Mendengar istilah adil tidak dirasa asing oleh pendengaran. Setiap permasalahan mampu diselesaikan dengan kebijakan yang adil. Bahkan, dalam kewajiban dalam menegakkan suatu negara dalam kategori syariat agama Islam. Dengan begitu, analisis kata adil secara semantik menjadi niscaya.
Bagi orang yang menegakkannya telah mendapat berbagai jaminan dari Allah Swt, karena dianggap menarik. Maka, penulis ingin sedikit mengungkap bagaimana Al-Qur’an menyebutkan dan menjelaskan istilah adil di dalamnya.
Kosa Kata Adil Dalam Al-Qur’an
Makna adil dalam Al-Qur’an disebutkan dalam dua bentuk kata, al-’Adl dan al-Qist. Pada kesempatan ini, penulis menyempitkan analisa kata adil dengan kajian semantik terhadap kata al-’Adl.
Kata al-’Adl sebagai bentuk mashdar berasal dari ‘adala-ya’dilu‘adlan. Kata al-’Adl dalam kamus lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzur memiliki makna: meluruskan, lurus, melarikan diri, berangkat, mengelak dari jalan (keliru) menuju jalan (benar), sama, sepadan. Sehingga, dapat dipahami bahwa al-’Adl bermakna tidak condong, sama atau proporsional.
Guna mengetahui dan memahami makna hakikat, diperlukan makna relasional. Yaitu suatu makna konotatif yang diberikan terhadap makna yang sudah ada. Sehingga mampu memunculkan makna baru. Hal demikian perlu adanya analisis sintagmatik dan paradigmatik.
Analisis Sintagmatik Dan Paradigmatik
Secara sederhana, analisis sintagmatik digunakan guna menentukan makna suatu kata dengan memperhatikan kata yang ada sebelum dan sesudahnya. Melalui analisa paradigmatik, kata al-’Adl dalam Al-Qur’an memiliki korelasi dengan kata iman, taqwa, amar, syahadah.
Sedangkan, secara paradigmatik, komparasi suatu konsep dengan konsep lain baik dalam ranah antonimitas ataupun sinonimitas. Dari jangkauan antonym, terdapat kata al-Jaur dan al-zulm, Sementara dari jangkauan sinonim terdapat kata al-wasath dan al–Haq.
Dari uraian makna korelasi kata al-Adl dengan kata yang mengelilinginya, dapat disimpulkan. Bahwa medan semantik ini menggunakan inti kata al-’Adl dengan kata kunci al-Iman, Taqwa, amar, syahadah, al-haq, al-wasat, al-Jaur, dan zulm.
Mengungkap suatu makna kata dengan pendekatan semantik, tentu tidak bisa meninggakan aspek sinkronik dan diakronik. Keduanya menganalisis suatu kata terkait perubahan atau tidak, yang berpacu pada zaman tertentu. Dengan analisis ini, akan membantu pemahaman suatu kata. Karena dalam kosa kata terkandung bagaimana pandangan dunia (word view). Prasangka masyarakat yang memakainya dan tentunya mampu menggambarkan kultur pada saat tertentu.
Dalam kajian Al-Qur’an, maka analisa menggunakan bantuan periodesasi. Melalui pembagian 3 periodesasi; pra Qur’an saat Qur’an dan pasca Qur’an. Analisis kata pra Qur’an bisa didapati melalui syair kuno.
Analisis Pra-Qur’anik
Dalam analisis kata al-’Adl ditemukan syair kuno yang ada dalam Maqayis al-Lughoh. “Sampai kapan bangsa ini akan terus maju? Mereka menjawab: “(hingga menjadi) kaum yang terkemuka” diantara kita, mereka adalah kaum yang ridho dan juga adil.” Dari syair kuno tersebut, didapati makna adil al-Hukm bi al-Tawazun (keputusan suatu hukum diberikan dengan seimbang).
Selain Maqayis al-lughoh, al-Ashfani juga menyebutkan syair kuno dalam karyanya, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an. “mereka adalah kaum ridho dan juga kaum adil”. Dengan adanya syair yang telah disebutkan menunjukkan bahwa istilah al-’Adl telah digunakan sebelum datangnya agama Islam.
Analisis Masa Qur’anik
Namun pada masa pra Qur’anik, kata al-’Adl hanya memiliki makna murni dari Bahasa arab, belum memiliki konsep khusus. Sederhananya al-‘Adl masa pra Qur’anik memiliki makna tawazun (seimbang).
Pada masa Qur’anik ini terjadi pembagian masa layaknya periode kenabian, Makkah dan Madinah. Proses dakwah atau penyebaran Islam antara periode Makiyah dan madaniyah tentu sangat berbeda.
Hal demikian sesuai dengan konteks sosial masyarakat sebagai objek penyebaran Islam. Pada periode Makkah identik dengan pengokohan tauhid dan keyakinan. Saat itu, ini kata al-’Adl bisa dikaji melalui beberapa surat Al-Qur’an, diantaranya Q.S al-An’am: 150 dan Q.S an-Naml: 60.
Pada masa Madinah, penyebaran agama Islam semakin berkembang. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan tidak lagi dalam konteks uluhiyah, namun sudah berkembang dalam bidang ijtimaiyah (sosial kemasyarakatan).
Dalam hal ini kata al-’Adl berkorelasi dengan kisah al-Baqarah: 48, hukum utang-piutang dalam al-Baqarah: 282, pernikahan dalam an-Nisa: 3, etika suatu hukum dalam an-Nisa: 58. Dan juga hukum haji dalam Al-Maidah: 95, menjadi saksi dalam An-Nisa: 135, menjadi saksi terkait hukum wasiat dalam Al-Maidah: 106. Serta adil dalam perang ataupun suatu perselisihan yang dapat ditemui dalam Al-Hujurat: 9.
Analisis Pasca Qur’anik
Setelah Al-Qur’an turun, tentu istilah adil yang dulunya hanya bermakna seimbang atau tawazun, mengalami pergeseran atau perubahan makna yang dipengaruhi oleh kosa kata dalam Al-Qur’an. Karena adanya pengaruh tersebut, Thosiko Izutsu -ilmuwan dalam bidang semantik- mengungkapkan akan membentuk sistem secara material.
Sebagai contoh, ungkapan al-’Adl digunakan oleh kaum mu’tazilah dalam pembahasan laknat yang diberikan Allah Swt terhadap orang Kafir di dunia. Laknat dimaknai sebagai bentuk keadilan atau adanya keseimbangan yang diberikan Allah Swt antara kafir dan Muslim.
Dari pemaparan analisis semantik di atas, pandangan dunia terhadap kata al-’Adl menjadi jelas. Yaitu merupakan bentuk wujud dari Iman, taqwa, dan kepatuhan hamba kepada sang pencipta. Hal ini dapat memberikan kita pemaknaan yang utuh terhadap kosa kata adil di dalam Al-Qur’an. Semoga dengan ini dapat menambah wawasan dan kekaguman kita terhadap Al-Qur’an.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.