Rasulullah Saw. menerima wahyu Alquran kurang lebih selama 23 tahun. Beliau diberi mandat oleh Allah untuk menyampaikan wahyu Alquran kepada seluruh umat manusia untuk kebahagiaan hidupnya. Tidakhanya menyampaikan, Rasulullah Saw. juga diperintah untuk menafsirkan maksud dan tujuan wahyu itu diturunkan. Meskipun Alquran turun dengan gaya bahasa masyarakat arab, tidak menutup kemungkinan masyarakat arab masih bertanya-tanya tentang lafadz, kalimat, makna dan maksud dari wahyu yang diturunkan.
Proses penjelas (tabyin) yang dilakukan Rasulullah inilah masuk pada ranah fan ilmu hadis sebagai penopang dasar utama hukum Islam berupa Alquran. Seiring berkembangnya zaman, proses penjelas ini juga lahir beberapa kitab tafsir, yang mengambil riwayat dari sunnah dan pendapat para sahabat.
Sekarang pertanyaanya apakah Rasulullah Saw. menafsirkan semua isi kandungan Alquran tanpa terkecuali? Dan apakah kitab tafsir yang selama ini beredar itu murni penafsiran yang bersumber dari Rasulullah tanpa ada campur aduk pemikiran generasi selanjutnya? Lantas bagaimana pendapat para ulama bahwa Rasulullah hanya menafsirkan ayat yang dirasa sulit oleh para sahabat. Berikut penulis coba paparkan penjelasanya.
Rasulullah Mufasir Sejati
Allah Swt. telah memberi amanah kepada Rasulullah berupa wahyu Alquran, Allah juga memberi tugas untuk menyampaikan serta menjelaskan isi kandunganya kepada seluruh umat manusia. Hal ini bisa kita lihat dalam Q.S An-Nahl [16] :44 yang artinya “Dan kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Juga masih banyak lagi ayat-ayat yang menyinggung masalah ini.
Dari beberapa literature Alquran yang menerangkan bahwa Rasulullah diberi tugas litubayyina linnas (untuk menjelaskan kepada manusia) maka Rasulullah Saw. adalah mufassir sejati sepanjang zaman. Keauntentik Alquran berada pada Rasulullah dan tidak ada seorang pun yang mempu menandingi.
Dari dasar itu pula sebagian kelompok ulama berpendapat bahwa Rasulullah Saw. menafsiri semua isi kandungan Alquran tanpa terkecuali, baik itu dari segi huruf, lafadz, bacaan, makna dan isi kandunganya.
Pendapat Ulama Tentang Tafsir Rasulullah
Ada dua pendapat ulama yang merespon permasalahan ini. Kelompok pertama berpendapat bahwa Rasulullah telah menjelaskan setiap lafadz dan makna Alquran tanpa terkecuali kepada para sahabat. Ulama yang paling menonjol pendapat ini adalah Ibnu Taimiyyah. Ia mengambil dasar dalam Alquran Q.S An-Nahl [16] :44 dan ia berkata “Harus diketahui bahwa Rasulullah telah menjelaskan makna Alquran kepada para sahabatnya, sebagaimana beliau menerangkan pengertian lafadznya”.
Diperkuat dengan Argument “jika Rasulullah Saw. tidak menafsiri Alquran secara keseluruhan maka beliau dianggap teledor dalam menjalankan tugas yang telah dibebankan oleh Allah kepadanya” (Dr. Muhammad Abdurrahim Muhammad, Tafsir Nabawi, hal. 23).
Riwayat lain menyebutkan Abu Abdurrahman As-Sulami pernah menceritakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan setiap ayat yang turun kepada para sahabat. Bukti konkrit riwayat ini adalah Utsman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud yang belajar langsung dari Rasulullah sepuluh ayat, dan tidak akan dilanjutkan kecuali sudah menguasai isi kandungan ayat tersebut dan mampu mengamalkanya.
Hal senada juga ditegaskan Anas bin Malik, ia menceritakan bahwa pada saat itu jika ada sahabat yang sudah hafal surat Al-baqarah dan Ali Imran maka ia di muliakan dan dianggap orang yang ahli Alquram. Hal serupa dilakukan oleh Ibnu Umar yang menghafal dan mempelajari isi kandungan Surat Al-Baqarah selama 8 tahun. Putra umar ini menegaskan “Tidak mungkin seseorang merenungi firman Allah tanpa memahami maknanya. Proses yang benar dalam memahami Alquran berguru, bertanya kepada sang mentor utama yakni Rasulullah Saw”. Masih banyak lagi riwayat dari sahabat yang menunjukan bahwa para sahabat belajar semua makna dan lafadz Alquran dari Rasulullah.
***
Di sisi lain, kelompok kedua berpendapat bahwa Rasulullah tidak menjelaskan makna Alquran kepada para sahabatnya, kecuali sedikit. Al-Kahubi adalah ulama yang memplopori pendapat ini. Ia berpendapat Adapun penafsiran Alquran secara qath’I (pasti) hanya dapat diketahui dengan langsung mendengarkanya dari Rasulullah. Hal itu tidak mungkin dilakukan dalam semua ayat kecuali dalam jumlah sedikit. (Jalaluddi As-Suyuthi , Al-Burhan fii Ulumil Quran, Juz 1 hal. 183).
Imam Suyuthi juga sepakat dengan pendapat ini, dalam kitabnya ia menyebutkan bahwa riwayat sahih tentang tafsir ayat-ayat Alquran jumlahnya sangat sedikit. Bahkan yang berstatus marfu’ (sanadnya sampai ke Rasulullah) hanya sedikit” (Jalaluddi As-Suyuthi, Al-Itqan Fii Uluum Al-Quran, Juz 2 hal. 228).
Imam Suyuthi tidak hanya berpendapat namun juga berargumenyang ditulisnya dalam Al-Itqan Fii Uluum Al-Quran. Berikut beberapa argumenya; sebuah hadis riwayat Al-Bazzar dari Aisyah dia berkata “Rasulullah hanya menafsirkan beberapa ayat Alquran yang diajarkan oleh Malaikat Jibril”. Namun dalam kesempatan lain penulis melihat bahwa hadis ini di kritik oleh para ulama, Ibnu Katsir salahsatunya ia menganggap hadis tersebut sebagai hadis mungkar ghariib.
***
Argumen selanjutnya mustahil bagi Rasulullah untuk menafsirkan semua makna Alquran. Hal itu tidak mungkin dilakukan kecuali hanya sedikit. Dengan tidak ditafsirkanya semua ayat Alquran berarti memberi kesempatan kepada umatnya untuk melakukan istinbath dengan menggunakan dalil-dalil yang ada.
Seandainya Rasulullah menjelaskan semua makna Alquran kepada para sahabat maka doa beliau khusus kepada Ibnu Abbas tidak akan berarti. Rasulullah Saw, berdoa “Ya Allah, jadikanlah dia orang yang faham masalah agama dan ajarkanlah ta’wik (kemampuan menafsirkan ayat) kepadanya”. Dan masih ada lagi beberapa Argumen yang dipaparkan dalam kitab tersebut.
Kesimpulan
Keterangan diatas terjadi kontardiksi dari para ulama dan sulit bagi kita untuk berpihak ke mana. Namun kita bisa bersikap moderat yakni mengambil jalan tengah. Muhammad Abdurrahim dalam bukunya Tafsir Nabawi mengatakan “kita bisa mengambil jalan tengah, yakni Rasulullah telah banyak menafsirkan makna-makna Alquran. Hal ini sebagaimana yang kita dapatkan dalam kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadis dan lain sebagainya. Di dalam kitab Al-Burhan fii Ulumil Qura’an juga dijelaskan. Mungkin hikmah dari hal ini adalah kehendak Allah agar hamba-hambanya terbiasa merenungkan kandungan kitab suci Alquran. Oleh karena itu Allah tidak memerintahkan Nabinya untuk menafsirkan semua makna atau maksud ayat Alquran. Wallahuaalam.
Penyunting: Ahmed Zaranggi
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.