Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Al-Qur’an Mengangkat Derajat Perempuan

Perempuan
Sumber: istockphoto.com

Sejarah mencatat bahwa jauh sebelum al-Qur’an di turunkan, hampir di seluruh belahan dunia terjadi kekerasan, pelecehan dan penindasan terhadap kaum perempuan (Jalaluddin, 2016 : 10-19).  Misalnya dalam peradaban Romawi, derajat perempuan sepenuhnya di bawah kekuasaan ayah, setelah kawin kekuasaan tersebut beralih ke tangan suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan termasuk membunuhnya.

Nasib Perempuan Sebelum Datangnya Al-Qur’an

Peradaban Yunani Kuno juga memperlakukan perempuan dengan cara yang tidak layak. Di kalangan elite, perempuan-perempuan disekap dalam istana-istana. Sementara di kalangan masyarakat bawah, nasib perempuan lebih menyedihkan lagi. Mereka dijadikan budak sekaligus untuk diperjual-belikan.

Di India masa lalu, perempuan dipandang sebagai sumber dosa dan sumber dari kerusakan moral dan agama. Selain itu hak hidup perempuan yang sudah bersuami bergantung pada suaminya. Apabila suaminya mati, maka berakhir pula hak hidup perempuan tersebut.

Pada masa Cina Kuno, posisi dan kedudukan perempuan juga tidak jauh buruknya dibandingkan dengan peradaban lain. perempuan dianggap makhluk yang paling beruntung. Bahkan ketika dia meninggal, tidak seorangpun yang menagisi kepergiannya.

Masyarakat Jahiliah

Di kalangan masyarakat Arab jahiliah juga memperlakukan perempuan dengan tidak semestinya. Salah satu tradisi mayoritas mereka adalah mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Atau kalaupun dibiarkan hidup tetapi diperlakukan tidak adil dan jauh dari nilai kemanusiaan. 

Al-Qur’an merekam perbuatan mereka dalam banyak ayat, salah satunya yaitu artinya “dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah. ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An-Nahl : 58-59) 

Menurut Quraish Shihab (2002 : 261), tradisi masyarakat jahiliah dengan mengubur hidup-hidup anak perempuan ini tidak dilakukan oleh semua bangsa Arab, melainkan dilakukan oleh beberapa kabilah dinataranya Bani Rabi’ah, Bani Kindah dan Bani Tamim. Sedangkan suku Bani Quraisy dengan berbagai cabang keturunannya tidak melakukan kebiasaan buruk ini.

Baca Juga  Kedudukan Anak Perempuan dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam

Tradisi masayarakat jahiliah ini bermula ketika Bani Tamim menyerang Persia, namun terkalahkan. Sehingga istri dan anak-anak perempuan mereka ditawan dan diperbudak. Setelah beberapa lama, kedua belah pihak yang berperang kemudian berdamai. Para istri dan anak perempuan itu dipersilakan untuk kembali ke kampung halaman, tetapi sebagian mereka enggan kembali. Hal ini membuat geram para pemuka Bani Tamim, sehingga memutuskan untuk menanam hidup-hidup setiap anak perempuan yang lahir.

Derajat Perempuan Diangkat

Al-Qur’an hadir membela dan mengangkat derajat kaum perempuan yang sebelumnya selalu dihina, dilecehkan, disiksa bahkan dibunuh. Ada beberapa bukti bahwa al-Qur’an mengangkat derajat perempuan yaitu sebagai berikut.

Pertama,  membiarkan anak perempuan untuk hidup dan tidak membeda-bedakan dengan anak laki-laki. Hal ini berdasarkan ayat al-Qur’an yaitu “kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Asy-Syura : 49-50)  

Ayat di atas merupakan salah satu bukti bahwa al-Qur’an mengangkat derajat perempuan yaitu dengan disebutnya perempuan terlebih dahulu dibanding laki-laki dalam ayat tersebut dalam hak untuk hidup. Hal ini dikarenakan sebelum datangnya al-Qur’an perempuan tidak diperhatikan, bahkan dibunuh atau dikubur hidup dan segala macamnya.

Kedua, amalnya perbuatan dinilai sama dihadapan Allah.  Al-Qur’an menyebutkan bahwa“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. “ (QS. An-Nisa : 124).

Ayat al-Qur’an di atas secara tegas mempersamakan usaha dan ganjaran yang akan diterima oleh laki-laki dan perempuan. Sedangkan jauh sebelum diturunkan al-Qur’an, oleh sebagian masyarakat Kuno, perempuan didisrkriminasi termasuk dalam hal ibadah, karena dianggap tidak suci.  

Baca Juga  Khaulah binti Tsa'labah: Perempuan yang Menjadi Sebab Turunnya Ayat

Ketiga, mendapat harta warisan. Salah satu bukti bahwa al-Qur’an mengangkat derajat perempuan yaitu dengan memberikan hak untuk mendapatkan warisan.  al-Qur’an menyatakan “ bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa : 7)

Menurut penjelasan Muhammad Ali Ash-Shabuni (2015 :20) sebelum al-Qur’an di turunkan, perempuan dalam masyarakat Arab Jahiliah sama sekali tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari pewaris (suami, orang tua maupun kerabatnya), dengan alasan bahwa perempuan tidak ikut berperang dan sebagainya. Begitu juga pada masyarakat Kuno lainnya, perempuan tidak mendapatkan harta warisan. Bagaimana tidak, terkadang hidup mereka hanya menjadi budak, atau hanya sebagai tempat pelampiasan nafsu lelaki. Sehingga terkadang, diberi hak untuk hidup saja sudah menjadi sesuatu mujur bagi mereka.

Editor: An-Najmi Fikri R