Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Abdullah Abbas Nasution: Mufasir Melayu Berdarah Indonesia

Abdullah Abbas Nasution
Sumber: Penulis

Ketika melakukan perjalanan ke Malaysia, dalam rangka mengikuti suatu konfrensi mahasiswa tafsir Indonesia. Ada suatu pemaparan menarik yang disampaikan oleh Dr. Mazlan Ibrahim, ketika berkunjung ke Universitas Kebangsaan Malaysia.

Pak Mazlan ketika menjelaskan kekayaan khazanah tafsir melayu, beliau mengatakan ada satu ulama tafsir melayu tetapi ia berasal dari keturunan Indonesia. Ulama keturunan Indonesia yang disebutkan tersebut ialah Haji Abdullah Abbas Nasution.

Mungkin dari namanya ada suatu nama marga yang tidak asing ditelinga kita bagi kita orang Indonesia. Ya.., yaitu marga Nasution. Marga ini memang merupakan salah satu nama marga terbesar di tanah Batak (Sumatera Utara). Marga Nasution ini juga telah tersebar di seluruh penjuru nusantara termasuk juga kawasan melayu raya.

Biografi Intelektual Abdullah Abbas Nasution

Marga Nasution merupakan marga di daerah Sumatera Utara. Karena itu sudah bisa dipastikan Abdullah Abbas Nasution adalah kelahiran di Indonesia. Tepatnya tanggal 12 Rabiul Awwal 1330 H / 4 Maret 1912 M di kampung Kisaran, daerah Asahan Sumatera Utara.

Sebab hijrahnya ke Malaysia, karena keinginan ayahnya untuk pindah kesana bersama keluarganya untuk belajar agama di Kedah. Beliau merupakan ulama tersohor di Malaysia yang aktif dalam berbagai bidang ekonomi, penulisan, pendidikan, persatuan maupun juga dalam perpolitikan.

 Abdullah Abbas Nasution menghabiskan pendidikan awalnya di sekolah Melayu Langgar Kedah. Di sekolah tersebut beliau telah mempelajari ilmu agama dan belajar tulisan rumi. Kemudian setelah itu beliau menyambung pelajarannya di berbagai pondok pesantren di tanah Melayu.

Pondok pesantren yang menjadi persinggahannya untuk belajar a yaitu; Pondok Pulau Pisang, Pondok Kenali di Kelantan dan Pondok Bunut Payung. Selain itu, Abdullah Abbas Nasution juga sempat belajar ke beberapa guru secara mingguan. Beliau belajar mingguan dengan Datuk Haji Muhammad Nor bin Datuk Haji Ibrahim di Kampung Penambang, Kota Bharu.

Baca Juga  Hadis Andalus: Wacana Perkembangan Hadis di Wilayah Periferal Islam

Sebagai seorang ulama yang cerdik dan aktif, sumbangsih beliau bagi masyarakat Malaysia amat besar. Tidak hanya seorang ulama yang aktif dalam penulisan, perjuangan beliau turut serta membebaskan rakyat Malaysia dari belenggu pemikiran dan penjajahan.

Abbas Nasution dikaruniakan 10 orang anak dari buah kawinnya dengan Hajjah Sofiah Haji Hashim. Bisa dibilang umur beliau cukup panjang. Selepas tidak aktif lagi dalam politik, beliau meninggal karena jatuh sakit pada hari Sabtu 4 Januari 1987.

Karya Tafsir dan Metode Penulisannya

Bidang kepenulisan merupakan salah satu bidang yang membuat Abdullah Abbas Nasution menjadi tersohor. Tulisan-tulisan beliau banyak memiliki peran besar bagi pembaharuan di Malaysia. Salah satu karyanya yang menjadi magnum opusnya dalam karya tafsir adalah Tafsir Harian Al-Qur’an Al-Karim.

Kitab tafsir ini mula dikarang pada tahun 1956 dan selesai 15 juz yang pertama pada tahun 1959. Sebenarnya kitab tafsir ini merupakan lanjutan dari Kitab Al-Qur’an Bergantung Makna Jawi semenjak ditulis tahun 1940.

Kitab tafsir ini dikarang menggunakan tulisan Jawi dengan gaya bahasa Melayu lama sesuai dengan bahasa yang digunakan pada saat itu. Beliau terkadang juga menggunakan bahasa-bahasa daerah dan juga istilah arab yang bertujuan, agar memberi kesan kepada pembaca untuk memahami kitab tafsir yang beliau karang tersebut.

Metode penulisan yang Abdullah Abbas Nasution gunakan, untuk memudahkan yang membacanya memahami isi Al-Qur’an. Karena sesuai dengan tujuan tafsir ini dibuat, Abdullah Abbas ingin membasmi buta makna dan memahami tujuan Al-Qur’an diturunkan.

Keinginan untuk mencapai tujuan tersebut, makanya beliau menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dan gampang untuk dipahami untuk masyarakat kelas bawah. Walau tanpa belajar kepada seorang guru, orang yang membaca kitab tafsir ini dapat mengerti maksud-maksud kandungan Al-Qur’an.

Baca Juga  Menemukan Tjokro di Era Kiwari

Metode Penafsiran Tafsir Harian Al-Qur’an Al-Karim

Kebanyakan dari tafsir-tafsir Melayu memakai rujukan dari literatul Arab termasuk tafsir dan hadist sebagai rujukan utama. Begitupula dalam Tafsir Harian Al-Qur’an Al-Karim banyak menghimpun tafsir-tafsir yang telah masyhur menjadi landasan penafsirannya. Sebut saja Tafsir al-Jawahir karya Tanawi Jawhari, Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Kasysaf karya al-Zamakhsyari dan kitab-kitab tafsir lain yang terkenal.

Maka menurut Dr. Mazlan, tafsir ini lebih berat mengunaan bi al-Ma’tsur dalam penafsirannya. Walaupun seperti itu, metode bi al-Ma’tsur tampaknya belum sepenuhnya menyeluruh menjawab persoalan-persoalan sosial umat kemasyarakatan di Melayu.

Karena itu, Abdullah Abbas Nasution tidak sepenuhnya mengambil penafsiran berbasis riwayah tetapi juga menggunakan metode bi al-Ra’yi dalam penafsirannya. Tafsir al-ra’yi atau ijtihad dipilih karena untuk menjawab 3 persoalan utama umat Islam di Melayu saat itu. Maka bisa di golongkan tafsir ini bercorak ijtima’i, seperti halnya tafsir al-Manar yang juga menjadi maraji’ dalam tafsirnya.

Tiga persoalannya adalah ekonomi Islam (jual beli dan riba), politik dan perundangan, serta yang ketiga yaitu keadilan sosial dan kemasyarakatan. Abdullah Abbas Nasution mengatakan, tiga permasalahan inilah yang menjadi sebab beliau menulis kitab tafsirnya.

Perbincangan yang banyak disentuh dalam tafsir ini dan banyak diulang-ulang adalah tentang orang Islam Melayu yang menghina Al-Qur’an. Undang-undang Al-Qur’an telah dianggap lapuk dan tidak sesuai dengan masyarakat Melayu disana.

Tafsir ini menjadi sumbangsih karya yang bermanfaat besar bagi masyarakat Islam Melayu. Tanpa disadari, Haji Abdullah Abbas Nasution dengan menggunakan karya tafsir nya telah melakukan suatu pembaharuan umat Islam khususnya di Melayu (Malaysia).

Jejak pembaharuan Abdullah Abbas Nasution di Malaysia, begitu yang saya rasakan ketika pertama kali berkunjung ke sana. Masyarakat Melayu yang sangat menjaga dan merawat nilai-nilai Islam dalam tingkah laku kehidupannya hingga sekarang.

Baca Juga  Tuhan Itu Nyata (3): Beberapa Kekeliruan Dawkins

Editor: An-Najmi Fikri R