Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Antara Istri dan Ibu: Begini Penjelasan Al-Qur’an

Sumber: https://ciayumajakuning.pikiran-rakyat.com/

Akhir-akhir ini, beranda media sosial saya tengah ramai konten yang menampilkan seorang wanita bertanya dalam majlis kajian Islam kepada Ustaz Hanan Attaki selaku penceramah pada saat itu sambil menangis menceritakan kisah rumah tangganya yang hancur hingga berpisah dengan suaminya karena ibu mertuanya. Wanita itu bertanya tentang apakah berdosa melawan mertuanya yang ikut campur urusan rumah tangganya. Apakah suaminya tidak berdosa karena meninggalkan istri dan anak yang masih membutuhkan kasih sayangnya demi berbakti ibunya? Kemudian melanjutkan kembali, apakah benar meninggalkan istri agar berbakti kepada sang ibu akan mendapatkan surga Firdaus? Kira-kira seperti itulah maksud dari pertanyaannya.

Konten tersebut viral di jagat media sosial karena kisah yang disampaikan benar-benar menyentuh hati para jamaah perempuan yang hadir pada saat itu. Bahkan, pendakwah kondang tersebut juga ikut mengeluarkan air mata. Unggahan konten pun disambut dengan komentar empati para netizen. Ada bermacam-macam respon di dalamnya, mulai dari mendukung wanita tersebut dan mencerca ibu mertuanya, namun tidak sedikit pula yang malah membenarkan perilaku  mantan suamiya agar tetap mengutamakan sang ibu.

Lantas, Bagaimana Penjelasan Al-Qur’an?

Mengutip perkataan mufasir kontemporer, Quraish Shihab dalam website NU Online,“Saya memilih tidak menjawabnya. Tapi, ada (saja) orang yang tidak bijak menjawab begini, ‘istri bisa diganti tapi ibu tidak bisa.’ Menurut saya itu salah.” Kemudian beliau melanjutkan, “Istri dan ibu bukanlah pilihan. Keduanya mempunyai peran yang berbeda, tidak perlu membanding-bandingkan, tidak perlu juga harus saklek memilih salah satu karena dua-duanya punya porsi masing-masing. Lanjutnya lagi, “Karena keduanya harus sama-sama dicintai dan diutamakan.”

Allah Swt., berfirman:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِي

Baca Juga  Manusia Harus Lakukan Ini Jika Ingin Dapatkan Ketenangan!


“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Mengenai ayat ini, Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa ini adalah tentang  perintah untuk berbakti dan bersyukur kepada keduanya (orangtua), terlebih ibu. Hal tersebut karena begitu besarnya perjuangan seorang ibu terhadap sang anak. Ibu telah mengandung hati dengan susah payah dan menyapih anak-anak mereka ketika berumur dua tahun, menyusuinya selama dua tahun. Dan saya sangat setuju bahwa berbakti kepada ibu merupakan suatu kewajiban dan keharusan yang utama bagi anak laki-laki meskipun telah memilki istri.

***

Tetapi, di saat yang sama seorang suami juga memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan bertanggungjawab menafkahi istri. Sebagaimana di dalam QS. An-Nisa’: 34,

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ …

“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya …”

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa di samping berbakti kepada orangtua, terutama ibu, seorang suami juga berkewajiban untuk bersikap baik kepada istrinya serta memberikan nafkah. Sebagaimana penjelasan tafsir Kementerian Agama RI bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin yang memelihara, membela, dan mencari nafkah untuk istrinya. Karenanya, sang istri kemudian diharuskan berbakti kepadanya.

Bahkan lebih lanjut, Tafsir kemenag RI juga menjelaskan, istri berhak memberikan pengaduan kepada Hakim yang berwewenang  untuk menyelesaikan permasalahannya jika suami tak mau bertanggung jawab, saking besarnya tanggung jawab seorang suami. Sejalan pula dengan mufasir lainnya, seperti Al-Qurthubi, At-Thabari, Ibn ‘Asyur, bahwa benar adanya laki-laki adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap istri dan anak-anaknya.

Baca Juga  Merenungi Pemaknaan Ramadhan Sebagai Bulan Al-Qur’an Diturunkan

Apakah Ibu Tetap Berhak Diutamakan Meskipun Bersalah?

Tidak boleh bagi seorang ibu menyuruh anaknya menceraikan istrinya tanpa alasan syar’i. Kecuali istri tersebut seorang yang nusyuz, munkar, nggak bener, maka boleh-boleh saja.

Berdasarkan kasus atau fenomena konten yang telah viral di atas, paling tidak untuk mencapai keseimbangan dan keadilan yang sesuai pada tempatnya, penting untuk tidak gegabah mengambil keputusan, apalagi menggunakan dalil berbakti kepada ibu adalah yang utama.

Imam Ahmad Ibn Hambal pernah ditanya, “Ya, Imam, apakah saya harus menceraikan istri saya karena disuruh oleh orangtua saya? Imam Ahmad Ibn Hambal menjawab, “Jangan kau ceraikan.”

Memang sering terjadi di sekeliling kita, ketika terjadi ketidakcocokan antara istri dan ibu suami, lalu sang ibu memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya sebab sakit hati kepada menantunya (dalam hal ini perkara kecil yang tidak syar’i). Apakah suami harus menceraikan istrinya? Tidak.

Antara Bakti dan Nafkah

Bila berbicara mengenai bakti, maka benar bahwa berbakti kepada orangtua adalah yang utama. Namun jika berbicara mengenai nafkah, maka yang menjadi prioritas adalah istri, sebab istri menjadi tanggung jawab penuh bagi suami. Bahkan hak suami atas istri pun lebih besar dibandingkan hak orang tua istri kepada istrinya. Demikianlah besarnya tanggung jawab seorang suami kepada istrinya.

Berbakti kepada orangtua dan tanggung jawab kepada istri beserta anak adalah dua konteks yang berbeda. Sebagaimana penjelasan Quraish Shihab di atas, dan keduanya harus sama-sama dicintai. Jika telah jelas mana yang sebenarnya bersalah, langkah awal adalah dengan cara mengutamakan kemaslahatan kedua belah pihak tanpa harus menelantarkan salah satunya.

Bila permasalahan tak kunjung, maka berpisah tempat tinggal dengan orang tua akan lebih baik sembari membawa anak istri. Dengan begitu, selain melatih kemandirian juga dapat mengerti arti rumah tangga yang sebenarnya tanpa khawatir ada pihak yang rentan ikut campur dalam rumah tangganya.

Baca Juga  Menjaga Kesehatan Dengan Berwudhu

Dalam hal ini, sebenarnya, prinsip berbakti kepada orang tua harus tetap ada dan utama. Bahkan benar bahwa anak laki-laki adalah selamanya milik ibunya. Namun dalam hal nafkah, istri memiliki hak untuk diprioritaskan, dicintai, dan diperlakukan secara baik. Berbeda halnya jika dalam konteks sang ibu mengalami kesusahan nafkah (hidup sendiri dan tidak memiliki tempat bergantung selain anak), barulah anak boleh saja mengambil sebagian nafkah istri (untuk dibagi) kepada ibunya, tetapi bukan seluruhnya. Wallahu a’lam.

Editor: An-Najmi

Muhafizah
Mahasiswi Magister UIN Sunan Kalijaga