Menurut Locke et al (1991), kepemimpinan merupakan sebuah proses membujuk orang lain sebagai langkah menuju sebuah visi, misi, dan tujuan yang sama. Soehardi Sigit, dalam bukunya “Teori Kepemimpinan dalam Managemen” ia mengutip pendapat seorang tokoh yang bernama George R. Terry, bahwa “leadership is the relationship in which one person, the leader, influences the others to work together willingly on related task to attain that which the leader desire”
Kepemimpinan merupakan hubungan antara pemimpin dan orang lain di dalamnya, mereka saling mempengaruhi untuk bekerjasama, berbagi peran untuk mencapai tujuan pemimpinnya.
George R. Terry
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik sebuah benang merah; bahwa masalah kepemimpinan merupakan masalah sosial yang terdapat interaksi di dalamnya. Antara sang pemimpin dengan pihak yang dipimpin dengan tujuan yang sama. Dapat dipahami pula, bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara mudah, karena selain harus memiliki kemampuan dalam merealisasikan program-program; seorang pemimpin juga harus mampu berlaku adil, mampu melibatkan seluruh elemen dalam sebuah organisasi yang dipimpinnya untuk ikut andil; serta berperan aktif dalam menggapai tujuan bersama agar dapat memberikan kontribusi terbaik.
Hal terserbut adalah sekelumit hal kecil yang meski ada di dalam diri seorang pemimpin. Kita dapat melihat sendiri bagaimana kualitas pemimpin-pemimpin di sekeliling kita. Kita dapat melihatnya dari yang paling kecil, bisakah kita menjadi pemimpin diri kita sendiri dalam melakukan banyak hal atau dalam mengambil keputusan? Karena kita adalah contoh kepemimpinan terkecil. Naik ke tingkat yang agak sederhana, kita bisa melihat bagaimana sosok ayah dalam memimpin rumah tangga.
Sudahkah ia menjadi pemimpin bagi terlaksanannya keinginan keluarga? Sudahkah ia melibatkan seluruh anggota keluarga? Kita juga bisa melihat bentuk kepemimpinan dalam skala yang lebih besar. Rasulullah, 14 tahun abad yang lalu telah menjadi seorang kepala keluarga sekaligus seorang pemimpin bagi orang-orang Muslim.
Selain beliau, masih banyak tokoh-tokoh hebat umat Islam yang pernah menjadi pemimpin pada masanya, mereka menjalankan amanah dengan sangat hati-hati. Menganggap bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah kuasa untuk menindas rakyat, memperkaya diri, apalagi mencari hormat. Kini? Wallahua’lam.
Ciri-ciri yang dikabarkan Rasulullah tentang pemimpin akhir jaman sudah perlahan-lahan kita saksikan, yakni ‘kelak, kita akan dipimpin oleh seseorang yang tidak kompeten di bidangnya’.
Akhlak Seorang Pemimpin
Maka, untuk bisa menjadi seorang pemimpin, kita perlu mengetahui akhlak seorang pemimpin terlebih dahulu. Dalam al-Quran, setidaknya, ada 5 akhlak seorang pemimpin.
1. Mencintai Kebenaran
Sebagai seseorang yang akan memimpin orang lain, seorang pemimpin haruslah berpegang teguh kepada kebenaran yang sudah ditentukan Allah tanpa ada kompromi. Allah menegaskannya di dalam Qs. Al-Baqarah 147.
الحق من ربك فلا تكونن من الممترين
“Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. “
Jika seorang pemimpin memiliki akhlak yang terpuji, lantas istiqamah di atas kebenaran, maka ia akan menjadi seorang pemimpin yang senantiasa dihormati dan dipatuhi. Dan di akhirat nanti, sesuai janji Allah, ia akan diberikan kemuliaan di sisi-Nya karena telah memimpin dengan dan untuk kebenaran.
2. Dapat Menjaga Amanah dan Kepercayaan Orang Lain
Jabatan merupakan amanah berat yang akan diminta pertanggungjawaban bukan hanya oleh manusia, tetapi juga di hadapan Nya. maka seorang pemimpin harus benar-benar bisa menjaga amanah dan tidak menyelewengkannya. Allah telah mengingatkan hal ini dalam surah Al-Baqarah ayat 166
Oleh karena itu, seorang pemimpin memiliki tanggungjawab moral yang sudah seyogyanya dijaga terus menerus sebagai control pribadi selama masa kepemimpinannya.
3. Ikhlas dan Memiliki Semangat Pengabdian
Tak ada gunanya jika menjalankan roda kepemimpinan tanpa dilandaskan dengan rasa ikhlas, karena jika hal tersebut terjadi, maka akan muncul tendensi-tendensi tertentu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya korupsi. Hendaknya seorang pemimpin hanya mengharapkan ganjaran terbaik dari Allah. Allah SWT berfirman:
“Siapakah yang memanjari Allah dengan panjar yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayarannya secara berlipat-lipat. Dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan rezeki. Dan kepada Nya kamu akan kembali” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 245)
4. Baik dalam Bergaul
Tidak menjadi seorang pemimpin saja kita dianjurkan untuk bersikap baik ketika bergaul, apalagi ketika menjadi seorang pemimpin. Sebagai makhluk social, multi dimensional, kita diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi oranglain, terutama pemimpin. Seorang pemimpin haruslah pandai menyesuaikan diri dengan baik di tengah masyarakat tatkala bergaul, sehingga nilai dakwah akan mudah tersampaikan.
Apalagi, Islam sangatlah mengutamakan sifat persahabatan ketika bermuamalah. Hal ini disebutkan dalam surah Yusuf ayat 22.
“Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan ia ilmu kebijaksanaan. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
5. Bijaksana
Sifat bijaksana merupakan hasil dari akhlakul karimah. Dalam memimpin, kebijaksanaan memiliki tempat yang sangat urgent, karena dengan sifat ini mampu memberikan rasa tentram di berbagai kepentingan di tengah masyarakat yang majemuk.
Dalam Qs. Fushshilat 34, Allah berfirman,
“Dan tidaklah sama antara kebaikan dengan kejahatan. Sebab itu, tolaklah kejahatan dengan perbuatan baik, supaya yang tadinya sedang bermusuhan denganmu, berubah sikap menjadi sahabat karib yang amat mesra.”
Dengan modal ini, seorang pemimpin insyaAllah akan dapat menjalankan roda kepemimpinannya tanpa ada pihak yang dirugikan, dan memberikan keuntungan bagi berbagai pihak.
Editor: Ananul Nahari Hayunah
Leave a Reply