Awal abad ke-17 M, Indonesia memiliki sejarah penting dalam kajian hadis. Pasalnya, pada saat itu terjadi perkembangan yang luar biasa dalam kajian hadis di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari adanya kitab hadis karya Nur al-Din al-Raniri dengan judul Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tarhib. Ada juga ‘Abdul Rau’uf al-Sinkili, al-Tarmasi, al-Fansuri, dan Nawawi al-Bantani. Mereka semua merupakan ulama hadis dari Indonesia di abad 17 sampai 20 M.
Karya-karya ulama pada masa itu hanya berorientasi pada paraktek-praktek dalam beragama, terutama fiqh dan akhlak. Belum ada kajian khusus mengenai keotentikan hadis. Hal ini menunjukkan bahwa kajian hadis dan seluk-beluknya tidak mendapatkan perhatian yang besar. Tentu, ini tidak menunjukkan bahwa pemahaman ulama-ulama tersebut sangat kurang dalam kajian hadis. Melainkan karena pada masa itu kajian akan keotentikan hadis masih dirasa belum terlalu penting dan belum begitu dibutuhkan.
Kebutuhan masyarakat pada masa itu masih berputar tentang akhlak dan praktek beragama. Hal tersebut dianggap lebih penting dibanding dengan kajian tentang hadis secara mendalam. Di abad 21, kajian hadis mulai terus berkembang dan mengalami kemajuan yang luar biasa karena mulai banyak ulama-ulama yang memberikan perhatian besar pada ilmu dirayah. Salah satunya adalah Ali Mustafa Yaqub.
Biografi Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub merupakan anak dari pasangan Ya’qub dan Zulaikha. Ayah dan ibunya adalah seseorang yang mengabdikan hidupnya untuk ummat dengan menjadi seorang mubalig terkemuka pada masanya. Ibunya yang luar biasa membantu dengan penuh hati perjuangan ayahnya dalam berjuang menyampaikan kebenaran.
Ia dilahirkan di Desa Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada tanggal 2 Maret 1952. Ali Mustafa Yaqub dibesarkan di lingkungan yang taat dalam beragama dalam keadaan berkecukupan. Seperti anak lainnya, usai belajar di sekolah, ia akan menggembala kerbau bersama teman-temannya di lereng-lereng bukit pesisir Jawa Tengah.
Ia 7 bersaudara, dua di antaranya mendahului mereka. Ibunya diwafatkan pada 1996. Di antara seluruh saudarnya, terdapat satu orang yang mengukuti jejak ayahnya, meneruskan dakwah, dan pernah menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Darus Salam Batang. Karena banyaknya penduduk di lingkungan Ali Mustafa Yaqub yang tidak memiliki pemahaman agama yang baik, ayah dan kakeknya mendirikan pondok pesantren dengan harapan semakin baiknya pemahaman masyarakat terhadap Islam. Santri dari pondok tersebut adalah masyarakat sekitar.
Setelah tamat SMP, Ali ingin sekali melanjutkan pendidikan umum. Akan tetapi, ayahnya telah memiliki keinginan sendiri untuk anaknya. Sehingga ia diantar ke pesantren guna menimba ilmu agama di Pesantren Seblak, Jombang. Tahun 1972, beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, dengan konsentrasi di syari’ah.
Saat menjadi santri di Jombang, beliau memperlajari banyak hal, seperti kitab-kitab kuning yang langsung diasuh oleh Kiai yang mumpuni di bidangnya. Kepada KH. Idris Kamali, Ali belajar Bahasa Arab. Dengan metode sorogan atau arab pegon, ia belajar hadis dan tafsir. Di sana santri diwajibkan menghafal banyak kitab, di antaranya ialah Alfiyah Ibnu Malik, al-Bayquniyah, al-Waraqat, dan yang lainya. Selain KH. Idris Kamal, ia juga belajar ilmu hadis dari KH. Shabari.
Dari KH. Adhlan ia belajar ilmu akhlak dan ilmu lainnya. Sementara itu, ilmu ushul fiqh didapatkannya dari KH. Syamsuri Badawi. Selain itu, beliau juga pernah menimba ilmu kepada Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal dengan Gus Dur. Padanya, beliau belajar Bahasa Arab dan kitab Qatr al-Nada.
Karena memiliki kemampuan yang bagus, ia diberikan amanah untuk mengajar di almamaternya Bahasa Arab dan Kitab Kuning sampai tahun 1976. Tidak puas sampai di situ, ia memilih melanjutkan program Licence (Lc) di Universitas Islam Imam Muhammad ibn Saud, Fakultas Syariah dan lulus tahun 1980. Masih di kota yang sama, ia melanjutkan pendidikannya lagi Universitas King Saud dengan jurusan hadis dan tafsir. Di sinilah beliau mendapatkan gelar masternya.
Masih dengan rasa tidak puasnya alias haus akan ilmu, ia melanjutkan jenjang pendidikannya ke program doctor di Universitas Nizamia, Hyderabad, India di tahun 2005/2006, spesialisai hukum Islam dan lulus dua tahun setelahnya.
Sebagai seorang pembelajar, ia juga merupakan sosok yang sangat aktif dalam berbagai hal, terutama organisasi dan dunia pendidikan. Setelah lulus, ia mengabdikan diirnya untuk agama dan umat tanpa pernah berhenti, baik melalui lisannya ataupun penanya. Hingga akhirnya ia diwafatkan pukul 06:00 di Rumah Sakit Hermenia, Ciputat di usianya ke 64 tahun.
Karya-Karya
Sebagai pembelajar ulung yang telah mengenyam berbagai pendidikan dan ditempa oleh banyaknya pengalaman, kita akan menemukan banyak sekali karya-karya yang telah ia hasilkan. Apalagi filosofi dan penyemangatnya dalam menulis adalah “Walaa tamuutunna illa wa antum kaatibuun, (Dan janganlah kamu mati dalam keadaan tidak menulis). Hal ini berarti ”Pantang meninggal sebelum berkarya.”
Baginya, menulis adalah cara untuk menjangkau generasi berikutnya, tak terbatas waktu, sementara kata-kata memiliki waktu yang sangat terbatas. Dalam sebuah syairnya, ia mengungkapkan,
“Karya-karya tulis akan kekal sepanjang masa sementara penulisnya akan terkubur dibawah tanah.”
Dalam sebuah skripsi yang berjudul Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer di Indonesia, terdapat 27 buku yang telah ia tulis. Meski merupakan pakar hadis, tetapi karya-karyanya tidak terbatas pada pembahasan hadis saja. Beberapa karyanya ialah Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam (1999), Hadis-hadis Bermasalah (2003), Nasihat Nabi kepada Para Pembaca dan Penghafal al-Qur’an (1990), Obat dan Kosmetika dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadis (2009), Imam perempuan (2006), MM A’zmi Pembela Eksistensi Hadis (2002), . Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan (2003), dan banyak karya lain.
Lalu, kontribusi apa yang ia lakukan dalam bidang hadis, khususnya ilmu dirayah? Kontribusi tersebut ada pada metode yang ia gunakan dalam memahami hadis yang tidak hanya satu metode, melainkan beberapa metode. Di antaranya adalah metode tekstual dan kontekstual, metode pemahaman dengan pendekatan sains, dan lain-lain.
Editor: Ananul
Leave a Reply