut, Fakhruddin al-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” juga menjelaskan bahwa penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an menjadikannya sebagai bahasa yang tidak terbantahkan. Bahkan, beliau menyatakan bahwa tidak ada satupun pakar, sastrawan, dan linguis yang mampu menciptakan suatu bahasa yang menandingi kapabilitas bahasa tersebut sebagai suatu bahasa.
Bahasa Arab dan Tafsir QS Fusilat Ayat 3
Sementara itu, diksi kitabun fushilat ayatuhu pada awal ayat ketiga QS Fusilat melengkapi penggalan qur’anan ‘arabiyyan pada ayat yang sama. Komponen tersebut juga menjelaskan bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa yang jelas, rinci, serta memiliki lafal dan makna yang tidak rumit. Namun, Imam al-Razi menjelaskan bahwa komponen tersebut menunjukkan karakteristik bahasa Arab yang membedakan dengan bahasa lainnya.
Imam al-Razi menyebutkan dua argumentasi yang menunjukkan bahwa bahasa Arab pada Al-Qur’an otentik dengan karakteristiknya. Pertama, bahasa tersebut memiliki makharij al huruf (titik pelafalan huruf hijaiyah) dan potongan kata (al maqathi’) yang jelas. Kedua, bahasa tersebut memiliki tanda gramatikal (al harakat al nahwiyah) yang kentara. Kedua karakteristik itu sekaligus membedakan bahasa ini dengan bahasa lainnya sehingga menjadikannya sebagai bahasa nan otentik.
Keilmiahan Bahasa Arab Al-Qur’an
Berdasarkan penafsiran terhadap kedua ayat tadi, saya menyimpulkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang layak menjadi bahasa Al-Qur’an. Alasannya, bahasa tersebut adalah bahasa yang jelas lagi menjelaskan, tetap (tidak berubah-ubah), sistematik, dan otentik. Alasan ini barangkali menjadi muara pemikiran al-Zamakhsyari yang menyatakan bahwa bahasa al-Qur’an tidak mengandung keraguan (al-syakk).
Kelayakan tersebut tentu menjadi syarat wajib bagi bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an. Menukil al-Attas dalam “The Concept of Education in Islam”, Al-Qur’an sebagai kalamullah dengan kebenaran absolut sudah selayaknya menggunakan bahasa yang kredibel pula. Maka, keilmiahan bahasa ini menjadi hal yang niscaya bagi Al-Qur’an.
Dengan kata lain, penafsiran di atas menjadi bukti pertama keilmiahan bahasa Arab. Penafsiran terhadap kedua ayat tadi menjelaskan bahwa Allah-lah yang menetapkan keilmiahan bahasa tersebut, yaitu dengan menggunakannya sebagai bahasa Al-Qur’an. Lantas, apa bukti lain yang menunjukkan keilmiahan bahasa Arab?
***
Masih pada buku yang sama, al-Attas juga menyebutkan dua argumentasi lain yang membuktikan keilmiahan bahasa Arab. Pertama, bahasa ini menjadi bahasa yang kokoh dengan kesolidan medan semantik yang menjaganya. Medan semantik di sini adalah suatu medan linguistik yang mencakup unsur gramatikal, morfologi, leksikon, dan unsur kebahasaan lainnya.
Dalam “Risalah untuk Kaum Muslimin”, al-Attas menyebutkan teori “root system” yang melahirkan kesolidan medan semantik bahasa Arab. Root system adalah susunan kata-kata kunci dalam suatu bahasa yang saling berkorelasi satu sama lain. Kata-kata ini pada akhirnya merepresentasikan pandangan suatu kelompok, masyarakat, hingga bangsa dalam merespons segala fenomena di dunia. Bahkan, sistem ini pada akhirnya mengarah pada sebuah teori kebahasaan baru, yaitu teori islamisasi bahasa.
Yang menjadi catatan, al-Attas menegaskan bahwa bahasa Arab yang solid adalah bahasa pada Al-Qur’an. Beliau menekankan hal tersebut karena bahasa Arab jahiliyah (pra-Islam) berbeda dengan bahasa yang ada pada Al-Qur’an. Sebagai contoh, diksi karim (mulia) memiliki barometer pemaknaan yang berbeda. Pada masa jahiliyah, kemuliaan berkaitan dengan nasab dan wilayah. Sementara itu, kemuliaan pada Al-Qur’an berkaitan dengan ketakwaan. Pergeseran makna inilah yang kemudian membentuk teori ‘islamisasi bahasa’.
Dan argumentasi terakhir ialah peran ulama dan para ahli bahasa Islam dalam menjaga kelestarian bahasa Arab. Selama berabad-abad lamanya, para ulama dan linguistik Islam menuliskan berbagai macam referensi tentang bahasa ini. Sebut saja al-Farahidi yang menulis kamus al-’Ain, Murtadha al-Zabidiengan Taj al-’Arus-nya, dan yang terbaru adalah aplikasi Maktabah al-Syamilah. Kumpulan leksikon dan ensiklopedia bahasa Arab inilah yang menjaga bahasa tersebut dari segala perubahan dan kesalahan kebahasaan.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.