Saya teringat perkataan yang pernah disampaikan oleh khalifah al-Rasyidin keempat yaitu Ali bin Abi Thalib. Beliau menyatakan bahwa pengetahuan dan kebenaran merupakan milik umat Islam yang terpisah-pisah, karnanya ilmu itu harus diambil dimanapun mereka ditemukan.
Ungkapan tersebut terlintas dibenak saya ketika membaca tentang salah satu tokoh ilmuwan muslim yang bernama al-Biruni. Bagi mereka yang suka membaca tentang tokoh-tokoh ilmuwan muslim nama al-Biruni pasti sudah tidak asing lagi. Beliau dijuluki dengan “Guru Segala Ilmu”, tidak heran jika kita kebingungan ketika menempatkan di bagian mana keahlian dari Biruni.
Ada yang mengatakan bahwa beliau ahli astronomi atau angkasa luar. Namun dalam ceritanya dia juga dikenal sebagai ahli Agama, farmasi, fisika, sejarah, geodesi, matematika dan berbagai bidang yang lain. Dan lebih luar biasanya lagi al-Biruni membuat karya dan penemuan yang bagus dalam setiap bidang keilmuan tersebut. Dan hasil karya nya itulah sebagai fondasi segala ilmu yang saat ini diambil alih oleh kebudayaan barat.
Sekilas Tentang Al-Biruni
Nama lengkapnya Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni. Beliau dikenal dengan sebutan al-Biruni. Ia lahir pada 4 September 973 M di Kath. Saat ini tempat itu dikenal dengan kota Khiva yang termasuk kedalam wilayah Uzbekistan.
Nama beliau sebenarnya berasal dari kata Birun, dalam bahasa persia berarti pinggiran kota. Karena kampung kelahirannya berada di daerah pinggiran. Sejak ia masih belia, al-Biruni sangat tekun mempelajari bebagai bahasa, dimulai dengan bahasa Arab, Persia, beliau juga mahir dalam bahasa Yunani, Suryani, Sanskerta dan Iberia.
Selain hebat dalam berbahasa, al-Biruni juga cerdas dalam Ilmu Pengetahuan alam, bahkan ia mahir dalam Astronomi dan Matematika. Beliau seorang anak yatim piatu, namun itu bukanlah penghambat semangat beliau dalam menyelami ilmu pengetahuan.
Perjalanan Keilmuan al-Biruni
Menginjak usia 20 tahun, beliau mulai melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk memperoleh lebih banyak ilmu. Pada tahun 998 M, al-Biruni menetap di Jurjan, di sanalah ia bertemu dengan Ibnu Sina ilmuwan hebat yang digelari bapak kedokteran dunia. Di Jurjan, Biruni berhasil menerbitkan buku terkenal yang berjudul Al-Atsar al-Baqiyah min al-Qurun al-Khaliyah. Buku ini membahas sejarah bangsa-bangsa kuno dan perbedaan kalender berbagai negara.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan buku ini juga mengkaji sejarah Ilmu pengetahuan, Astronomi, Hukum, Budaya, Politik, serta berbagai kemajuan bangsa-bangsa kuno. Al-Biruni juga pernah melakukan perjalanan ke india, hingga ia berhasil membuat karya yang berjudul Tarikh al-Hindi. Bisa dikatakan bahwa karya tersebut merupakan karya terbaik tentang sejarah India. Dibuku ini menjelaskan berbagai falsafah hidup orang-orang India.
Di india juga, beliau berhasil meneliti jenis-jenis partikel yang berada di tanah, bahkan ketika di sungai gangga di India beliau mampu menjelaskan proses pembentukan tanah. Al-Biruni pun membuat rumusan teori erosi. Kemudian al-Biruni juga melakukan pengamatan di pegunungan Himalaya yang dulunya lautan. Dia berhasil menemukan pertemuan dan pergerakan kulit bumi yang membuatnya naik hingga akhirnya menjadi pegunungan.
Ilmuwan modern pun membuktikan kebenaran al-Biruni, sehingga ilmuwan sekarang bisa mempertemukan pergerakan tanah atau kulit bumi, dari sanalah awal mula terbentuknya pegunungan. Tidak masalah itu saja, al-Biruni juga meneliti dengan baik berbagai jenis-jenis dan sifat-sifat dari logam. Sehingga ilmuwan sekarang pun dapat menilai dan memahami berbagai jenis batu yang memiliki daya jual yang mahal.
Kedermawanan al-biruni
Pada tahun 1030M, al-Biruni pernah menulis buku yang berjudul al-Qanun al-Masudi fii al-Haiwa al-Nujum. Buku tersebut berisi tentang pengetahuan teorama trigonometri, di sana juga mencakup berbagai ilmu astronomi, solar, lunar dan planet. Buku itu disiapkan oleh al-Biruni sebagai hadiah untuk Sultan Mas’ud al-Ghaznawi, hadiah tersebut diterima dengan senang hati oleh Sultan Mas’ud.
Sebagai bentuk rasa terimakasih sang sultan, beliau memberikan hadiah untuk al-Biruni berupa koin perak yang sangat banyak, bahkan disebutkan, dibutuhkan gajah untuk membawa koin-koin tersebut. Namun disinilah terlihat kedermawanan al-Biruni yang sangat pantas kita jadikan contoh, di mana kebanyakan orang saat ini menuntut ilmu demi mendapatkan pekerjaan dan imbalan materi.
Namun itu berbeda dengan al-Biruni, walaupun diberi hadiah yang bisa membuat dia kaya raya, namun ia menolaknya dan mengatakan lebih baik diserahkan kepada baitul Mal, agar orang-orang yang tidak mampu dapat menikmatinya. Al-Biruni tidak membutuhkan kekayaan, baginya ilmu pengetahuan lebih berharga dari apapun, dan walaupun dia sudah menjadi ilmuwan terkenal. Beliau tetap hidup dalam kesederhanaan.
Akhir perjalanan al-Biruni
Pada akhir hayatnya pun, ia masih mendalami suatu ilmu farmasi dan berhasil menulis buku Saydanah fi Al-Thib, dan dari karya tersebut berhasil membuatnya sebagai Bapak farmasi Islam.
Beliau wafat pada 13 Desember 1048 M di Ghazna. al-Biruni tutup usia pada umur 75 tahun, hingga saat ini ia memperoleh banyak penghormatan dari dunia. Bahkan pihak barat yang banyak menikmati penemuannya pun menyebutnya sebagai The Extraordinary Genius of Universal Scholar atau Ilmuwan dunia yang luar biasa jenius.
Ilmuwan astronomi modern memberi nama pada sebuah kawah di bulan dengan nama The Biruni Crater, ini merupakan penghormatan yang belum apa-apanya dibanding dengan berbagai penemuan beliau.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply