Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Analisis Semantik Kata Hujan dalam Al-Qur’an

Hujan
Sumber: pinterest.com

Semantik berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ yang berarti tanda dan pertama kali digunakan oleh Michel Bréal pada tahun 1883. Kata ini kemudian menjadi sebuah cabang linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa dan menjadi salah satu dari tiga tataran analisis bahasa, selain fonologi dan gramatika. Semantik berkaitan erat dengan sintaksis (struktur simbol) dan pragmatik (penggunaan simbol dalam konteks).

Menurut Izutsu, semantik ialah kajian analisis atas istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang menghasilkan pengertian konseptual weltanschauung (pandangan dunia) masyarakat yang menggunakan suatu bahasa. Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, sebagaimana kata Izutsu, tujuan analisis semantik ialah memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamis dari Al-Qur’an. Caranya ialah dengan penelaahan analitis dan metodologi terhadap konsep-konsep pokok. Yaitu, konsep-konsep yang memainkan peran dalam menentukan pembentukan visi qurani terhadap alam semesta.

Metode analisis semantik Al-Qur’an menurut Toshihiko Izutsu meliputi empat tahapan utama:

  1. Menentukan kata kunci yang akan dikaji, misalnya kata ghurûr dan turunannya.
  2. Menganalisis makna dasar (makna asli) dan makna relasional (makna kontekstual) dari kata tersebut.
  3. Mengkaji perkembangan makna secara historis melalui pendekatan sinkronik (makna dalam satu periode) dan diakronik (perubahan makna dari masa ke masa). Pendekatan ini mencakup masa praQuranik, Quranik, dan pasca-Quranik.
  4. Mendeskripsikan weltanschauung Al-Qur’an, yaitu pandangan dunia yang dibentuk oleh bahasa dalam menafsirkan realitas sekitarnya.

Makna Hujan dalam  Semantik

Secara bahasa, hujan berarti titik-titik air yang jatuh dari udara karena proses pendinginan. Hujan juga berarti sesuatu yang datang dan sebagainya banyak-banyak. Dalam istilah ilmiah, hujan disebut presipitasi cair, yaitu proses pengembunan di atmosfer yang menghasilkan air yang jatuh ke bumi.[1] Hujan terjadi ketika uap air di atmosfer terkondensasi dan jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi, yaitu perputaran air yang terus menerus dari air menjadi uap, lalu kembali menjadi air lagi.[2]

Baca Juga  Proses Turunnya Hujan dalam Q.S Ar-Rum Ayat 48

Menurut KBBI, hujan adalah rintik air yang jatuh dari udara akibat proses pengembunan.[3] Hujan terjadi melalui siklus air, di mana air dari laut, danau, atau sungai menguap oleh panas matahari, membentuk uap yang berkumpul di awan. Uap air yang besar bertabrakan dan membentuk tetesan air lebih besar hingga jatuh sebagai hujan, terutama jika membentuk awan cumulus yang tinggi. Jika tetesannya kecil, bisa menguap kembali. Air hujan yang turun akan meresap ke tanah atau mengalir ke sungai dan laut, lalu mengalami penguapan kembali dalam siklus yang berulang.

Jadi, hujan adalah proses jatuhnya air dalam bentuk cair atau padat dari atmosfer ke permukaan bumi akibat pengendapan. Dalam peta, curah hujan digambarkan dengan garis isohyet.[4] Hujan terjadi saat atmosfer cukup tebal dan suhu di atas titik leleh es atau titik embun, memungkinkan kondensasi uap air menjadi tetesan yang cukup berat untuk jatuh ke daratan.

Makna Hujan Perspektif Al-Qur’an

Secara bahasa, kata “matr” dalam bahasa Arab mempunyai arti hujan.[5] Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa makna hujan. Di antaranya adalah hujan sebagai berkah, pemenuh kebutuhan makhluk hidup ciptaan Allah, bentuk dari keseimbangan alam yang Allah ciptakan. Hujan juga merupakan perhitungan Allah akan kebutuhan manusia dengan air untuk hidup, kabar gembira, bukti kebesaran Allah, dan sebagainya.

Al-Qur’an menyebut istilah matr sebanyak 15 kali pada 9 surah, yaitu Al-A’raf: 84, Hud: 82, Al-Hijr: 74, Asy-Syuara: 173, An-Naml: 58, Al-Anfal: 32, Al-Furqon: 40, An-Nisa’: 102, Al-Ahqaf: 24. Secara umum, kata matr dalam Al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, bermakna sesuatu yang turun atau jatuh dari langit ke bumi dengan frekuensi yang banyak. Matr bukan hanya berarti turunnya air dari langit, tetapi juga turunnya benda lain seperti batu. Dalam beberapa ayat al-Qur’an, diksi ini menunjukkan hujan batu sebagai “azab” terhadap kaum yang ingkar kepada Allah Swt. Di antaranya:[6]

Baca Juga  Muhammad Abduh (1): Maha Guru Mufasir Aliran Modernis

1.     Q.S. Asy-Syuara: 173

وََاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۚ فَسَاۤءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِيْن

Artinya: “Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu). Maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kata wa amtarna (kami hujani) merujuk pada hujan batu sebagai bentuk azab. Quraish Shihab menjelaskan bahwa hujan tersebut turun langsung dari langit dan menimpa mereka hingga membinasakan semuanya. Ia menegaskan bahwa itu adalah azab yang sangat buruk bagi kaum yang telah mendapat peringatan.

***

2.     Q.S Al-Anfal: 32

وََاِذْ قَالُوا اللّٰهُمَّ اِنْ كَانَ هٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَاَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ اَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”.

Maksud dari hujan pada ayat ini adalah hujan yang turun kepada kaum musyrikin yang meminta turunnya hujan batu atas ketidakpercayaannya terhadap Al-Qur’an sebagai risalah Muhammad Saw.

3.     Q.S Al-Ahqaf: 24

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُّسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا۟ هَٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا ۚ بَلْ هُوَ مَا ٱسْتَعْجَلْتُم بِهِۦ ۖ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih”

Quraish Shihab menjelaskan ketika kaum Nabi Hud melihat awan, mereka mengira itu pertanda hujan yang membawa rezeki. Namun, Nabi Hud menjelaskan bahwa awan itu justru membawa azab berupa angin dahsyat yang atas izin Allah menghancurkan segala sesuatu yang ia lewati. Akibatnya, kaum ‘Ad binasa dan hanya menyisakan puing-puing tempat tinggal mereka sebagai balasan atas kedurhakaan mereka.

Baca Juga  Surat Hud Ayat 7: Fenomena Proses Penciptaan Alam Semesta

Dari penjelasan beberapa ayat di atas, dapat dipahami bahwa kata matr dalam Al-Qur’an bukanlah bermakna hujan pembawa rahmat, tetapi yang membawa bencana atau azab. Semua penjelasan dari beberapa ayat di atas menjelaskan kisah-kisah kaum atau umat manusia yang mendapat azab dari Allah swt atas kedurhakaannya.

Kesimpulan

Dalam Tafsir Al-Misbah, kata matr dalam Al-Qur’an merujuk pada hujan batu sebagai bentuk azab bagi kaum yang durhaka. Quraish Shihab menjelaskan bahwa hal ini menunjukkan hukuman Allah kepada pelaku maksiat, yang bisa berupa bencana alam. Oleh karena itu, umat Islam perlu introspeksi agar bencana yang terjadi tidak menjadi hukuman dari Allah.

Editor: Dzaki Kusumaning SM


Referensi

[1] S. Sri Harto, Meteorologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 45-47.

[2] D. Tarigan, Siklus Hidrologi dan Dampaknya terhadap Lingkungan, (Jakarta: Erlangga, 2015), h. 12-14.

[3] Dedy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). Hlm 509.

[4] Hartono, Jelajah Bumi dan Alam Semesta, (Jakarta: CV.Citra Praya.2009), h. 99.

[5] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1343.

[6] M. Quraish Shihab, Tafsir  al-Misbah:  Pesan,  Kesan,  dan  Keserasian  al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007).