Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Afsah al-lisān: Membangun Komunikasi Efektif Melalui Al-Qur’an

Penafsir Muda
Sumber: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan manusia yang lain. Komunikasi menjadi bentuk interaksi yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, terutama dalam bermasyarakat. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan tujuan dan maksud seseorang. Realitasnya, komunikasi tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan tidak jarang juga komunikasi mengalami kegagalan. Proses komunikasi yang menarik dikaji adalah afsah al-lisān.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator untuk disampaikan kepada komunikan. Kemudian, komunikasi mempunyai beberapa unsur, di antaranya adalah media lisan. Lisan mempunyai peran dalam berlangsungnya komunikasi, menjadi salah satu faktor yang menentukan komunikasi berjalan dengan baik atau tidak. Namun, setiap manusia mempunyai lisan dengan kemampuan yang berbeda-beda.

Afsahul lisan dalam Al-Qur’an

Afshah al-lisān tersusun dari dua term, yaitu Afah dan lisān. Afah adalah bentuk isim tafdil dari lafal fasaha yang memiliki arti “lebih fasih, lebih jelas, dan lebih terang”. Di dalam Al-Qur’an lafal afsah dan bentuk turunannya hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam surat Al-Qashash ayat 34. Sedangkan lafadz lisān dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 25 kali dengan bentuk jama’ dan mufradnya. Serta dengan makna yang bermacam-macam sesuai dengan konteks pembahasannya.

Dalam Qur’an Dictionary disebutkan beberapa makna lisan, yaitu lisan yang bermakna lidah, bahasa, perkataan, dan kemampuan berbicara. Dalam kamus Lisan Al-‘Arab, lisān artinya anggota badan yang digunakan untuk berkata. Sedangkan menurut Ibnu Bari, lisān berarti surat, tulisan, makalah. Untuk lafadz afsah al-lisān hanya disebutkan sekali dalam Al-Qur’an yaitu dalam surat Al-Qashash ayat 34. Redaksi di dalam Al-Qur’an adalah ”afsahu minnii lisānan” yaitu lisan yang lebih fasih dariku.

Baca Juga  Tafsir QS. Al-Hujurat ayat 11: Memahami Larangan Perundungan

Pandangan Mufassir terhadap lafadz afsahul lisan

Beberapa mufasir memberikan penafsiran terhadap lafadz afsah al-lisān tersebut dengan;

  1. afsah al-lisān yaitulisan yang lebih fasih berbicara dan lebih mampu. Hal ini dikemukakan oleh ‘Aidh Al-Qarni.
  2. afsah al-lisān berarti Fasih dalam berkata-kata, mampu memberi keterangan kepada orang yang belum faham dengan kata-kata yang teratur. Penafsiran profesor Hamka dalam tafsirnya, Al-Azhar.
  3. afsah al-lisān adalah lebih berakal dan lebih berilmu, dikemukakan oleh Ibnu ‘Arabi
  4. afsah al-lisān adalah llisan yang lebih baik penjelasannya karena adanya lughah (tidak ada kemampuan untuk mengucapkan huruf-huruf dengan benar yaitu kekurangan pada lisan). Ditafsirkan oleh Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya, Al-Munir.
  5. afsah al-lisān adalah lisan yang lebih bisa menjelaskan yang didukung dengan kepribadian diri. Yaitu watak Nabi Harun yang tenang dan berbudi sehingga dapat menyampaikan penjelasan dengan baik.

Membangun Komunikasi Efektif

Setiap komunikasi ingin menjadi komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi). Onong Uchjana Effendy dalam Kamus Komunikasi menuliskan bahwa, komunikasi efektif dapat terjadi apabila komunikasi yang dilancarkan menimbulkan efek kognitif, efek afektif atau konatif (behavioral) pada komunikan, sesuai dengan tujuan komunikator.

Sedangkan Hendropuspito mengatakan bahwa, suatu komunikasi dikatakan mencapai sasaran apabila komunikan dapat menangkap pengertian yang sama dengan pengertian komunikator, jika tidak berarti komunikasi dikatakan gagal. Kesamaan yang terdapat dalam peserta komunikasi menjadikan komunikasi semakin efektif. Sedangkan Santoso Sastropoetro mengatakan bahwa, berkomunikasi efektif berarti komunikator dengan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau biasa disebut dengan “the communication is in tune”. Selain itu, efektivitas komunikasi tergantung pada kondisi pribadi penerima maupun pengirim pesan.

Baca Juga  Muhammadiyah The Protector Kaum Marjinal

Kisah komunikasi dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an telah dikisahkan berbagai macam bentuk komunikasi. Salah satu bentuk komunikasi di dalam Al-Qur’an adalah proses penyampaian atau berdakwah para nabi dan Rasul dalam menyampaikan risalah kebenaran dari Tuhan yang Maha Esa. Proses komunikasi salah satunya terdapat dalam Q.S. al-Qashash ayat 34.

Dikisahkan dalam ayat ini tentang dakwah Nabi Musa kepada Fir’aun. Namun dalam ayat ini Nabi Musa meminta Nabi Harun untuk ikut berdakwah dengannya karena kelebihan yang ada dalam dirinya, yaitu mempunyai lisan yang lebih fasih dari pada Nabi Musa. Hal ini dilakukan Nabi Musa karena untuk meyakinkan umatnya agar mereka mengikuti apa yang telah didakwahkannya yaitu beriman kepada Allah SWT.

Karena pada realitasnya, komunikasi tidak selamanya menjadi komunikasi yang efektif atau bisa dikatakan mengalami kegagalan komunikasi. Melihat dari kisah tersebut, secara tersirat nabi Musa ingin membangun komunikasi yang efektif agar wahyu yang disampaikan kepada umatnya dapat ditangkap dengan baik dan memberikan feedback yang sesuai dengan tujuan Nabi Musa melalui peran lisan. Hal ini terlihat dengan penggunaan redaksi “afsah minni lisānan yaitu lisan yang lebih fasih.

Jika dikaitkan dengan beberapa penafsiran di atas maka, komunikasi efektif yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an adalah komunikasi dengan lisan yang tidak cacat secara fisik dan dapat melafalkan huruf-huruf dalam setiap kalimatnya dengan bebas tanpa ada rasa berat atau sesuatu yang mengikat serta dapat bertutur kata dengan baik sehingga dapat menyampaikan pesan dengan baik pula yang mana semuanya ini didukung dengan pribadi yang berilmu dan akhlak yang mulia.

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho