Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Al-Qur’an Sempurna dan Mengandung Segala-galanya?

Segala-galanya
Sumber: Unsplash.com

Pada saat saya masih belajar iqra’ di TPA dulu, guru ngaji saya sering berkata bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Dikatakannya al-Qur’an menjadi pedoman hidup yang lengkap dan mencakup segala-galanya. Hal ini sering sekali disampaikan ketika pembukaan sebelum masuk ke agenda ngaji yakni bergantian disimak bacaan iqra para santri TPA oleh ustadz-ustadzah di masjid desa.

Ngaji iqra di desa saya memang masih eksis sampai hari ini. Masjid masih ramai akan anak-anak kecil berpeci dan berjilbab dengan wajah polos membawa tas gendong berisi buku iqra’. Setiap sore mereka berangkat untuk mendapatkan secercah pemahaman agama di masa belia. Saya pernah melalui kegiatan itu. Menyenangkan sekali bergerombol ke masjid bersama teman-teman, apalagi mendapat tambahan uang jajan ketika berangkat ngaji, hehe.

Akhir-akhir ini saya sedikit disibukkan membaca buku pemikiran Harun Nasution sebagai salah satu pemikir yang banyak dijadikan rujukan di UIN Jakarta. Ini saya lakukan untuk memperluas wawasan sekaligus menyiapkan ujian komprehensif yang harus dilalui mahasiswa UIN Jakarta. Jadilah saya bersemangat membacanya.

Judul menarik yang saya temukan didalam buku “Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution” membawa saya menulis tulisan ini. Buku ini berisi esai dan makalah yang diedit oleh Saiful Muzani. Ada judul yang mengingatkan tentang banyaknya kesempatan yang saya lalui dalam mempelajari al-Qur’an sejak TPA sampai sekarang yang berbicara tentang kesempurnaan al-Qur’an. Pasti pembaca juga pernah mendengar atau membaca tentang kesempurnaan al-Qur’an. Tapi judul itu membuat saya berpikir ulang.

Al-Qur’an Mengandung Segala-galanya?

“Al-Qur’an Mengandung Segala-galanya?” begitu judul tulisannya. Menurut Harun Nasution, pendapat bahwa al-Qur’an adalah kitab yang lengkap dan sempurna, mencakup segala-galanya, timbul dari sifat al-Qur’an sebagai wahyu; kitab yang mengandung firman Tuhan yang dikirimkan-Nya kepada manusia melalui Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk dan pegangan, baik di dunia sekarang maupun di hari akhir nanti.

Saya mengiyakan, meyakini dan tak bisa menolak bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang mutlak kebenarannya. Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi melalui perantara Malaikat Jibril. Allah adalah pencipta dan pengatur alam semesta. Allah adalah sumber pengetahuan. Belum lagi tujuan diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk hidup dengan baik.

Baca Juga  Agama Itu Untuk Manusia, Bukan Tuhan!

Banyak pembicara dalam khutbahnya, ceramahnya mengungkapkan kesempurnaan al-Qur’an. Belum lagi ayat-ayat yang memperkuat pendapat tersebut. Misalnya dalam surah al-Maidah ayat 3 “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu; dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu”.

Dalam surah selanjutnya, yaitu al-An’am di ayat ke 39 menyebutkan “Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab”. Surah an-Nahl ayat 89 pun menyebutkan “Dan Kami turunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)”. Ayat-ayat ini dan yang senada dengan ini mengandung arti bahwa Al-Quran memang mencakup dan menjelaskan segala-galanya.

Ayat yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Harun Nasution menuliskan kalau ketika diperhatikan lagi isi al-Qur’an sendiri akan keliatan bahwa perincian dan klasifikasi ayat-ayat yang terkandung di dialamnya tidak memperkuat pendapat tersebut. Disebutkan oleh beliau, bahwa al-Qur’am seluruhnya berjumlah 6.236 ayat. 4.780 ayat atau 76,65 persen dari jumlah itu adalah ayat ayat Makiyah (yang turun di Makkah). 1.456 ayat atau 23,35 persennya adalah ayat Madaniyah (turun di Madinah).

Sebagaimana kita tau, ayat Makiyah pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan-perbuatan baik serta jahat, pahala, ancaman, dan kisah terdahulu. Sedangkan ayat Madaniyah membicarakan hal-hal yang erat dengan hidup kemasyarakatan manusia, karena di periode Madinahlah, Islam merupakan negara yang mempunyai daerah, rakyat, pemerintahan, dan lembaga kemasyarakatan lain yang.

Pada periode Makkah, Islam belum mampu membentuk masyarakat yang teratur, karena tekanan dari golongan masyarakat di sana. Di Makkah, Islam baru merupakan agama, sedangkan di Madinah, Islam bukan saja agama tapi telah meningkat sebagai negara. Maka ayat yang diturunkan pun berisi ketentuan yang untuk mengatur hal itu.

Baca Juga  Kenapa Memilih Islam Moderat?

Perincian Ayat-Ayatnya

Harun Nasution menegaskan bahwa tidak semua ayat Madaniyah yang berjumlah 1.456 ayat itu mengandung ketentuan-ketentuan hukum tentang hidup kemasyarakatan umat. Jumlah ayat yang demikian hanya sedikit. Kurang lebih 500 ayat dari seluruh ayat al-Qur’an mengandung ketentuan tentang iman, ibadah dan hidup kemasyarakatan. Ayat mengenai ibadah berjumlah 140, mengenai kemasyarakatan 228.

Ayat mengenai kemasyarakatan dirinci lagi. Tentang hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris, dan sebagainya ada 70 ayat. Ayat tentang hidup perdagangan, gadai, perekonomian, jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perseroan, kontrak, dan sebagainya ada 70 ayat. Ayat tentang pidana ada 30 ayat. Tentang hubungan orang Islam dengan orang yang bukan Islam berjumalah 25 ayat. Ayat soal peradilan berjumlah 13 ayat. Ayat tentang hubungan orang kaya dan orang miskin ada 10 ayat. Dan ayat tentang masalah ketatanegaraan ada 10 ayat.

Namun perincian yang dikutip dari Abdul Wahab Khallaf ini tidak menyebutkan soal keuangan, perindustrian, pertanian dan sebagainya. Memanglah ada terkait perekonomian, dan kenegaraan, namun ayat tersebut tidak menjelaskan sistem pemerintahan ataupun sistem perekonomian yang dipakai umat Islam. Tidak ada perintah harus mengambil sistem yang seperti apa, republik atau kerajaan. Jelasnya dasar yang dipakai dalam mengatur negara, salah satunya musyawarah.

Juga tidak dijelaskan sistem perekonomian yang harus dilaksanakan umat Islam. Apakah sistem sosialisme, sistem komunisme, atau sistem kapitalisme. Yang dijelaskan ialah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dalam mengatur hidup perekonomian. Salah satu ketentuannya adalah haramnya riba dan wajibnya keadilan dilaksanakan.

Maka Harun Nasution menyatakan bahwa kurang tepat kalau al-Qur’an dikatakan menjelaskan sistem kenegaraan, sistem perekonomian, sistem keuangan, sistem hidup kemasyarakatan, perindustrian, pertanian dan sebagainya yang harus dilakukan umat Islam. Dalam hadis, Nabi mengatakan “Kamu lebih mengetahui soal-soal hidup duniaanmu”. Ini mengandung arti bahwa wahyu tidak banyak membicarakan soal duniawi umat dan itu digambarkan dalam perincian tadi.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 51-53: Kaum Musa dan Lembu Emas

Lalu Bagaimana Kehidupan Umat Islam?

Ayat-ayat al-Qur’an tidak banyak membicarakan soal hidup kemasyarakatan, namun menurut Harun Nasution ada hikmahnya. Kita tau bahwa masyarakat kita bersifat dinamis. Masyarakat senantiasa berubah dan berkembang mengikuti zaman yang juga berubah. Sedangkan kita juga tau bahwa peraturan dan hukum memiliki efek mengikat. Kalau peraturan dan hukum yang mengatur masyarakat berjumlah banyak dan rinci, maka masyarakat yang diatur dengan sistem peraturan dan hukum yang absolut akan menjadi terikat. Ini akan berakibat pada perkembangan masyarakat yang akan terhambat.

Disinilah hikmahnya mengapa ayat-ayat yang mengatur masyarakat di dalam al-Qur’an jumlahnya sedikit. Allah menyerahkan soal hidup kemasyarakatan manusia kepada akal manusia untuk mengaturnya. Yang diberikan Allah dalam al-Qur’an hanyalah dasar-dasar atau patokan-patokan. Dasar-dasar dan patokan-patokan inilah pegangan umat islam untuk mengatur hidup kemasyarakatan.

Dari patokan dan dasar itu, berkembang dan muncullah sistem pemerintahan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem keuangan Islam, masyarakat Islam dan lainnya. Meskipun al-Qur’an tidak mengandung sistem-sistem itu, tak berarti sistem seperti sistem ekonomi Islam, dan lain sebagainya tidak ada. Semua itu ada, dan hari ini kita banyak kita temui dan pelajari. Tapi itu bukanlah ajaran yang absolut, apalagi dinamika kemasyarakatan terus berubah. Semua sistem-sistem itu adalah buah pikir manusia, hasil dari kebudayaan manusa, oleh karena itu dapat berubah dan diubah. Hanya saja, patokannya ada dalam al-Qur’an dan tidak boleh dilupakan. Patokan dan dasar itu harus terus dipegang.

Selain persoalan kemasyarakatan, adapula persoalan lain seperti ayat ilmu pengetahuan dan fenomena alam yang juga tak banyak, namun ada dan tak boleh dilupakan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa kurang benarlah pendapat al-Qur’an mengandung segala-galanya dan menjelaskan segala-galanya. Mungkin dalam tulisan selanjutnya kita bahas tafsir kesempurnaan dari ayat-ayat yang saya sebutkan di dalam tulisan ini.