Said Nursi: Integrasi Agama dan Sains
Tulisan ini agaknya bermuara dari sosok mufasir Badiuzzaman Said Nursi, intelektual Turki penulis tafsir Isyarat al-Ijaz fi Mazhan al-Ijaz. Di mana muncul sebuah pertanyaan dari murid beliau, yaitu benarkah Al-Qur’anul Karim memuat perihal segala sesuatu sebagaimana Al-Qur’anul Karim sendiri menyebutkan hal tersebut?
Maka sosok ulama Turki itupun menjawab bahwa benar Al-Qur’anul Karim memuat segala sesuatu, termasuk didalamnya perihal teknologi dengan berbagai tingkatanya. Seperti berupa benih sesuatu, kadangkala gambaran umum ataupun saripatinya, kadangkala berupa tanda-tanda entah secara eksplisit, implisit, simbolis, abstrak ataupun berupa peringatan, sebagaimana Al-Qur’anul Karim memberikan isyarat kereta api pada surah Yasin ayat 41-42. (Nursi, 2011, pp. 326-327)
Perihal jawaban daripada Badiuzzaman Said Nursi di atas, menurut hemat penulis sejurus dan senada dengan penafsiran ulama asal bumi Aceh, yaitu Teungku Muhammad Hasby Ashidiqie. Dalam tafsirnya Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, beliau menjelaskan bahwasanya sebagaimana kendaraan laut yang dijelaskan di ayat sebelumnya, yaitu surah Yasin ayat 41, dijelaskan pula pada ayat setelahnya yaitu surah Yasin ayat 42, yaitu dijadikanya pula kendaraan-kendaraan melalui jalur darat salah satunya yaitu kereta api. (Ashiddieqy, 2000, p. 3417)
Perihal integrasi keilmuan antara keagamaaan dan sains modern, dalam perspektif Badiuzzaman Said Nursi, cukup brilian menurut hemat penulis. Hal tersebut dibuktikan melalui ungkapan Badiuzzaman Said Nursi sendiri, dalam bukunya yang berjudul Munazarat, sebagai berikut:
Hikmah penyatuan ilmu pengetahuan modern dengan ilmu pengetahuan agama, adalah untuk menyelamatkan pemikiran akal dari kesesatan. Karena memancarnya cahaya hati adalah dengan ilmu agama, sedangkan bersinarnya akal adalah dengan ilmu-ilmu modern. Maka menggabungkan keduanya akan memunculkan suatu hakikat. (Nursi: 2004, p. 428)
Embrio Sains Modern dalam Surah Yasin Ayat 41-43
Dalam hal ini kalimat فُلْكُ (fulk) yang terdapat dalam surah Yasin ayat 41, meskipun kalimatnya serupa dengan kalimatفَلَكُ (falak), namun harakatnya berbeda sehingga bacaan dan artinyapun berbeda. Falak yang berarti garis edaran matahari, bumi dan bulan dan bintang-bintang atau garis edaran cakrawala. Sedangkan fulk, yaitu kapal atau bahtera di laut. (Hamka, 2001, p. 6003).
Menurut Ar-Raghib Al-Asfahani, فُلْكُ (fulk) ialah kapal, perahu (as-safiinah). Sedangkan فَلَكُ (falak), merupakan bentuk mufrad, jamaknya yaitu aflaak , yaitu segala sesuatu yang beredar (Masduha, pp. 588-589). Mengacu pada apa yang penulis telah uraikan di atas, penulis dalam hal ini akan mengutip ayat Allah SWT surah Yasin ayat 41-43, sebagai berikut:
Wa aayatul lahum annaa hamalnaa dzurriyyatahum fil fulkil masyhuun
‘’Sebuah tanda bagi mereka, yaitu: sesungguhnya kami muatkan anak cucu mereka dalam bahtera yang penuh padat isinya’’ QS. Yasin [36]:41
Dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, tokoh mufasir modern Teungku Muhammad Hasby Ashidiqie, menyatakan bahwasanya diantara tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, yaitu menunjukkan rahmatnya dengan memberikan berupa kemampuan, yaitu untuk melayarkan bahtera (kapal) kepada anak-anak mereka (Ashiddieqy, 2000, p. 3417)
Nenek Moyang Manusia
Adh-Dhahak dan Qatadah serta Ibnu Yazid menjelaskan arti dzurriyyah atau keturunan di sini yaitu nenek moyang kita, atau nenek moyang manusia yang dibawa berlayar dengan bahtera Nabiyallah Nus AS, yaitu nenek moyang manusia yang kedua sesudah Nabiyallah Adam AS. Nenek moyang yang dibawa dalam bahtera Nabi Nuh AS itulah cikal-bakal manusia yang ada di muka bumi yang sekarang.
Masyhuun, maknanya kapal ini sarat akan muatan. Karena selain diisi anak keturunan Nabi Nuh AS, sebagian laki-laki dan perempuan beriman, juga diisi oleh berbagai jenis hewan, semisal gajah, harimau, buaya, babi, kambing, sapi, baik binatang jinak maupun liar, dan binatang-binatang tersebutlah cikal-bakal binatang yang ada di muka bumi sekarang. (HAMKA, 2001, p. 6003)
Menilik pada pangkal ayat 43, Allah SWT berfirman ‘’Dan jika kami kehendaki, niscaya kami tenggelamkan mereka’’ (QS. Yasin [36]:4). Memang benar adanya jika Allah SWT menghendaki kapal (bahtera) tersebut karam, maka karamlah bahtera (kapal) itu. Contohnya pernah terjadi pada kapal yang sedang berlayar di lautan Atlantik, yang karam karena terbentur gunung es. Itulah kapal ‘’Titanic’’ yang karam kurang dari 10 menit. (HAMKA, 2001, p. 6005)
Dalam untaian sejarah Indonesia sendiri terdapat kapal yang karam, hingga kisah karamnya kapal tersebut diangkat ke layar lebar, ‘’Tenggelamnya kapal Van der Wijck’’. Ini bukan sekedar film fiksi, namun benar adanya terjadi yang tenggelam di laut Jawa. Berdekatan dengan pantai Lamongan Jawa Timur pada tahun 1936, dan hingga sekarang pun belum diketahui sebab-musabab karamnya kapal tersebut. Senada dengan ujung ayat daripada surah Yasin ayat 43, ‘’Maka tidaklah ada penolong bagi mereka, dan tidaklah mereka dapat diselamatkan. QS. Yasin [36]:43. (Hamka, 2001, p. 6005)
Wa khalaqnaa lahum mim mitslihi maa yarkabuun
‘’Dan kami juga telah menjadikan bagi mereka seperti bahtera itu, yaitu apa yang dapat mereka kendarai’’ QS. Yasin [36]:42
Penjelasan Hasby Ashidiqie
Sementara itu aspek sains modern dalam Al-Qur’anul karim terlihat semakin kental dalam ayat ini. Sosok mufasir modern Teungku Muhammad Hasby Ashidiqie dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya sebagaimana kendaraan laut yang dijelaskan di ayat sebelumnya, dijadikan pula kendaraan-kendaraan melalui jalur darat. Yaitu mulai dari unta yang berjalan di padang tandus (pasir), hingga kereta api, motor, serta pesawat udara, dan berbagai jenis kendaraan lain-lainya. (Ashiddieqy, 2000, p. 3417)
Namun pungkas Muhammad Hasby Ashidiqie, kendaraan-kendaraan sebagaimana dimaksud tadi, akan terus menerus berkembang dengan berbagai macam jenisnya seiring seirama dengan semakin pesat serta tingginya teknologi, maka kitab suci Al-Qur’anul Karim pun tidak menjelaskan secara rinci jenis-jenis kendaraan tersebut. (Ashiddieqy, 2000, p. 3417)
Wallahua’lam
Penyunting: M. Bukhari Muslim
1 Komentar