Pengantar Tafsir al-adabī al-ijtimā’ī
Dunia tafsir sangat beragam. Salah satu ragamnya adalah kemunculan pendekatan unik dengan memadukan kekuatan sastra (adab) dan semangat sosial (ijtimā’ī). Pendekatan tersebut dikenal sebagai tafsir al-adabī al-ijtimā’ī. Tafsir ini hadir sebagai respons terhadap masalah umat di zaman modern.
Secara singkat, tafsir ini tidak hanya menjelaskan makna ayat dengan bahasa. Tafsir ini juga berusaha menjawab persoalan ekonomi, sosial, serta budaya yang ada di tengah masyarakat.
Tafsir al-adabī al-ijtimā’ī merupakan pendekatan tafsir yang memadukan antara gaya bahasa sastra Al-Qur’an dengan konteks sosial masyarakat. Istilah adabī merujuk pada makna terhadap keindahan gaya retorika, bahasa, serta nilai sastra dalam Al-Qur’an. Adapun Ijtimā’ī merujuk pada arti kondisi sosial masyarakat.
Tafsir ini lahir dari kebutuhan umat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi atas tantangan dan persoalan kehidupan modern.[1] Salah satu tokoh pembaharu yang menjawab tantangan tersebut dengan pendekatan al-adabī al ijtimā’ī adalah Muhammad Abduh.[2]
Abduh dan Tafsir Sastra-Sosial
Abdul adalah seorang ulama Mesir yang masyhur sebagai pelopor tafsir al-adabī al-ijtimā’ī. Beliau percaya bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab suci atau sumber hukum semata, melainkan juga sebagai pedoman hidup yang bisa memecahkan persoalan di tengah masyarakat.
Dalam tafsirnya, ia berusaha membumikan ajaran Al-Qur’an. Tujuannya ialah agar manusia dapat memahami Al-Qur’an dan mempraktikannya dalam konteks kehidupan masyarakat Islam modern. Implementasi ini dapat mencakup berbagai bidang, seperti pendidikan, keadilan, sosial, pembaharuan agama, serta kebebasan berpikir.
Tafsir Al-Manar: Magnum Opus Abduh di Bidang Tafsir
Tafsir Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, tergolong tafsir dengan corak al-adabī al-ijtimā’ī. Pada tafsir tersebut terdapat karakteristik yang berbeda dari karya tafsir sebelumnya. Dengan pendekatan rasional dan sosialnya, Abduh menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan akal rasional. Caranya ialah dengan melihat relevansi antara ayat-ayat Al-Qur’an dengan realitas sosial politik yang ada.
Abduh meyakini bahwa wahyu itu tidak bertentangan dengan akal sehat serta Islam. Justru, beliau mendorong penggunaan akal dalam memahami suatu kebenaran. Banyak ayat yang ia tafsirkan dengan pendekatan logis dan ilmiah, terutama pada ayat-ayat yang berhubungan dengan alam semesta, sosial, dan hukum. Contohnya, dalam menafsirkan ayat-ayat tentang mukjizat, Abduh cenderung menafsirkannya secara simbolik atau rasional, bukan secara magis.
Rasionalisasi dan Kontekstualisasi Tafsir: Agenda Besar Abduh
Salah satu agenda besar Abduh adalah pembebasan umat dari praktik taklid (mengikuti tanpa mengetahui kebenarannya). Dalam tafsirnya, ia berulang kali menegaskan pentingnya berjihad, dalam artian menggunakan akal sebagai sarana untuk memahami teks Al-Qur’an secara kontekstual.
Menafsirkan Al-Qur’an tidak semata-mata merujuk pada tafsir klasik yang cenderung kaku, namun juga mengaitkannya dengan realitas kontemporer saat ini. Penafsiran Abduh tidak hanya berhenti pada aspek normatif, namun juga mengajak pembaca untuk menjadikan ajaran Al-Qur’an dalam konteks isu saat ini.
Abduh juga sangat kritis terhadap kisah-kisah israiliat dan takwil yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam tradisi tafsir. Untuk itu, ia berusaha mengembalikan Al-Qur’an kepada kemurnian pesannya.[3]
Muhammad Abduh hidup di masa penjajahan Inggris dan Mesir. Beliau menyaksikan keterpurukan umat islam dalam bidang politik, moral, dan pendidikan. Menurutnya, umat islam telah kehilangan semangat berpikir kritis dan terlalu terbawa dalam taklid, yaitu mengikuti pendapat lama tanpa adanya pertimbangan. Karena itulah ia mengembangkan tafsir yang tidak hanya menjelaskan makna secara tekstual, namun juga memberikan kesadaran sosial serta intelektual umat.
Abduh sangat menolak fanatisme mazhab serta mendorong umat Islam dalam menggunakan akal mereka. Menurutnya, Al-Qur’an ditujukan untuk manusia yang berakal. Untuk itu, penafsirannya harus terbuka atas pemikiran rasional dan ilmu pengetahuan.
Perhatian Abduh akan Nilai Sastrawi Al-Qur’an
Abduh sangat memperhatikan sisi sastra dalam Al-Qur’an. Menurutnya, keindahan Al-Qur’an adalah bagian dari kekuatan pesan yang Allah sampaikan di dalamnya. Kekuatan pesan yang komunikatif dan jelas akan memudahkan seseorang dalam memahami Al-Qur’an.
Selain itu, Muhammad Abduh tidak hanya memahami pada makna literal ayat saja. Ia juga mengaitkannya dengan persoalan yang ada di tengah masyarakat, seperti, korupsi, kemiskinan, serta pendidikan.
Relevansi Tafsir al-Adab al-Ijtimā’ī di Era Kontemporer
Tafsir al-adabī al-ijtimā’ī ala Abduh menjadi sangat relevan di tengah kehidupan masyarakat modern. Pendekatanya mengajarkan bahwa Al-Qur’an harus menjadi solusi dari persoalan kehidupan manusia. Bukan hanya sekedar kitab suci yang dibaca, namun perlu juga diamalkan.
Dalam lingkup dakwah digital, pendekatan Muhammad Abduh sangat cocok. Di antara para anak muda, banyak yang mencari makna Islam yang rasional, progresif, serta membumi. Tafsir ini bisa menjembatani antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan zaman modern. Darinya, Islam tidak lagi dipandang sebagai agama yang kaku, namun solutif dan dinamis.
Muhammad Abduh mewariskan cara pandang baru dalam memahami Al-Qur’an. Ia menyerukan untuk berpikir terbuka terhadap kemajuan zaman dan membaca Al-Qur’an dengan hati yang peka. Maksud dari peka di sini adalah kepekaan terhadap realitas yang terjadi.
Tafsir al-adabī al-ijtimā’ī bukan hanya sekedar metode, namun juga soal sikap. Yaitu sikap untuk tidak hanya memuliakan wahyu, tetapi juga menjadikannya inspirasi dalam membangun masyarakat yang beradab, adil, serta tercerahkan.
Editor: Dzaki Kusumaning SM
Referensi
[1] Abd. Ghafir, “Sekilas Mengenal At-Tafsir Al-Adabi Al-Ijtima’I”, Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2016, h. 27.
[2] Imam Muhsin, “Perubahan Budaya dalam Tafsir Al-Qur’an (Telaah Terhadap Penafsiran Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar)”, Jurnal Thaqafiyyat, 2015, h. 123.
[3] Dudung Abdullah, Pemikiran Syekh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar,Jurnal Al-Daulah, 2012, h. 38 – 41.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.